Monday, March 20, 2017

39. SOLUSI MENGATASI MASALAH

39. SOLUSI MENGATASI MASALAH HIDUP SEHARI-HARI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo
      Dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai manusia biasa, kita pasti tidak akan luput dari masalah atau persoalan hidup. Kalau kita cermati dengan seksama. Dalam menghadapi masalah atau persoalan yang hampir sama. Ternyata sikap kita berbeda-beda. Tidak sama. Ada orang yang menjadi panik, bingung, gugup, takut,  dan stres. Tetapi, ada pula yang tetap tenang dan adem ayem saja. Hal ini, dapat disimpulkan, bahwa masalah sebenarnya bukan terletak pada masalahnya. Bukan pada persoalannya. Tetapi, pada sikap kita dalam menghadapi masalah tersebut.
      KH. Abdullah Gymnastiar, pendakwah berasal dari Bandung. Mencoba memberikan resep dalam menghadapi masalah atau persoalan sehari-hari.
     Pertama, siap.  Yaitu siap menghadapi sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita. Juga, bersedia menerima kenyataan yang tidak cocok dengan harapan kita. Sebagai manusia biasa, kita memang harus mempunyai cita-cita. Memiliki  keinginan yang benar dalam kehidupan ini. Bahkan, kita harus gigih berikhtiar. Berusaha sekuat pikiran dan tenaga untuk mencapai yang terbaik. Dalam kehidupan kita di dunia dan akhirat. Tetapi bersamaan dengan itu, kita harus sadar, Insaf,  dan tahu diri. Manusia hanya makhluk yang amat terbatas. 
      Dalam kehidupan ini. Sering terjadi sesuatu di luar kemampuan kita. Kita tidak mampu mencegahnya. Tak kuasa menolaknya. Jika kita salah bersikap, maka kita akan kecewa. Penuh keluh kesah. Hati menjadi kacau dan bancuh. Pikiran kusut tidak karuan.  Sungguh rugi, karena hidup di dunia hanya sekali. Kejadian yang tidak terduga pasti akan terjadi lagi. Manusia boleh mempunyai rencana. Allah Yang Mahakuasa juga memiliki rencana. Yakinlah, yang pasti terjadi adalah rencana Allah.
      Yang menarik, kita sering marah dan kecewa dengan suatu peristiwa. Tetapi setelah waktu berlalu, ternyata kejadian tersebut sangat menguntungkan. Membawa hikmah yang besar. Bahkan lebih baik daripada yang diharapkan. Percayalah, bahwa desain dan rancangan Allah Yang Mahahebat pasti lebih indah dan mengagumkan.
       Alkisah, seorang penjual tahu berangkat dini hari. Dari rumahnya  di desa. Setelah salat Subuh. Dia berjalan kaki melewati pematang sawah. Memanggul dagangannya. Ketika di pematang sawah, tiba-tiba pikulannya patah. Tampah berisi tahu di pikulan sebelah kiri masuk ke sawah. Yang sebelah kanan terbenam ke dalam kolam. Betapa kaget, sedih, dan merasa sangat sial. Belum berjualan modal sudah habis. Terbenam ke dalam lumpur. Dengan murung, kecewa, dan bercampur marah. Dia kembali ke rumah.
      Tetapi dua jam kemudian, datanglah berita yang sangat mengejutkan. Kendaraan yang ditumpangi para penjual tahu, mengalami musibah kecelakaan. Semua penumpangnya mengalami cedera berat, bahkan ada yang meninggal dunia. Hanya seorang penjual tahu yang selamat. Yang biasanya naik kendaraan tersebut. Yaitu dirinya. Subhanallah. Maha Suci Allah. Dua jam sebelumnya, patah pikulan dianggap kesialan. Nasib yang amat buruk. Tetapi, dua jam kemudian patah pikulan dianggap kemujuran luar biasa.
      Jadi, dalam menghadapi kegiatan apapun. Mari kita sempurnakan niat dan ikhtiar. Tetapi, bersamaan dengan itu, marilah kita siapkan hati kita. Untuk menerima apa pun yang terbaik menurut Allah Yang Mahamulia.
      Kedua, rida. Yaitu rela, suka, senang hati, dan ikhlas menerima sesuatu yang sudah terjadi. Meskipun kita marah dan kecewa. Kenyataannya sudah terjadi. Jadi, rela atau tidak rela terbukti sudah terjadi. Lebih baik kita rela saja menerimanya. Sikap ikhlas atau rela ini hanya amalan dalam hati. Kita menerima kenyataan yang sudah terjadi, tetapi pikiran dan tubuh kita wajib berusaha memperbaiki kenyataan. Dengan cara yang diridai Allah Yang Mahaadil. Kondisi hati yang tenang ini sangat membantu proses ikhtiar. Menjadi positif dan optimal.
      Mengapa? Orang yang stres adalah orang yang tidak siap mental. Tidak mau menerima kenyataan yang ada. Pikirannya selalu tidak sesuai dengan kenyataan. Sibuk menyesali sesuatu yang sudah tidak ada. Mengharapkan yang tidak mungkin terjadi. Sungguh sengsara yang dibuat sendiri. Jadi, hati kita harus rela menerima kenyataan apa pun yang sudah terjadi. Sambil berusaha memperbaiki kenyataan pada jalan yang diridahi Allah Swt. Swt. kependekan dari “Subhanahu wa taala.” Yang bermakna “Mahasuci lagi Mahatinggi.”
      Ketiga, jangan mempersulit diri. Allah berfirman dalam Alquran surah Alam Nasrah. Surah ke-94 ayat 5 dan 6. “ Sesungguhnya, bersama kesulitan itu ada kemudahan.” Sampai dua kali Allah Swt. menyampaikan janji-Nya. Tidak mungkin dalam hidup ini terus menerus dalam kesusahan. Dunia ini bukan neraka. Juga, tidak mungkin dalam hidup ini selamanya mudah dan lapang. Dunia ini bukan surga.
      Karena itu, dalam menghadapi persoalan hidup. Dalam menghadapi masalah. Jangan membesar-besarkan. Jangan mempersulit diri. Hal ini, akan menambah masalah menjadi lebih seram. Tampak Lebih ngeri daripada kenyataan sebenarnya. Yakinlah, bahwa Allah Yang Mahateliti pasti telah mengukur ujian yang menimpa kita. Pasti sesuai dengan takaran yang tepat dan presisi. Sesuai dengan keadaan dan kemampuan kita.
      Keempat, evaluasi diri. Yaitu menilai diri kita sendiri. Hidup ini laksana suara gaung di pegunungan. Apa yang kita bunyikan, suara itu akan kembali kepada diri kita sendiri. Segala yang terjadi adalah hasil perilaku yang kita kerjakan. Allah berfirman dalam Alquran surat Alzalzalah. Surat ke-99 ayat 7 dan 8. “Siapa saja yang megerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat balasannya. Siapa saja yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia akan melihat balasannya.”
      Misalnya, sebuah kerikil mengenai kening kita. Kita harus rela. Kita pun harus merenung, mengapa Allah Swt. menimpakan kerikil ke kita. Lapangan sangat luas. Kepala begitu kecil. Mungkin itu peringatan bahwa kita sering lupa bersujud. Atau sujud kita lalai dari mengingat-Nya. Allah Swt. tidak mungkin menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Pasti ada hikmahnya. Jangan kita terjebak hanya menyalahkan orang lain.
      Sikap emosi hanya memberikan  sedikit nilai tambah bagi pribadi kita. Bahkan bisa menimbulkan masalah baru. Jadi, marilah kita jadikan setiap masalah untuk mengevaluasi diri. Memperbaiki diri kita.
      Kelima, hanya Allah penolong kita. Allah berfirman dalam Alquran surah Attalak. Yang bermakna “perceraian”. Surat ke-65 ayat 2 dan 3. “Siapa saja yang bertakwa kepada Allah. Akan diberikan  jalan keluar dari setiap urusannya. Diberi rezeki dari arah yang tidak diduga. Siapa saja yang bertakwa kepada Allah. Akan dicukupi segala keperluannya”.
      Sesungguhnya, segala sesuatu bisa terjadi. Berupa nikmat atau musibah. Hanya dengan izin Allah Swt. Meskipun manusia dan jin bergabung untuk menjanjikan sesuatu, tidak akan pernah berhasil. Apabila  Allah Swt. tidak mengizinkan. Oleh karena itu, manusia paling bodoh yang berharap dan takut kepada selain Allah Swt.
      Jadi, hanya Allah Swt. penolong kita. Manusia hanya berasal (maaf) setetes sperma. Berjalan kemana-mana membawa kotoran dalam perutnya. Kelak ujungnya akan menjadi bangkai. Pendek kata, kita jangan takut menghadapi masalah. Tetapi, takutlah tidak mendapat pertolongan dari Allah Swt.
      Dengan lima pedoman. Yaitu siap, rida, jangan mempersulit diri, evaluasi diri, dan hanya Allah Swt. penolong kita. Semoga membuat masalah yang ada menjadi jalan pendidikan. Agar  kita semakin dewasa. Meluaskan pengalaman. Juga, Melipatgandakan pahala. Amin.

0 comments:

Post a Comment