Saturday, May 27, 2017

81. BADUI MENGHISAB ALLAH

ORANG BADUI “MENGHISAB” ALLAH
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Dikisahkan, seorang Badui telah memeluk Islam. Sudah mengikrarkan “Dua Kalimat Syahadat”. Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah. Saya bersaksi Nabi Muhammad utusan Allah. Mengikuti jejak kepala sukunya.
     Si Badui masuk Islam. Hasil dakwah para pemimpinnya. Dia belajar cara beribadah agama Islam dari tokoh kabilahnya. Dia tergolong “ekonomi lemah”. Tidak pintar. Belum pernah bepergian ke luar dari “desa”nya. Dia orang “ndeso”. Tempat tinggalnya terpencil dan “adoh kawat”.
     Si Badui belum pernah ke Madinah. Belum pernah bertemu dengan Nabi. tidak mengenal wajah Nabi. Tetapi, dengan segala keterbatasannya. Dia sudah menjadi seorang  mukmin “yang baik”. Dia amat  mencintai Nabi Muhammad.
       Rombongan kabilah pergi ke Mekah. Melaksanakan ibadah umrah. Si Badui ikut dalam rombongan. Rombongan melaksanakan tawaf. Berkeliling Kakbah. Sebanyak tujuh kali. Berjalan kaki berlawanan arah jarum jam. Si Badui selalu “mengintil”. Mengikuti di belakang rombongannya.
      Si Badui terpisah dari rombongan. Dia tetap melaksanakan tawaf. Dia berjalan sambil berzikir, “Ya, Karim. Ya, Karim.” Berulang-ulang. Dia bukan orang cerdas. Tak mampu menghafal doa tawaf. Dia hanya membaca “Ya, Karim.” berulang-ulang.
     Tiba-tiba dia merasa ada yang mengikutinya. Berjalan “menempel” di belakangnya. Juga, mengucapkan “Ya, Karim.” seperti dirinya. Si Badui bergeser. Berpindah agak menjauh. Agar tidak diikuti orang tersebut.
      Dia menyangka orang itu mengolok-oloknya. Meskipun dia bergeser dan menjauh. Orang itu tetap “menempelnya”. Kemana pun dia bergerak. Orang itu selalu mengikutinya.
    Akhirnya, Si Badui berhenti. Berputar 180 derajat. Berbalik menghadap orang itu. Si Badui berkata,”Wahai, orang yang berwajah cerah, dan berbadan bagus. Apakah engkau memperolok-olokku? Demi Allah, engkau akan kulaporkan kepada kekasihku.”   “Siapakah kekasihmu itu?” jawab lelaki itu. Si Badui menjawab, “Nabiku, Nabi Muhammad Rasulullah.”
     Lelaki itu tampak tersenyum. Mendengarkan jawabannya. Lelaki itu bertanya, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu dengan Nabimu itu. Wahai saudaraku, Badui?” “Belum,” jawab Si Badui. 
      Lelaki itu berkata lagi,”Bagaimana mungkin engkau mencintainya. Padahal, engkau tak mengenalnya? Bagaimana pula keimananmu kepadanya?” “Aku beriman atas kenabiannya, walaupun aku tak pernah melihatnya. Aku membenarkan kerasulannya, meskipun aku tak pernah bertemu dengannya,” jawab Si Badui.
      Lelaki itu tersenyum lagi, “Wahai saudaraku orang Badui. Aku inilah Nabimu di dunia.  Pemberi syafaat kepadamu di akhirat kelak.” Memang, lelaki yang “mengintili” Si Badui adalah Nabi Muhammad. Nabi juga sedang melaksanakan umrah.
     Nabi mengikuti Si Badui tawaf. Beliau melihat Si Badui “polos” dan “unik”. Terpisah dari rombongannya. Tetapi, tampak begitu khusuk dalam melaksanakan tawaf.
    Si Badui memandang Nabi. Seakan tak percaya. Kaget bercampur gembira. Dia  terpana. Matanya berkaca-kaca. Dia mendekat kepada Nabi. Si Badui merendahkan badan, akan mencium tangan Nabi.   Nabi memegang pundaknya.
      Nabi berkata,”Wahai saudaraku orang Badui. Janganlah memperlakukanku, seperti orang asing memperlakukan rajanya. Sesungguhnya, Allah mengutusku bukan sebagai orang yang sombong dan sewenang-wenang. Allah mengutusku dengan kebenaran. Memberikan kabar gembira. Berupa kenikmatan di surga. Juga,  memberikan  peringatan. Pedihnya azab neraka.
      Si Badui berdiri termangu. Tampak jelas wajah kegembiraannya. Bisa berjumpa dengan Nabi. Tiba-tiba malaikat Jibril turun kepada Nabi. menyampaikan beberapa kalimat kepada Si Badui.
     “Wahai Badui, sesungguhnya kelembutan dan kemuliaan Allah. Ya, Karim. Yang Maha Pemurah. Maha Memberi tanpa diminta. Akan menghisab dan memperhitungkan segala perbuatan manusia.”
      Nabi menyampaikannya  kepada Si Badui. Badui berkata, “Apakah Allah akan menghisabku, Ya Rasulullah? Nabi menjawab, “Benar Allah akan menghisabmu. Jika Allah menghendaki.”
     Tiba-tiba Badui mengucapkan sesuatu yang tak terduga. “Demi kebesaran dan keagungan Allah. Jika Allah menghisabku. Aku juga akan menghisab Allah.” Nabi bersabda sambil tersenyum, “Wahai saudaraku, engkau menghisab Allah dalam hal apa?” 
     Si Badui menjawab,”Jika Allah menghisabku, atas dosaku. Aku akan menghisab Allah dengan Maha Pengampunan-Nya. Jika Allah menghisabku atas kemaksiatanku. Aku akan menghisab Allah atas Maha Pemaaf-Nya. Apabila Allah menghisabku atas kekikiranku. Aku akan menghisab Allah atas Maha Kedermawanan-Nya.”
     Nabi terharu mendengarkan jawaban Si Badui. Nabi meneteskan air mata. Sampai membasahi jenggot beliau. Jawaban yang sederhana. Menunjukkan betapa “akrabnya” Si Badui dengan Tuhan-Nya. Betapa tinggi “makrifatnya” kepada Allah. Padahal, dia belum pernah mendapatkan didikan langsung dari Nabi.
     Malaikat Jibril turun lagi.  Memberi tahu Nabi, “Wahai Muhammad, Allah mengirim salam kepadamu, dan berfirman,”Kurangi tangismu. Karena dapat memengaruhi para malaikat dalam bertasbih. Sampaikan kepada saudaramu, Si Badui. Dia tak perlu menghisab Allah. Karena Allah tak akan menghisabnya. Dia termasuk penghuni surga.”
Sumber :
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

0 comments:

Post a Comment