Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Saturday, May 27, 2017

81. BADUI MENGHISAB ALLAH

ORANG BADUI “MENGHISAB” ALLAH
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Dikisahkan, seorang Badui telah memeluk Islam. Sudah mengikrarkan “Dua Kalimat Syahadat”. Saya bersaksi tidak tuhan selain Allah. Saya bersaksi Nabi Muhammad utusan Allah. Mengikuti jejak kepala sukunya.
     Si Badui masuk Islam. Hasil dakwah para pemimpinnya. Dia belajar cara beribadah agama Islam dari tokoh kabilahnya. Dia tergolong “ekonomi lemah”. Tidak pintar. Belum pernah bepergian ke luar dari “desa”nya. Dia “ndeso”. Tempat tinggalnya terpencil dan “adoh kawat”.
     Si Badui belum pernah ke Madinah. Belum pernah bertemu dengan Nabi. tidak mengenal wajah Nabi. Tetapi, dengan segala keterbatasanya. Dia sudah menjadi seorang  mukmin “yang baik”. Dia amat  mencintai Nabi Muhammad.
       Rombongan kabilah pergi ke Mekah. Melaksanakan ibadah umrah. Si Badui ikut dalam rombongan. Rombongan melasanakan tawaf. Berkeliling Kakbah. Sebanyak tujuh kali. Berjalan kaki berlawanan arah jarum jam. Si Badui selalu “mengintil”. Mengikuti di belakang rombongannya.
      Si Badui terpsah dari rombongan. Dia tetap melaksanakan tawaf. Dia berjalan sambil berzikir, “Ya, Karim. Ya, Karim.” Berulang-ulang. Dia bukan orang cerdas. Tak mampu menghafal doa tawaf. Dia hanya membaca “Ya, Karim.” berulang-ulang.
     Tiba-tiba dia merasa ada yang mengikutinya. Berjalan “menempel” di belakangnya. Juga, mengucapkan “Ya, Karim.” seperti dirinya. Si Badui bergeser. Berpindah agak menjauh. Agar tidak diikuti orang tersebut.
      Dia menyangka orang itu mengolok-oloknya. Meskipun dia bergeser dan menjauh. Orang itu tetap “menempelnya”. Kemana pun dia bergerak. Orang itu selalu mengikutinya.
    Akhirnya, Si Badui berhenti. Berputar 180 derajat. Berbalik menghadap orang itu. Si Badui berkata,”Wahai, orang yang berwajah cerah, dan berbadan bagus. Apakah engkau memperolok-olokku? Demi Allah, engkau akan kulaporkan kepada kekasihku.”   “Siapakah kekasihmu itu?” jawab lelaki itu. Si Badui menjawab, “Nabiku, Nabi Muhammad Rasulullah.”
     Lelaki itu tampak tersenyum. Mendengarkan jawabannya. Lelaki itu bertanya, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu dengan Nabimu itu. Wahai saudaraku Badui?” “Belum,” jawab Si Badui. 
      Lelaki itu berkata lagi,”Bagaimana mungkin engkau mencintainya. Padahal, engkau tak mengenalnya? Bagaimana pula keimananmu kepadanya?” “Aku beriman atas kenabiannya, walaupun aku tak pernah melihatnya. Aku membenarkan kerasulannya, meskipun aku tak pernah bertemu dengannya,” jawab Si Badui.
      Lelaki itu tersenyum lagi, “Wahai saudaraku orang Badui. Aku inilah Nabimu di dunia.  Pemberi syafaat kepadamu di akhirat kelak.” Memang, lelaki yang “mengintili” Si Badui adalah Nabi Muhammad. Nabi juga sedang melaksanakan umrah.
     Nabi mengikuti Si Badui tawaf. Beliau melihat Si Badui “polos” dan “unik”. Terpisah dari rombongannya. Tetapi, tampak begitu khusuk dalam melaksakan tawaf.
    Si Badui memandang Nabi. Seakan tak percaya. Kaget bercampur gembira. Dia  terpana. Matanya berkaca-kaca. Dia mendekat kepada Nabi. Si Badui merendahkan badan, akan mencium tangan Nabi.   Nabi memegang pundaknya.
      Nabi berkata,”Wahai saudaraku orang Badui. Janganlah memperlakukanku, seperti orang asing memperlakukan rajanya. Sesungguhnya, Allah mengutusku bukan sebagai orang yang sombong dan sewenang-wenang. Allah mengutusku dengan kebenaran. Memberikan kabar gembira. Berupa kenikmatan di surga. Juga,  memberikan  peringatan. Pedihnya azab neraka.
      Si Badui berdiri termangu. Tampak jelas wajah kegembiraannya. Bisa berjumpa dengan Nabi. Tiba-tiba malaikat Jibril turun kepada Nabi. menyampaikan beberapa kalimat kepada Si Badui.
     “Wahai Badui, sesungguhnya. Kelembutan dan kemuliaan Allah. Ya, Karim. Yang Maha Pemurah. Maha Memberi tanpa diminta. Akan menghisab dan memperhitungkan segala perbuatan manusia.”
      Nabi menyampaikannya  kepada Si Badui. Badui berkata, “Apakah Allah akan menghisabku, Ya Rasulullah? Nabi menjawab, “Benar Allah akan menghisabmu. Jika Allah menghendaki.”
     Tiba-tiba Badui mengucapkan sesuatu yang tak terduga. “Demi kebesaran dan keagungan Allah. Jika Allah menghisabku. Aku juga akan menghisab Allah.” Nabi bersabda sambil tersenyum, “Wahai saudaraku, engkau menghisab Allah dalam hal apa?” 
     Si Badui menjawab,”Jika Allah menghisabku, atas dosaku. Aku akan menghisab Allah dengan Maha Pengampunan-Nya. Jika Allah menghisabku atas kemaksiatanku. Aku akan menghisab Allah atas Maha Pemaaf-Nya. Apabila Allah menghisabku atas kekikiranku. Aku akan menghisab Allah atas Maha Kedermawanan-Nya.”
     Nabi terharu mendengarkan jawaban Si Badui. Nabi meneteskan air mata. Sampai membasahi jenggot beliau. Jawaban yang sederhana. Menunjukkan betapa “akrabnya” Si Badui dengan Tuhan-Nya. Betapa tinggi “makrifatnya” kepada Allah. Padahal, dia belum pernah mendapatkan didikan langsung dari Nabi.
     Malaikat Jibril turun lagi.  Memberi tahu Nabi, “Wahai Muhammad, Allah mengirim salam kepadamu, dan berfirman,”Kurangi tangismu. Karena dapat mempengaruhi para malaikat dalam bertasbih. Sampaikan kepada saudaramu, Si Badui. Dia tak perlu menghisab Allah. Karena Allah tak akan menghisabnya. Dia termasuk penghuni surga.”
Sumber
1. Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2. Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3. Kisah Para Sahabat.

81. SEORANG BADUI MENGHISAB ALLAH

ORANG BADUI “MENGHISAB” ALLAH
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Dikisahkan, seorang Badui telah memeluk Islam. Sudah mengikrarkan “Dua Kalimat Syahadat”. Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah. Saya bersaksi Nabi Muhammad utusan Allah. Mengikuti jejak kepala sukunya.
     Si Badui masuk Islam. Hasil dakwah para pemimpinnya. Dia belajar cara beribadah agama Islam dari tokoh kabilahnya. Dia tergolong “ekonomi lemah”. Tidak pintar. Belum pernah bepergian ke luar dari “desa”nya. Dia orang “ndeso”. Tempat tinggalnya terpencil dan “adoh kawat”.
     Si Badui belum pernah ke Madinah. Belum pernah bertemu dengan Nabi. tidak mengenal wajah Nabi. Tetapi, dengan segala keterbatasanya. Dia sudah menjadi seorang  mukmin “yang baik”. Dia amat  mencintai Nabi Muhammad.
       Rombongan kabilah pergi ke Mekah. Melaksanakan ibadah umrah. Si Badui ikut dalam rombongan. Rombongan melasanakan tawaf. Berkeliling Kakbah. Sebanyak tujuh kali. Berjalan kaki berlawanan arah jarum jam. Si Badui selalu “mengintil”. Mengikuti di belakang rombongannya.
      Si Badui terpsah dari rombongan. Dia tetap melaksanakan tawaf. Dia berjalan sambil berzikir, “Ya, Karim. Ya, Karim.” Berulang-ulang. Dia bukan orang cerdas. Tak mampu menghafal doa tawaf. Dia hanya membaca “Ya, Karim.” berulang-ulang.
     Tiba-tiba dia merasa ada yang mengikutinya. Berjalan “menempel” di belakangnya. Juga, mengucapkan “Ya, Karim.” seperti dirinya. Si Badui bergeser. Berpindah agak menjauh. Agar tidak diikuti orang tersebut.
      Dia menyangka orang itu mengolok-oloknya. Meskipun dia bergeser dan menjauh. Orang itu tetap “menempelnya”. Kemana pun dia bergerak. Orang itu selalu mengikutinya.
    Akhirnya, Si Badui berhenti. Berputar 180 derajat. Berbalik menghadap orang itu. Si Badui berkata,”Wahai, orang yang berwajah cerah, dan berbadan bagus. Apakah engkau memperolok-olokku? Demi Allah, engkau akan kulaporkan kepada kekasihku.”   “Siapakah kekasihmu itu?” jawab lelaki itu. Si Badui menjawab, “Nabiku, Nabi Muhammad Rasulullah.”
     Lelaki itu tampak tersenyum. Mendengarkan jawabannya. Lelaki itu bertanya, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu dengan Nabimu itu. Wahai saudaraku Badui?” “Belum,” jawab Si Badui. 
      Lelaki itu berkata lagi,”Bagaimana mungkin engkau mencintainya. Padahal, engkau tak mengenalnya? Bagaimana pula keimananmu kepadanya?” “Aku beriman atas kenabiannya, walaupun aku tak pernah melihatnya. Aku membenarkan kerasulannya, meskipun aku tak pernah bertemu dengannya,” jawab Si Badui.
      Lelaki itu tersenyum lagi, “Wahai saudaraku orang Badui. Aku inilah Nabimu di dunia.  Pemberi syafaat kepadamu di akhirat kelak.” Memang, lelaki yang “mengintili” Si Badui adalah Nabi Muhammad. Nabi juga sedang melaksanakan umrah.
     Nabi mengikuti Si Badui tawaf. Beliau melihat Si Badui “polos” dan “unik”. Terpisah dari rombongannya. Tetapi, tampak begitu khusuk dalam melaksakan tawaf.
    Si Badui memandang Nabi. Seakan tak percaya. Kaget bercampur gembira. Dia  terpana. Matanya berkaca-kaca. Dia mendekat kepada Nabi. Si Badui merendahkan badan, akan mencium tangan Nabi.   Nabi memegang pundaknya.
      Nabi berkata,”Wahai saudaraku orang Badui. Janganlah memperlakukanku, seperti orang asing memperlakukan rajanya. Sesungguhnya, Allah mengutusku bukan sebagai orang yang sombong dan sewenang-wenang. Allah mengutusku dengan kebenaran. Memberikan kabar gembira. Berupa kenikmatan di surga. Juga,  memberikan  peringatan. Pedihnya azab neraka.
      Si Badui berdiri termangu. Tampak jelas wajah kegembiraannya. Bisa berjumpa dengan Nabi. Tiba-tiba malaikat Jibril turun kepada Nabi. menyampaikan beberapa kalimat kepada Si Badui.
     “Wahai Badui, sesungguhnya. Kelembutan dan kemuliaan Allah. Ya, Karim. Yang Maha Pemurah. Maha Memberi tanpa diminta. Akan menghisab dan memperhitungkan segala perbuatan manusia.”
      Nabi menyampaikannya  kepada Si Badui. Badui berkata, “Apakah Allah akan menghisabku, Ya Rasulullah? Nabi menjawab, “Benar Allah akan menghisabmu. Jika Allah menghendaki.”
     Tiba-tiba Badui mengucapkan sesuatu yang tak terduga. “Demi kebesaran dan keagungan Allah. Jika Allah menghisabku. Aku juga akan menghisab Allah.” Nabi bersabda sambil tersenyum, “Wahai saudaraku, engkau menghisab Allah dalam hal apa?” 
     Si Badui menjawab,”Jika Allah menghisabku, atas dosaku. Aku akan menghisab Allah dengan Maha Pengampunan-Nya. Jika Allah menghisabku atas kemaksiatanku. Aku akan menghisab Allah atas Maha Pemaaf-Nya. Apabila Allah menghisabku atas kekikiranku. Aku akan menghisab Allah atas Maha Kedermawanan-Nya.”
     Nabi terharu mendengarkan jawaban Si Badui. Nabi meneteskan air mata. Sampai membasahi jenggot beliau. Jawaban yang sederhana. Menunjukkan betapa “akrabnya” Si Badui dengan Tuhan-Nya. Betapa tinggi “makrifatnya” kepada Allah. Padahal, dia belum pernah mendapatkan didikan langsung dari Nabi.
     Malaikat Jibril turun lagi.  Memberi tahu Nabi, “Wahai Muhammad, Allah mengirim salam kepadamu, dan berfirman,”Kurangi tangismu. Karena dapat mempengaruhi para malaikat dalam bertasbih. Sampaikan kepada saudaramu, Si Badui. Dia tak perlu menghisab Allah. Karena Allah tak akan menghisabnya. Dia termasuk penghuni surga.”
Sumber
1.    Katsir, Ibnu. Kisah Para Nabi. Penerbit Pustaka Azzam. Jakarta 2011.
2.    Sahil, Azharuddin. Indeks Al-Quran. Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata dalam Al-Quran. Penerbit Mizan. Bandung 2007.
3.    Kisah Para Sahabat.

     
      


Friday, May 26, 2017

80. PAMONG 24 MEI 2017

HASL SELEKSI PAMONG PANJUNAN 24 MEI 2017

KASI PELAYANAN
1 RETNO PUSPITA M NILAI 323
2. SYAMROTUL JANNAH NILAI 319

KASI KESEJAHTERAAN
1 M FAISOL AG NILAI 352
2 M MIFTAHUL SOFFAN NILAI 294

KAUR TU & UMUM
1 DENOK SANCA P NILAI 328
2 OKTARIA TRI H NILAI 324

KAUR KEUANGAN
1 TRI UTAPIYANI NILAI 325
2 KURIAWATI NILAI 316

KASUN PANJUNAN
1 MOCH. MUHARDI NILAI 323
2 SUJATMIKO NILAI 293

KAUR PERENCANAAN
1 WAHYUDI ISMAIL NILAI 340
2 DYNA MARIANA NILAI 330

79. Bulan Ramadan

BULAN RAMADAN YANG ISTIMEWA
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Bulan Ramadan, bulan ke-9 dalam kalender Islam. Umat Islam diwajibkan berpuasa. Selama sebulan penuh. Sebanyak 29 atau 30 hari. Puasa Ramadan, rukun Islam ke-4. Rukun Islam merupakan tiang utama agama Islam. Mengikrarkan dua kalimat syahadat. Mendirikan salat. Berzakat. Berpuasa. Mengerjakan ibadah haji.
      Kalender Hijriah memuat 12 bulan. Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijjah.
      Kalender Hijriah. Kalender Islam. Dimulai sejak Nabi Muhammad hijrah. Dari Mekah ke Madinah. Bertepatan dengan tahun 622 Masehi. Perintah awal puasa Ramadan. Pada bulan Syakban. Sebulan sebelum bulan Ramadan. Tahun ke-2 Hijriah.
      Penentuan awal dan akhir sebuah hari. Termasuk penentuan sebuah tanggal. Kalender Masehi, berbeda dengan kalender Hijrah. Sistem kalender Masehi. Sebuah hari atau tanggal berakhir pukul 24.00, dan dimulai pukul 00.00 waktu setempat.  Pada sistem kalender Hijriah. Sebuah hari atau tanggal berakhir kala tenggelam matahari, dan diawali saat Magrib waktu setempat.
      Dasar hukum berpuasa Ramadan. Alquran surah Albaqarah. Bermakna sapi betina. Surah ke-2 ayat 183. “Hai orang-orang yang beriman. Diwajibkan atas kamu berpuasa. Sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. Agar kamu bertakwa.”
      Alquran menjelaskan kewajiban berpuasa. Tidak menegaskan perintah tersebut berasal dari Allah. Redaksi yang digunakan berbentuk pasif. “Diwajibkan atas kamu berpuasa”. Agaknya redaksi tersebut memang dipilih. Mengisyaratkan bahwa kewajiban berpuasa tidak harus datang dari Allah. Tetapi manusia itu sendiri akan mewajibkan dirinya sendiri.  Ketika menyadari manfaat dan kebaikan berpuasa.
      Penentuan awal Ramadan. Awal bulan ditentukan saat terjadinya hilal. Munculnya bulan sabit. Bentuk bulan melengkung menyerupai sabit. Bulan yang terbit pada tanggal satu bulan Kamariah.
      Metode  rukyat. Melihat munculnya bulan sabit dengan mata telanjang. Tentu saja, dilengkapi dengan alat teropong. Di lokasi tertentu. Yang tidak terhalang bangunan dan pepohonan. Umumnya, di sepanjang pantai tertentu.
      Metode hisab. Menggunakan perhitungan astronomi. Ilmu falak. Biasanya, Kementerian Agama Republik Indonesia dan Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode “rukyatul hilal”. Biasanya, Muhammadiyah menggunakan metode “hisab hakiki wujudul hilal”. Sedangkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Persatuan Islam (Persis) menggunakan kombinasi  rukyat dan hisab.
       Perbedaan metode dapat menghasilkan kesamaan. Juga, dapat memunculkan ketidaksamaan. Penentuan awal dan akhir bulan Ramadan bisa sama. Juga, bisa berlainan.
      Pengertian puasa. Menahan dari segala yang membatalkan. Selama satu hari. Sejak terbit fajar, sampai matahari terbenam. Dengan niat, dan beberapa syarat.
      Wajib berpuasa Ramadan. Wajib berarti harus dilakukan. Tidak boleh ditinggalkan. Orang yang Berakal. Memiliki daya pikir. Memahami sesuatu. Tidak gila. Tak sakit ingatan. Tak sakit jiwa. Akil Balig. Cukup umur. Bisa membedakan baik dan buruk.  Dewasa. Kuat berpuasa.
      Syarat sah puasa. Beragama Islam. Mumayiz. Dapat membedakan yang baik dan buruk. Suci dari haid. Keluar darah dari rahim wanita setiap bulan sebagai bagian siklus hidup biologisnya. Datang bulan. Menstruasi. Suci dari nifas. Darah yang keluar dari rahim wanita sesudah melahirkan. Bukan hari yang dilarang berpuasa. Misalnya, hari raya Idulfitri, hari raya Iduladha. Juga, hari tasyrik. Tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijah. Bulan Haji.
      Rukun berpuasa Ramadan. Berniat setiap malam. Sebelum berpuasa pagi harinya. Menahan dari segala hal yang membatalkan. Sejak terbit fajar, sampai terbenam matahari. Puasa sunah. Boleh berniat sebelum masuk salat Zuhur.
       Hal-hal yang membatalkan puasa. Sengaja makan atau minum. Sengaja muntah. Muntah tidak sengaja, tidak membatalkan puasa. Bersetubuh suami istri pada siang hari. Boleh hubungan suami isteri pada malam hari. Jika tertidur sampai masuk Subuh. Segera mandi junub. Mandi besar. Salat Subuh. Terus berpuasa Ramadan. Keluar  darah haid atau nifas, gila, atau keluar air mani karena terangsang lawan jenis pada siang hari. .
      Apabila keluar air mani karena bermimpi, tidak membatalkan puasa. Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan seperti hidung, telinga, dan lainnya. Ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama menganggap puasanya batal. Dikiaskan dengan makan dan minum. Sebagian lain menganggap tidak membatalkan puasa. Termasuk memasukkkan obat tidak melalui mulut. Misalnya, suntik tidak membatalkan puasa.
       Diizinkan tidak berpuasa Ramadan. Orang yang sakit. Jika berpuasa dikawatirkan bertambah parah. Harus mengganti puasa pada hari lain. Berusia lanjut. Belum tua, tapi kondisinya lemah. Wajib membayar fidiah. Memberi makanan seorang miskin.  Wanita Hamil atau menyusui. Jika khawatir kesehatan bayinya. Wajib mengganti puasa pada hari lain. Juga, dianjurkan memberi makan seorang miskin. Musafir. Perjalanan melebihi 81 km. Boleh tak berpuasa. Mengganti pada hari lain.
      Sunah puasa Ramadan. Segera berbuka, ketika Magrib.  Berbuka dengan kurma, minum air, atau suatu yang manis. Berdoa, ketika berbuka. Makan sahur. Mengakhirkan waktu makan sahur. Memberi makanan kepada orang berpuasa. Memperbanyak sedekah. Memperbanyak membaca, dan belajar Alquran.
      Hikmah puasa Ramadan. Mensyukuri nikmat Allah yang tidak terbatas. Melatih disiplin. Empati. Memahami orang lapar. Gampang membantu orang miskin. Mudah membantu orang susah. Membuat tubuh sehat. Membuat sehat fisik dan mental. Sehat jasmani dan rohani.
PUASA RAMADAN YANG ISTIMEWA
      Awal turunnya Alquran. Pada bulan Ramadan. Malam lailatulkadar. Malam kemuliaan. Malam turunnya wahyu Allah pertama kali. Apabila seseorang beramal kebaikan pada malam itu, berpahala berlipat ganda. Setara beramal seribu bulan.
      Semua dosa tahun lalu diampuni. Nabi Bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah. Akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
      Meningkatkan takwa. Kesalehan hidup. Terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah. Keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan melaksanakan perintah Allah. Menjauhi segala larangan-Nya.
      Ramadan disebut “Syahrus Syiyam”. Bulan berpuasa. Diwajibkan berpuasa sebulan penuh.  Ramadan juga disebut “Syahrul Qiyam”. Bulan Qiyamullail. Disunahkan menghidupkan salat tarawih. Memperbanyak membaca dan belajar Al-Quran. Zikir, dan  iktikaf di Masjid. Terutama sepuluh malam terakhir.
      Ramadan diberi gelar “Syahrul Quran”. Bulan Alquran. Alquran diturunkan pertama kali dalam bulan Ramadan. Nama lain Ramadan “Syahrul Infak”. Bulan infak. Pahala infak dan sedekah amat besar. Nabi Muhammad memberi contoh meningkatkan kedermawanannya pada bulan Ramadan. Ramadan juga disebut “Syahrut Tarbiyah”. Bulan pembelajaran. Nabi  Muhammad sering tadarus dengan Malaikat Jibril.    
      Ramadan dinamakan “Syahrul Jihad”. Bulan jihad. Banyak  peristiwa jihad terjadi dalam Ramadan. Antara lain,  Perang Badar terjadi ketika Nabi Muhammad berusia 55 tahun. Penaklukan Mekah ketika Rasulullah berusia 61 tahun. Bersama sekitar 10.000 pasukan muslim menguasai kota Mekah. Tanpa pertumpahan darah. Masih banyak peristiwa sejarah umat Islam yang terjadi pada bulan Ramadan.
       Termasuk kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945 bertepatan dengan Jumat Legi pada bulan Ramadan. Bulan Ramadan memang istimewa.

Wednesday, May 24, 2017

78. NABI MUSA

NABI MUSA INGIN MELIHAT ALLAH.
MENGAPA ALLAH TAK BISA DILIHAT?
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Alquran surah Al-A’raf. Bermakna “Tempat tertinggi”. Surah ke-7 ayat 143. “Tatkala Musa datang bermunajat kepada Kami. Pada waktu yang telah Kami tentukan. Tuhan berfirman (langsung) kepadanya. Musa berkata, "Ya Tuhanku. Tampakkan (diri Engkau) kepadaku. Agar aku dapat melihat Engkau". Tuhan berfirman,"Kamu tidak akan sanggup melihat-Ku. Tetapi lihatlah ke bukit itu. Jika dia tetap di tempatnya seperti semula. Niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu. Dijadikan gunung itu hancur luluh. Musa jatuh pingsan. Setelah Musa sadar kembali. Dia berkata,"Maha Suci Engkau. Aku bertobat kepada Engkau. Aku orang yang pertama kali beriman".
      Alquran surah Al-Mulk. Surah ke-67 ayat 3. “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Lihatlah berulang-ulang. Apakah kamu melihat sesuatu yang tidak presisi?”
      Alquran surah Ath-Thallaq. Surah ke-65 ayat 12. “Allah menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya. Agar kamu mengetahui Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sungguh, ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.”  
     Mengapa Allah tidak bisa dilihat? Mengapa manusia tidak mampu melihat Allah? Salah satu Jawabannya adalah “Allahu akbar”. Allah Yang Maha Lebih Besar.
      Emha Ainun Nadjib menjelaskan perbedaan “kabir” dan “akbar”. Perbedaan “Allahu kabir” dengan “Allahu akbar”.
     Bahasa Arabnya “besar” adalah “kabir”, dengan “bir” panjang untuk Allah dan “ka” panjang untuk selain Allah. “Akbar” bermakna “lebih besar”.
      “Allahu kabir” berarti “Allah Yang Maha Besar.” Sedangkan “Allahu Akbar” bermakna “Allah Yang Maha Lebih Besar”.
      Allah itu selalu maha lebih besar. Terus maha lebih besar. Seirama dengan dinamika penghayatan manusia. Hamba Allah selalu berkembang pengalaman hidupnya. Sehingga manusia menemukan tanpa henti. Allah selalu maha lebih besar. Dibandingkan  yang dirasakan manusia sebelumnya. Begitu seterusnya.
      Khalid Basalamah menjelaskan makna “Allahu akbar.” Mengapa Allah tidak bisa dilihat? Karena Allah “Maha Amat Sangat Besar Sekali”. Allah “Maha Sangat Luar Biasa Besar Sekali”.
      Nabi bersabda, “Perumpamaan besarnya bumi dibandingkan dengan besarnya langit pertama. Bagaikan sebuah cincin diletakkan di lautan padang pasir.
.       Berapakah luasnya langit pertama? Bumi, bulan, matahari, planet, dan bintang kemintang. Yang kita lihat setiap hari. Semuanya berada di bawah langit pertama. Para ilmuwan belum mengetahui batas terjauh langit pertama. Langit pertama belum diketahui batasnya. Sampai sekarang.
      Nabi bersabda, “Perumpamaan luasnya langit pertama beserta isinya dibandingkan dengan luasnya langit kedua. Bagaikan sebuah cincin diletakkan di lautan padang pasir.
      Besarnya langit ke-3. Yang berisi langit ke-1 dan ke-2, beserta isinya dibandingkan dengan besarnya langit ke-4. Seperti sebuah cincin dibuang di lautan padang pasir. Begitu seterusnya. Sampai langit ke-7. 
      Di atas langit ke-7 terdapat langit ke-8. Berupa lautan air. Luasnya langit ke-7, yang berisi langit ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dibandingkan dengan langit ke-8.  Ibarat sebuah cincin dilemparkan ke lautan padang pasir.
      Di atas langit ke-8. Terdapat “Arsy”, tempat Allah “bertahta”.  Sungguh, “Allahu akbar”. “Allah Maha Lebih Besar. “ Allah Yang Maha Mengetahui.
Ya Allah, ampunilah dosa, kesalahan, dan kelemahan kami. Amin.

Tuesday, May 23, 2017

78. NABI MUSA

NABI MUSA INGIN MELIHAT ALLAH.
MENGAPA ALLAH TAK BISA DILIHAT?
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Alquran surah Al-A’raf. Bermakna “Tempat tertinggi”. Surah ke-7 ayat 143. “Tatkala Musa datang bermunajat kepada Kami. Pada waktu yang telah Kami tentukan. Tuhan berfirman (langsung) kepadanya. Musa berkata, "Ya Tuhanku. Tampakkan (diri Engkau) kepadaku. Agar aku dapat melihat Engkau". Tuhan berfirman,"Kamu tidak akan sanggup melihat-Ku. Tetapi lihatlah ke bukit itu. Jika dia tetap di tempatnya seperti semula. Niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu. Dijadikan gunung itu hancur luluh. Musa jatuh pingsan. Setelah Musa sadar kembali. Dia berkata,"Maha Suci Engkau. Aku bertobat kepada Engkau. Aku orang yang pertama kali beriman".
      Alquran surah Al-Mulk. Surah ke-67 ayat 3. “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu tidak akan melihat ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Lihatlah berulang-ulang. Apakah kamu melihat sesuatu yang tidak presisi?”
      Alquran surah Ath-Thallaq. Surah ke-65 ayat 12. “Allah menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya. Agar kamu mengetahui Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sungguh, ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu.”  
     Mengapa Allah tidak bisa dilihat? Mengapa manusia tidak mampu melihat Allah? Salah satu Jawabannya adalah “Allahu akbar”. Allah Yang Maha Lebih Besar.
      Emha Ainun Nadjib menjelaskan perbedaan “kabir” dan “akbar”. Perbedaan “Allahu kabir” dengan “Allahu akbar”.
     Bahasa Arabnya “besar” adalah “kabir”, dengan “bir” panjang untuk Allah dan “ka” panjang untuk selain Allah. “Akbar” bermakna “lebih besar”.
      “Allahu kabir” berarti “Allah Yang Maha Besar.” Sedangkan “Allahu Akbar” bermakna “Allah Yang Maha Lebih Besar”.
      Allah itu selalu maha lebih besar. Terus maha lebih besar. Seirama dengan dinamika penghayatan manusia. Hamba Allah selalu berkembang pengalaman hidupnya. Sehingga manusia menemukan tanpa henti. Allah selalu maha lebih besar. Dibandingkan  yang dirasakan manusia sebelumnya. Begitu seterusnya.
      Khalid Basalamah menjelaskan makna “Allahu akbar.” Mengapa Allah tidak bisa dilihat? Karena Allah “Maha Amat Sangat Besar Sekali”. Allah “Maha Sangat Luar Biasa Besar Sekali”.
      Nabi bersabda, “Perumpamaan besarnya bumi dibandingkan dengan besarnya langit pertama. Bagaikan sebuah cincin diletakkan di lautan padang pasir.
.       Berapakah luasnya langit pertama? Bumi, bulan, matahari, planet, dan bintang kemintang. Yang kita lihat setiap hari. Semuanya berada di bawah langit pertama. Para ilmuwan belum mengetahui batas terjauh langit pertama. Langit pertama belum diketahui batasnya. Sampai sekarang.
      Nabi bersabda, “Perumpamaan luasnya langit pertama beserta isinya dibandingkan dengan luasnya langit kedua. Bagaikan sebuah cincin diletakkan di lautan padang pasir.
      Besarnya langit ke-3. Yang berisi langit ke-1 dan ke-2, beserta isinya dibandingkan dengan besarnya langit ke-4. Seperti sebuah cincin dibuang di lautan padang pasir. Begitu seterusnya. Sampai langit ke-7. 
      Di atas langit ke-7 terdapat langit ke-8. Berupa lautan air. Luasnya langit ke-7, yang berisi langit ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, ke-6, dibandingkan dengan langit ke-8.  Ibarat sebuah cincin dilemparkan ke lautan padang pasir.
      Di atas langit ke-8. Terdapat “Arsy”, tempat Allah “bertahta”.  Sungguh, “Allahu akbar”. “Allah Maha Lebih Besar. “ Allah Yang Maha Mengetahui.
     Ya Allah, ampunilah dosa, kesalahan, dan kelemahan kami. Amin.

Monday, May 22, 2017

77. PASUKAN GAJAH

PASUKAN GAJAH ABRAHAH,
GAGAL MENYERANG KAKBAH
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

      Abrahah, seorang Gubernur Najashi di Yaman. Wakil Raja Najashi di Habasyah, sekarang Etiopia di benua Afrika. Abrahah membangun gereja raksasa. Sebuah bangunan gereja terbesar di bumi. Yang belum pernah dibangun sebelumnya. Gubernur Abrahah berkirim surat kepada Raja Najashi. Menceritakan ambisi besarnya.
    Gubernur Abrahah “bermimpi besar”. Semua bangsa Arab datang. Mengunjungi gereja mereka. Untuk melaksanakan “ibadah haji”. Ingin “menandingi” Kakbah di Mekah.
     Bangsa Arab mengetahui pembangunan gereja besar. Kinani, seorang badui suku Bani Fukaim “cemburu”. Dia mendatangi gereja raksasa. Melaburi gereja dengan kotoran manusia. Gubernur Abrahah murka. 
    Gubernur Abrahah menyiapkan pasukan. Abrahah menunggang gajah putih besar. Diikuti 13 gajah lainnya. Membawa 60.000 pasukan perang. Bersenjata lengkap. Berangkat dari Yaman, menuju Mekah. Bertujuan menghancurkan Kakbah.
     Bangsa Arab ketakutan. Dzu Nafar, seorang raja “pribumi” Yaman. Mecoba melawan pasukan Abrahah. Pasukan Dzu Nafar kalah. Dia menjadi tawanan perang.  Beberapa suku mencoba melawan Abrahah. Tetapi, kalah dan menjadi tawanan.
     Pasukan Abrahah berhenti di luar Mekah. Mengirimkan pasukan berkuda masuk Mekah. Merampas harta kekayaan penduduk Mekah. Termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muththalib, kepala suku Quraisy.
      Abrahah mengirim utusan. Menemui pemimpin Mekah. Pasukan Abrahah tidak ingin berperang. Hanya bertujuan menghancurkan Kakbah. Abdul Muththalib menghadap Gubernur Abrahah.
      Abdul Muththalib, kepala suku Quraisy.  Seorang yang tampan, dan berwibawa. Raja Abrahah menyambutnya. Raja Abrahah turun dari tahtanya. Duduk di permadani mendekati Abdul Muththalib.
     Raja Abrahah berdialog lewat penerjemah. Abdul Muththalib berkata, “Kami hanya ingin harta yang dirampas dikembalikan. Termasuk 200 ekor unta milik saya,”  Abrahah kecewa, “Pertama aku melihatmu, aku kagum kepadamu.  Namun, sekarang memudar. Kamu hanya mengharapkan 200 ekor unta dikembalikan!”
     Raja Abrahah melanjutkan, “Kamu membiarkan Kakbah, yang merupakan simbol agamamu saya hancurkan?” Abdul Muththalib menjawab, “Saya pemilik unta. Sedangkan Kakbah ada pemiliknya yang akan melindungi.”  Abrahah berkata, “ Tak mungkin bisa berlindung dari serangan pasukanku.”
     Abdul Muththalib kembali ke Mekah. Semua harta kekayaan yang dirampas dikembalikan. Termasuk 200 ekor unta. Semua penduduk keluar rumah. Bersembunyi di atas gunung. Daerah Kakbah dan sekitarnya kosong.
     Pasukan Abrahah bersiap menghancurkan Kakbah. “Mahmud’, nama gajah putih besar. Yang ditunggangi Abrahah. Tidak mau berdiri. Gajah “Mahmud” tetap “menderum”. Gajah berlutut dengan kedua kaki depan, atau keempat kakinya.
    Gajah dipukul kepalanya dengan besi. Tetap tak mau berdiri. Perutnya dipukul dengan “mahjan”. Tetap tak bergeming. “Mahjan” berupa tongkat bengkok untuk menekan perut gajah.
      “Kepala suku” gajah diarahkan ke selatan. Balik ke arah Yaman. Gajah berdiri dan berlari. Gajah diarahkan ke Mekah. Dia menderum lagi.   Hal demikian, terjadi berkali-kali. Gajah “Mahmud” menolak berjalan ke arah Mekah.
    Muncul ribuan burung “walet” dan “jalak”. Membawa ribuan kerikil panas. Setiap burung membawa tiga butir kerikil. Seukuran kacang. Dua butir kerikil dijepit kaki, satu butir kerikil di “moncong” burung.
     Pasukan Abrahah kocar-kacir. Mereka berhamburan. Setiap orang yang terkena kerikil langsung tewas. Pasukan penyerbu “balik kucing” kembali ke Yaman.
     Gubernur Abrahah terkena kerikil. Dia dipandu pulang ke Yaman. Setiap bergerak, jari-jarinya berjatuhan. Abrahah mati, tubuhnya terbelah. Pasukan gajah Abrahah gagal menghancurkan Kakbah. Alhamdulillah
      Alquran surah Alfil. Yang berarti “gajah”. Surah ke-105 ayat 1-5. “Apakah kamu tidak memperhatikan? Bagaimana Tuhanmu bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Kakbah) sia-sia? Dia mengirimkan burung yang berbondong-bondong. Melempari mereka dengan batu. Berasal dari tanah yang terbakar. Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.  
Daftar Pustaka
1. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
4. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penerbit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
5. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.