DAVID
WONG ISLAM RAMAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. Halo
perkenalkan saya David Fong.
2. Saya
seorang non muslim dan keturunan chinese.
3. Ini
tulisan pribadi saya, tidak mewakili etnis/golongan tertentu.
4. Saya
hanya ingin sekedar menulis perspektif saya mengenai Islam dan radikalisme
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya.
5. Saya
agak risih ketika banyak di lingkungan dekat saya, teman-teman ataupun beberapa
keluarga yg menggangap bahwa menggangap Islam itu agama mayoritas yg radikal
dan intoleran.
6. Banyak
dari mereka hanya menilai sepintas atau termakan framing media mengenai
berita-berita yg menyudutkan Islam.
7. Saya
pribadi tidak percaya bahwa Islam itu radikal dan intoleran.
8. Saya
akan jelaskan dibawah ini kenapa saya tidak percaya dan menentang stigma itu.
9. Saya
lahir di Jakarta, tetapi oleh karena lingkungan yg tidak baik dan kondusif bagi
anak anaknya maka orang tua saya memutuskan untuk pindah dari Jakarta ke Daerah
perbatasan antara Depok dengan Bogor.
10. Di
lingkungan saya tumbuh, kebetulan hanya keluarga saya yang non muslim.
11. Jadi
satu desa itu semuanya beragama muslim.
12. Orangtua
saya menyekolahkan saya di sebuah sekolah dasar negeri di daerah tersebut.
13. Dari
kelas 1 sampai kelas 6 SD hanya saya dan adik sayalah yg non muslim.
14. Di
sekolah, karena tidak ada guru yg Kristen maka saya dan adik saya mengikuti
pelajaran agama Islam disekolah.
15. Sebelum
mulai dan sesudah kelas kami di ajarkan berdoa dg doa Islam, (sampai sekarang
saya masih hafal doanya).
16. Saya
belajar banyak mengenai agama Islam.
17. Beberapa
pelajaran yg masih saya ingat sampai sekarang adalah kisah 25 Nabi dan 25
rasul, beberapa huruf bahasa arab, 5 rukun Islam, dll.
18. Bahkan
guru saya sering menjadikan saya contoh untuk memotivasi teman teman saya
sekelas.
19. Nilai
ujian agama Islam teman-teman saya tidak boleh dibawah nilai ujian saya.
20. Pernah
beberapa kali nilai saya 80.
21. Ada
beberapa teman-teman saya nilainya dibawah itu dan mereka malu sama saya.
22. Pulang
sekolah saya biasa bermain dengan tetangga di sekitar rumah.
23. Tidak
pernah sekalipun saya di musuhi, diejek, dihina oleh teman teman saya yg
beragama Islam atau mayoritas.
24. Dan
juga setiap lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, tetangga saya sering memberikan
makanan buat keluarga saya, makanan seperti ketupat, daging kambing, Rendang,
opor ayam dan kue kue lebaran.
25. Saya
sangat menikmati toleransi dan keakraban ber tetangga, walaupun kita berbeda
agama dan suku.
26. Berdasarkan
pengalaman dan romantisme itu, maka saya sangat terusik dan gusar jika ada yang
mengatakan Islam itu garis keras, intoleran, Islam itu tidak menghargai
minoritas, membenci non muslim dan sebagainya.
27. Belum
lagi beberapa pertanyaan yg sering muncul dari teman-teman saya yg non muslim,
emang lu gk liat tuh bom Bali, bom Thamrin, pembakaran gereja, pengusiran
ibadah, perang agama di Maluku, ISIS, dan sebagainya.
28. Apa
jawaban saya?
29. Itu
hanya setitik debu dari luasnya padang pasir.
30. Artinya
hanya segelintur saja dari banyaknya toleransi yg mereka lakukan.
31. Itupun
kalo mau ditelusuri lebih lanjut, mereka semua bukan Islam yg taat mempelajari
dan mempraktekkan apa yg diajaran oleh agama Islam.
32. Setelah
lulus Sekolah menengah pertama, saya melanjutkan studi saya ke Manado, daerah
yg mayoritas Kristen disana.
33. Setelah
sekitar 7 tahun saya di Manado, saya balik ke Jakarta untuk bekerja dan
berkarir.
34. Stigma
Islam radikal dan intoleran itu masih sering muncul.
35. Bahkan
dari beberapa orang Islam itu sendiri.
36. Untuk
itulah saya memutuskan hadir dan mengikuti serangkaian acara reuni 212 di tahun
2018.
37. Untuk
memastikan apakah kenangan dan pengalaman saya 7-8 tahun yang lalu masih
berlaku.
38. Saya
pergi ke sana tidak menyamar dengan memakai peci ataupun atribut atribut Islami.
39. Saya
hadir dengan baju merah dan mata sipit saya (hehe).
40. Ada
beberapa teman saya memperingatkan saya untuk tidak hadir untuk alasan
keselamatan.
41. Saya
tidak peduli, saya ingin buktikan bahwa apa yg saya alami masih berlaku sampai
sekarang.
42. Sepanjang
perjalanan saya bertemu ribuan orang yg lalu lalang disekitar area monas.
43. Saya
pikir saya akan di lihat dengan aneh, dan tatapan sadis, ternyata justu
sebaliknya mereka senyum dan menyapa saya dengan hangat.
44. Ada
beberapa bahkan yg memberi saya minum karena melihat saya kehausan.
45. Setelah
acara tersebut saya nge tweet
46. dan
responnya sungguh diluar dugaan, banyak sekali yg retweet dan like bahkan ada
beberapa media online yg menuliskan beritanya
47. Ini
salah satunya: 👇
48. https://www.portal-islam.id/2018/12/datang-ke-reuni-akbar-212-tanpa.html?m=1
49. Itulah
toleransi yg sesungguhnya, itulah Islam sesungguhnya yg saya kenal.
50. Islam
yg rahmatan lil alamin.
51. Seperti
kata Ustad Abdul Somad, “walaupun kita tidak saudara seiman tetapi kita tetap
saudara sebangsa dan setanah air”.
52. Ayolah
hentikan Islamophobia.
53. Daripada
saling memberi cap kelompok ini radikal kelompok ini intoleran, kelompok ini
Pancasilais kelompok ini Khilafah itu justru yg membuat kita terpecah belah
sebagai bangsa.
54. Saya
pribadi sangat menyayangkan apa yg disampaikan Prof Mahfud MD.
55. Beliau
justru memecah belah ditengah kerukunan dan toleransi di Indonesia.
56. Bukankah
perbedaan itu indah?
57. Bukankah
perbedaan itu anugrah.
58. Yang
penting bukanlah perbedaan itu sendiri tetapi yang paling penting itu adalah
didalam perbedaan kita saling menghargai dan menghormati.
59. Balik
lagi ke judul artikel ini, jika ada pertanyaan yg mengatakan Islam itu radikal.
60. Dengan
tegas dan gamblang saya mengatakan TIDAK.
61. Salam
hangat dan persaudaraan dari saya.
David
Fong
(Sumber:
internet)
0 comments:
Post a Comment