Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label ABU DZAR ALGHIFARI TOKOH PREMAN YANG MASUK ISLAM. Show all posts
Showing posts with label ABU DZAR ALGHIFARI TOKOH PREMAN YANG MASUK ISLAM. Show all posts

Saturday, March 20, 2021

9007. ABU DZAR ALGHIFARI TOKOH PREMAN YANG MASUK ISLAM

 


ABU DZAR ALGHIFARI TOKOH PREMAN YANG MASUK ISLAM

Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

 

 

      Abizar Al-Ghifari atau Abu Dzar AlGhifari lahir dengan nama Jundub bin Al-Ghifari.

 

 

 

Ayahnya bernama Junadah Al-Ghifari.

 

 

 

Ibunya bernama Ramla binti Al-Waqik.

 

 

Berasal dari suku Ghifari.

 

 

Daerah yang jauh di luar Mekah, Arab Saudi.


Abu Dzar Al-Ghifari termasuk “Assabiqunal Awwalun”.

 

 

 

Orang-orang yang terdahulu dan pertama masuk Islam.

 

 

 

Abu Dzar Al-Ghifari menentang pemujaan berhala.

 

 


Ketika mendengar kabar.

 

 

 

Ada Nabi yang mencela penyembahaan berhala.

 

 

 

Dia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekah.

 

 

 

 

Untuk menyatakan keislamannya.

 

 

 

 Abu Dzar Al-Ghifari orang dewasa ke-6 yang masuk Islam pertama kali.

 

 


Abu Dzar Al-Ghifari bercerita kepada Nabi.

 

 

 

Dia berasal dari suku Ghifari.

 

 

 

Nabi tersenyum mendengarnya.

 

 

 

  Bani Ghifari terkenal sebagai kelompok “preman”.

 

 

 

Sering merampok kafilah dagang.

 

 

 Di belantara padang pasir.


 Bani Ghifari mahir berperang.

 

 

 

 Ahli berkuda.

 

 

 

Piawai melakukan perjalanan malam hari.

 

 

 

Mereka amat ditakuti para kafilah dagang.

 

 

 

Nabi semakin kagum.

 

 

 

Abu Dzar Al-Ghifari datang sendirian dan menyatakan masuk Islam.

 

 


Nabi masih berdakwah secara rahasia.

 

 

 

Nabi bersabda,

 

 

 

”Sungguh, Allah memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.”

 

 

 

Nabi berpesan kepada Abu Dzar Al-Ghifari.

 

 

 

Untuk sementara, agar menyembunyikan keislamannya.

 

 

 

 Supaya dia segera kembali kepada kaumnya.

 

 


Abu Dzar Al-Ghifari seorang perantau.

 

 

 

Dia bepergian sendirian.

 

 

 

Sangat berbahaya, bila diketahui memeluk Islam.

 

 

 

Dia amat menentang penyembahan berhala. 

 

 

 

Abu Dzar Al-Ghifari memahami pesan Nabi.

 

 


Tetapi, Abu Dzar Al-Ghifari mantan “preman”.

 

 

 Tak mempunyai perasaan takut.

 

 

 

 Berjiwa pemberontak.

 

 

 

Dia berjanji,

 

 

 

”Demi Tuhan, yang menguasai jiwaku.

 

 

Aku tak akan pulang sebelum meneriakkan keislamanku.”

 

 


 Abu Dzar Al-Ghifari berjalan ke arah Masjidil-Haram.

 

 

 

Dia berteriak dengan lantang.

 

 

 

 Dengan suara sekeras-kerasnya.

 

 

 

 ”Asyhadu anlailaha illallah.

 

 

 Waasyhadu anna Muhammadar Rasulullah.”

 

 

 

Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah.

 

 

 

Saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah.

 

 

Itulah kumandang suara ikrar “Syahadat” yang pertama kali dilantunkan dengan keras di Mekah. 

 

 

 

Pertama kali di bumi.

 

 

Diteriakkan di depan masyarakat umum.

 

 

Kaum Quraisy langsung mengeroyoknya.

 

 

Hingga Abu Dzar Al-Ghifari pingsan.

 

 


Abbas bin Abdul Muththalib, paman Nabi.

 

 

 

Belum menyatakan masuk Islam.

 

 

 

 Meskipun, sudah mencintai Islam.

 

 

Berkata diplomatis,

 

 

 

”Wahai kaum Quraisy, dia berasal dari Bani Ghifari.

 

 

 

Kalian pedagang yang sering melewati daerah mereka.

 

 

 Bagaimana jika mereka tahu.

 

 

 Kalian telah menyiksanya?”

 

 

 


Abu Dzar Al-Ghifari dilepaskan.

 

 

 

 Hari berikutnya.

 

 

 

Dia melakukan hal sama.

 

 

 

 Melantunkan dengan keras ikrar “Dua Kalimat Syahadat”.

 

 

Kaum Quraisy mengeroyoknya lagi.

 

 

Nabi memerintahkan Abu Dzar Al-Ghifari kembali ke kaumnya.

 

 


Abu Dzar Al-Ghifari berdakwah kepada kaumnya, Bani Ghifar.

 

 

 

 

 Juga, kepada tetangganya, Bani Aslam. 

 

 

 

Beberapa tahun kemudian.

 

 

 

 

Nabi berada di Madinah.

 

 

 

 Berdatangan rombongan besar manusia.

 

 

 

Terdengar suara gemuruh.

 

 

 

Mereka meneriakkan suara takbir.

 

 


Rombongan Bani Ghifar dan Bani Aslam datang.

 

 

 

Kedua rombongan besar menghadap Nabi.

 

 

 

Dua kabilah “berkamuflase”.

 

 

 

 Gerombolan perampok menjadi pembela Islam.

 

 

 

Nabi menyambut kedatangan mereka.

 

 

 

Dengan perasaan terharu.

 

 

Dengan mata berkaca-kaca.

 

 


 Nabi menyambut Bani Ghifar.

 

 

 

 Nabi bersabda,

 

 

”Bani Ghifar telah diampuni Allah.” 

 

 

Nabi berpaling menghadap Bani Aslam.

 

 

 

Nabi bersabda,

 

 

 

”Bani Aslam telah diterima dengan selamat oleh Allah.”

 

 


Tahun ke-9 Hijriah.

 

 

 

Nabi berumur 62 tahun.

 

 

 

Terjadi Perang Tabuk.

 

 

 

Perang yang terkenal dengan “Jaisyul Usrah” atau “Perang di masa sulit”.

 

 

 

Beberapa orang tertinggal dari rombongan Nabi.

 

 

 

Salah seorang yang tertinggal ialah Abu Dzar Al-Ghifari.

 

 


Pasukan Nabi beristirahat.

 

 

 

 Seorang sahabat melaporkan.

 

 

 

 Tampak dari kejauhan.

 

 

Seorang berjalan sendirian.

 

 

Nabi bersabda,

 

 

 

”Semoga itu Abu Dzar Al-Ghifari.”

 

 

 

 

Ternyata benar.

 

 

Dia memanggul perbekalan di punggungnya.

 

 

Wajahnya tampak kelelahan.

 

 

 Tetapi, dia sumringah, karena  bisa bertemu Nabi.

 

 

 


Nabi menatapnya dengan kagum.

 

 

 

 Tersenyum penuh santun dan kasih.

 

 

 

Nabi bersabda,

 

 

 

”Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Abu Dzar Al-Ghifari.

 

 

Dia berjalan sendirian,  meninggal sendirian.

 

 

 

Dan akan dibangkitkan sendirian.”

 

 

 


Nabi memahami watak Abu Dzar Al-Ghifari.

 

 

 

Sebagai mantan “preman”.

 

 

 

Dia hidup  dalam lingkungan yang “keras”.

 

 

 

Nabi pernah bertanya,

 

 

 

“Wahai Abu Dzar Al-Ghifari.

 

 

 

 Bagaimana pendapatmu jika ada pemimpin yang mengambil upeti untuk keperluan pribadinya?”

 

 


Abu Dzar Al-Ghifari menjawab dengan tegas,

 

 

 

”Demi Allah, yang telah mengutus engkau dengan kebenaran.

 

 

 

Aku akan meluruskan dengan pedangku.”

 

 

 

Nabi tersenyum,

 

 

 

“Maukah kamu, saya beri jalan yang lebih baik?”

 

 

 

Abu Dzar mengangguk.

 

 

 

 “Bersabarlah engkau, sampai menjumpai aku,” sabda Nabi.

 

 

 
Abu Bakar dan Umar bin Khattab menjadi khalifah.

 

 

 

Abu Dzar tak terusik.

 

 

 

Usman bin Affan menjadi khalifah.

 

 

 

Dia mulai terusik dengan gaya hidup mewah.

 

 

Mengikuti gaya hidup Persia dan Romawi.

 

 

 

Nabi melarangnya menggunakan pedang.

 

 

Tetapi, Nabi tak melarang memakai lidah dan nasihat.


Abu Dzar Al-Ghifari mulai “mengkritik” penguasa. 

 

 

Dia melihat jurang perbedaan kaya dan miskin.

 

 

 

Dia sering mengutip Al-Quran surah At-Taubah (surah ke-9) ayat 34-35.

 

 

 

 

 

 

“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya sebagian besar orang alim Yahudi dan rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil. Mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. Beritahukan kepada mereka, mereka akan mendapat siksa yang pedih.

 

 

 


 Pada hari dipanaskan emas perak dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka:"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Rasakan sekarang akibat yang kamu simpan itu".

 

 

 

 

 


Abu Dzar Al-Ghifari mengasingkan diri ke pedalaman Rabadzah.

 

Jauh di luar Madinah.

 

 

 

Abu Dzar Al-Ghifari meninggal di Rabadzah.

 

 

 

 


Daftar Pustaka


1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2017.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2017.   
4. Kisah Para Sahabat.