Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Saturday, October 31, 2020

6102. DILARANG MELUKIS WAJAH NABI MUHAMMAD

 


DILARANG MELUKIS WAJAH NABI MUHAMMAD

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

Larangan Melukis Wajah Nabi.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa tahun 1988 tentang larangan penggambaran sosok Nabi Muhammad  SAW dalam bentuk gambar, patung, seni peran, dan film.

 

Dewan Pimpinan MUI yang saat itu diketuai KH Hasan Basri memutuskan menolak penggambaran Nabi Muhammad SAW dalam bentuk apa pun baik gambar maupun film.



Apabila ada gambar atau film yang menampilkan Nabi Muhammad SAW dan keluarganya, hendaknya pemerintah melarang gambar dan film semacam itu.


Dalam mengambil keputusan tersebut, MUI mendasarkan pada sebuah riwayat pada Fath Makkah.

 

Rasulullah SAW memerintahkan untuk menghancurkan gambar dan patung para nabi terdahulu yang terpajang di Ka’bah.

 

Para ulama juga telah mengambil ijma’ sukuti tentang dilarangnya melukis nabi dan Rasul.


Kaidah pencegahan (sadd az-Zariah) untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan oleh agama dan  kemurnian Islam baik segi akidah, akhlak, maupun syariah.



Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW melaknat keras orang yang berdusta dengan memakai nama beliau SAW.

 

"Barang siapa berdusta kepada saya dengan sengaja, maka dipersilakan untuk menempati duduknya di api neraka."

(HR Muttafaq ‘Alaih).



Pada zaman  Nabi Muhammad SAW tidak ada satu pun manuskrip, gambar, patung yang benar-benar menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW secara sempurna.

 

Sehingga, ketika ada orang yang mengaku melukis sosok Nabi Muhammad SAW, ia dimasukkan golongan hadis di atas.

 

Terlebih, orang yang sengaja melukis karikatur Nabi Muhammad dengan maksud mengolok-olok. 

 

Hukuman untuk orang yang mengolok-olok nabi Muhammad, menurut Syekh Yusuf Qaradhawi, jauh lebih keras.



Syekh ‘Atiyyah Saqr melalui kitabnya Ahsanul Kalam fi al-Fatawa wal Ahkam, Dar Ghad al-‘Arabi, Jilid 1 halaman 156 menyebutkan larangan meniru para nabi dalam akting maupun dalam lukisan.

 

Beberapa alasannya akting atau lukisan tidak mungkin mutlak menyerupai sosok yang sebenarnya.



Dengan meniru dan melukis sosok baginda Rasulullah SAW, orang itu dusta  mengatasnamakan Nabi Muhammad SAW.

 

Jika lukisan yang menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW ternyata lukisan yang buruk, akan memberi gambaran buruk kepada yang melihatnya.

 



Pendapat ini dikuatkan oleh fatwa Syekh Hasanain Makhluf pada Mei 1950, Lujnah Fatwa Azhar bulan Juni 1968, Dewan Majma ‘Buhuth Islamiyah pada Februari 1972, dan Muktamar ke-8 Majma bulan Oktober 1977.

 

Dar al-Ifta Mesir menambahkan, larangan ini karena Allah telah memelihara para rasul dan nabi tidak bisa ditiru oleh setan.

 

Allah memelihara para rasul dan nabi tidak bisa ditiru oleh manusia.

 



Dewan Mufti Kerajaan Negeri Sembilan Malaysia mengeluarkan pendapat, masalah melukis saja dalam Islam sudah banyak khilafiah.

 

Ada ulama yang melarang melukis atau membuat patung makhluk yang bernyawa.

 

 Mereka mendasarkan pada hadis dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya  orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat. Kepada mereka dikatakan, ‘Hidupkan apa yang kamu buat’."

(HR Muttafaq ‘Alaih).



Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah membagi hukum gambar secara umum berdasar illat (sebabnya).

 

Jika penggambaran itu untuk pemujaan dan penyembahan, maka hukumnya haram.

 

Jika untuk sarana pembelajaran, maka hukumnya mubah.

 

Jika untuk perhiasan, maka hukumnya:

1.       Jika tidak menimbulkan fitnah, maka hukumnya mubah.

 

2.       Jika timbul fitnah kepada maksiat, maka hukumnya makruh.

 

3.       Jika timbul fitnah kepada kemusyrikan, maka hukumnya haram.



Jika melukis secara umum terdapat khilafiyah, maka melukis wajah Nabi SAW dikhawatirkan akan mendatangkan madarat lebih besar.

 

Dalam kaidah fikih menghindari madarat lebih diutamakan daripada mengambil manfaat.

Hikmah dari larangan ini, yaitu menjaga kemurnian akidah umat Islam.

 

Dengan tidak adanya lukisan sosok Nabi, tidak akan terjadi pengultusan yang berlebihan terhadap beliau SAW.

 

Pengultusan yang berlebihan dikhawatirkan akan menjerumuskan seseorang kepada pemujaan kepada Nabi SAW melebihi pemujaan terhadap Allah SWT.



Nabi SAW sendiri dalam beberapa riwayat mengingatkan agar orang tidak memasang gambar orang saleh yang sudah meninggal.

 

Menurut Lembaga Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi, banyak kejadian yang menjadikan gambar orang saleh sebagai sarana peribadatan.



Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Ummu Salamah dan Ummu Habibah pernah bercerita kepada Rasulullah SAW tentang gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah (Etiopia) yang memajang gambar-gambar.

 

Rasulullah bersabda, "Jika ada orang saleh meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya, lalu melukis gambar-gambar itu di dalam masjid. Mereka itu makhluk paling buruk di sisi Allah."



Diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Aisyah, ia berkata, "Ketika Rasulullah SAW semakin merasakan sakit, beliau menutup muka dengan bajunya. Apabila rasa sakitnya berkurang, beliau membuka mukanya. Dalam kondisi seperti itu beliau bersabda, “Laknat Allah atas orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid’."



Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada suatu kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid."

 

(Sumber internet)

6097. MACAM-MACAM UKHUWAH

 


MACAM-MACAM UKHUWAH

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 Al-Quran mengenalkan bermacam-macam “ukhuwah” (persaudaraan).

1.               Ukhuwah ubudiah.

2.               Ukhuwah Insaniah.

3.               Ukhuwah wathaniah.

4.               Ukguwah lslamiah.

 

 

 Ukhuwah Ubudiah.

 

Yaitu saudara sesama makhluk Allah atau sesama kesetundukan kepada Allah.

 

 

Ukhuwah Insaniah (Basyariah).

 

Yaitu saudara sesama umat manusia.

 

Ukhuwah Wathaniah.

 

Yaitu saudara sebangsa.

 

Ukhuwah Islamiah.

 

Yaitu saudara sesama umat Islam.

 

 

Rasulullah bersabda,”Kalian adalah para sahabatku, sedangkan para pemeluk Islam setelah wafatku adalah saudaraku”.

 

 Kata “Ukhuwah” yang secara jelas dinyatakan Al-Quran adalah “persaudaraan seagama Islam”, dan “persaudaraan yang jalinannya bukan karena agama”.

 

Penggunaan bentuk jamak dalam Al-Quran, menunjukkan 2 arti kata “akh”, yaitu “ikhwan” dan “ikhwat”.

 

Kata “ikhwan” biasanya dipakai untuk “saudara yang tidak sekandung”.

 

Kata “ikhwan” ditemukan sebanyak 22 kali sebagian disertakan dengan kata “addin” (agama).

 

Al-Quran surah At-Taubah (surah ke-9) ayat 11.

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

 

 

Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.

 

 

Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 220. 

فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۗ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَىٰ ۖ قُلْ إِصْلَاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ ۖ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَعْنَتَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

 

 

Tentang dunia dan akhirat, dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakana:“Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

 

 

     Teks ayat Al-Quran itu secara tegas  menunjukkan “persaudaraan seagama” dan “persaudaraan tidak seagama”. 

 

 

Bentuk jamak kedua yang dipakai dalam Al-Quran adalah “ikhwat” 7 kali  dan dipakai  untuk  “persaudaraan seketurunan”, kecuali satu ayat.

 

Al-Quran surah Al-Hujurat (surah ke-49) ayat 10. 

 

 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

 

 

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.

 

 

      Al-Quran memakai kata “ikhwah” dalam  arti “persaudaraan seketurunan” ketika bicara “persaudaraan sesama Muslim”.

 

Padahal kata “ikhwan”  dipakai  untuk  makna  “persaudaraan  tidak  seketurunan” .

Hal itu untuk  mempertegas dan mempererat jalinan hubungan antara sesama-Islam.

 

Seakan-akan hubungan  itu  bukan  saja dijalin oleh keimanan.

 

Yang dalam ayat itu ditunjukkan kata “al-mukminun”.

 

Tetapi juga terjalin “persaudaraan seketurunan” yang ditunjukkan kata “ikhwah”.

 

Sehingga  umat Islam punya kewajiban ganda.

 

Yaitu umat Islam agar  selalu  menjalin  hubungan persaudaraan yang harmonis di antara sesama umat Islam.

 

Dan tidak ada  alasan memunculkan keretakan hubungan sesama umat Islam.

 

 

Daftar Pustaka

1.               Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   

2.               Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.

3.               Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4.               Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

5.               Tafsirq.com online.

6096. PENGERTIAN UKHUWAH

 


PENGERTIAN UKHUWAH

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

Ukhuwah artinya persaudaraan.

 

Dalam bahasa Arab, kata “ukhuwah” terambil  dari  akar  kata  yang pada mulanya berarti “memperhatikan”.

 

Makna asal memberi kesan  “persaudaraan”  mengharuskan  adanya “perhatian” semua pihak yang merasa bersaudara.

 

 

   “Perhatian” pada  mulanya  muncul karena  adanya persamaan orang yang  bersaudara.

 

Pada akhirnya  “ukhuwah” diartikan  “setiap  persamaan  dengan pihak lain, baik persamaan keturunan, dari  segi  ibu,  bapak, atau keduanya, maupun dari segi persusuan”.

 

Secara “majazi” kata “ukhuwah” (persaudaraan) mencakup  persamaan dalam salah  satu  unsurnya seperti  suku, agama, profesi, dan perasaan.

 

Dalam kamus bahasa Arab ditemukan kata “akh” yang  membentuk  kata “ukhuwah” dipakai juga dengan arti “teman akrab” atau “sahabat”.  

 

 Ukhuwah Islamiyah diartikan “Persaudaraan sesama Islam”, atau “Persaudaraan sesama Muslim”.

 

Sehingga kata “Islamiah”  adalah “pelaku” ukhuwah itu. 

 

     Pemahaman seperti ini kurang tepat, karena kata “Islamiah” yang dirangkaikan dengan kata “ukhuwah” lebih tepat  dipahami  sebagai “adjektiva”.

 

Ukhuwah Islamiah artinya “Persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam”.

 

  Al-Quran dan hadis Nabi memperkenalkan bermacam-macam persaudaraan.

Dalam bahasa Arab, kata “sifat” selalu disesuaikan dengan “yang disifatinya”.

 

Jika “yang disifati” berbentuk “indefinitif” dan “feminin”, maka kata “sifatnya” harus juga demikian.

 

Dalam Al-Quran, kata  “akh” (saudara) dalam bentuk  tunggal ditemukan 52 kali.

 

Kata “akh” bisa bermacam-macam maknanya.

Al-Quran surah An-Nisa (surah ke-4) ayat 23, kata “akh” artinya “saudara kandung atau saudara seketurunan”.

 

 

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

 

 

 

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

 

Al-Quran surah Thaha (surah ke-20) ayat 29-30, kata “akh” artinya “saudara yang dijalin dalam ikatan keluarga”.

 

 

وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي هَارُونَ أَخِي

 

 

 

Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku.

 

 

Al-Quran surah Al-A’raf (surah ke-7) ayat 65, kata “akh” artinya “saudara sebangsa, meskipun bukan seagama”.

 

 

۞ وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ

     

Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?"


 

 

 

 

 

Al-Quran surah Al-Haqqah (surah ke-69) ayat 6-7, kata “akh” artinya “saudara sebangsa, meskipun bukan seagama”.

 

 

وَأَمَّا عَادٌ فَأُهْلِكُوا بِرِيحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍ    سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ حُسُومًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيهَا صَرْعَىٰ كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍ

 

 

Adapun kaum Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).

 

 

Al-Quran surah Shad (surah ke-38) ayat 23, kata “akh” artinya “saudara semasyarakat , meskipun berbeda paham”.

 

 

إِنَّ هَٰذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ

 

 

Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata, “Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.

 

 

Al-Quran surah Al-Hujurat (surah ke-49) ayat 10, kata “akh” artinya “saudara seagama”.

 

 

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

 

 

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.

 

 

Al-Quran surah Al-Hujurat (surah ke-49) ayat 13, menyatakan saudara sesama manusia.

 

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 

 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antaramu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

 

 

Al-Quran surah Al-An’am (surah ke-6) ayat 38, menyatakan saudara sesama makhluk.

 

 

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

 

 

Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.

 

 

Daftar Pustaka

1.       Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   

2.       Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.

3.       Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4.       Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

5.       Tafsirq.com online.

6095. MUSYAWARAH HUKUMNYA WAJIB

 


MUSYAWARAH HUKUMNYA WAJIB

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

Musyawarah artinya perundingan atau perembukan.

 

      Kata “musyawarah” terambil dari akar kata “sy-w-r-“.

 

 Pada mulanya  berarti “mengeluarkan madu dari sarang lebah”.

 

Maknanya berkembang mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain, termasuk “pendapat”.

 

 Musyawarah bisa  berarti  “mengatakan  atau mengajukan   sesuatu”.

 

Musyawarah pada dasarnya hanya dipakai untuk hal yang baik, sejalan  dengan makna dasarnya.

 

Manusia kenal 3 cara menetapkan masalah masyarakat, yaitu:

1.       Keputusan oleh penguasa.

 

2.       Keputusan berdasar pandangan minoritas.

 

3.       Keputusan berdasar mayoritas.

 

Musyawarah yang diwajibkan oleh Islam bukan seperti bentuk pertama, karena membuat musyawarah lumpuh.

 

Bentuk kedua tidak sesuai makna musyawarah.

    Sebagian ulama menolak kewenangan mayoritas berdasar firman Allah.

 

Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 100.

 

قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 

 

Katakan:”Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.

 

 

 Al-Quran surah Az-Zukhruf (surah ke-43) ayat 78. 

 

 

لَقَدْ جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ

    

 

Sesungguhnya Kami benar-benar  membawa kebenaran kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran itu.

 

 

Sebagian ulama tidak sependapat ayat Al-Quran di atas menolak kewenangan mayoritas.

 

Karena ayat itu bukan bicara  dalam  konteks  musyawarah, tetapi dalam konteks petunjuk Allah yang diberikan kepada para Nabi dan ditolak  oleh sebagian besar anggota masyarakatnya pada zaman itu.

Sebagian ulama membenarkan      keputusan berdasar pendapat mayoritas, tetapi tidak mutlak.

 

      Sebagian ulama berpendapat  keputusan jangan langsung  diambil berdasar pendapat mayoritas, tetapi hendaknya dilakukan diskusi  berulang-ulang hingga tercapai kesepakatan. 

 

 

Karena musyawarah dilakukan orang pilihan yang punya sifat terpuji dan tidak punya kepentingan pribadi atau  golongan, serta dilaksanakan  sewajarnya  agar disepakati bersama.

 

 Apabila terdapat orang yang tidak menerima keputusan, hal itu menunjukkan   indikasi  adanya hal yang kurang berkenan di hati dan pikiran orang pilihan.

 

Perlu dibicarakan  lebih  lanjut  agar mencapai mufakat dan hasil terbaik.

 

ltu salah satu perbedaan musyawarah dalam Islam dengan demokrasi secara umum.

 Jika pembicaraan berlarut-larut tanpa mufakat, dan terpaksa memilih pendapat mayoritas.

 

Bisa dikatakan semua pendapat adalah baik,  tetapi dipilih pendapat yang paling baik.

 

Kaidah agama mengajarkan:

 

1.       Jika ada 2 dua pilihan yang samabaiknya, maka dipilih  yang  lebih banyak sisi baiknya.

 

2.       Jika keduanya buruk, maka dipilih yang paling sedikit keburukannya.  

 

Musyawarah dalam Islam harus dikaitkan dengan “Perjanjian dengan Allah”.

 

 

 Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 124.

 

 

۞ وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

 

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".




Dalam Islam, tidak  dibenarkan  musyawarah dalam bidang   yang telah ada ketetapannya dari Allah secara tegas dan pasti.

 

Dan tidak boleh menetapkan hal yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.   

                       

Dalam musyawarah model Islam, perincian, pola, dan caranya diserahkan  kepada   masyarakat.

 

Karena masyarakat bisa berbeda dan bervariasi sesuai perkembangan zaman.  

 

 Al-Quran memberi kesempatan tiap kelompok masyarakat menyesuaikan sistem musyawarahnya  sesuai kondisi sosialnya.  

 

 Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 48 menyatakan tiap umat diberikan aturan dan jalan yang terang.

 

 

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

 

 

 

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

 

 

 

Daftar Pustaka

1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   

2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.

3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

5. Tafsirq.com online