STATUS HUKUM ANAK HASIL ZINA
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M.
STATUS HUKUM ANAK HASIL ZINA
Anak hazil zina adalah anak yang
lahir di luar pernikahan yang sah.
Anak hasil zina hanya dinasabkan
kepada ibu yang melahirkannya.
Bukan kepada pria yang menzinai
ibunya.
Menurut jumhur ulama, anak hasil
zina tidak menimbulkan nasab kepada pria yang menzinahi ibunya.
Alasannya, nasab adalah kenikmatan
dari Allah.
Jika pria yang menzinahi ibunya
dinasabkan kepada anak hasil zinanya.
Maka pria itu wajib menafkahi,
mendidik, menjadi wali nikah, mewariskan, dan lainnya.
Karena nasab adalah kenikmatan,
maka tidak boleh didapat dari yang
diharamkan.
Rasulullah bersabda,
“Anak
itu dinasabkan kepada pria yang menikahi ibunya.
Dan
bagi yang berzina hukumannya dirajam sampai mati”.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal
100:
“Anak lahir di luar perkawinan hanya punya
hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
pasal 43 ayat (1):
“Anak dilahirkan di luar perkawinan hanya
punya hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
PRIA MENIKAH DENGAN WANITA YANG
DIZINAHINYA
Para ulama sepakat bahwa pria dan
wanita yang berzina boleh dinikahkan.
Kompilasi Hukum Islam pasal 53.
Ayat (1):
“Seorang wanita hamil di luar
nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya”.
Ayat (2):
“Perkawinan dengan wanita hamil
yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran
anaknya”.
Pernikahan itu sah dan keduanya
boleh berhubungan badan layaknya suami istri.
Jika setelah 6 bulan menikah, wanita
itu melahirkan anak hasil zinanya.
Maka anak itu dinasabkan kepada pria yang menikahi
ibunya.
Alasannya, menurut jumhur ulama, tempo
kehamilan minimal 6 bulan.
Maka si ayah bertanggung jawab penuh
atas anaknya.
Seperti memberi nafkah,
pendidikan, kesehatan, perwalian, pewarisan, dan lainnya.
Sama persis dengan anak hasil
pernikahan yang sah.
Tapi, jika si wanita melahirkan
anak hasil zinanya.
Sebelum 6 bulan dari
pernikahannya.
Maka anak itu hanya dinasabkan
kepada ibunya saja.
Suaminya tetap bertanggung jawab
atas nafkah, pendidikan dan kesehatannya.
Karena ia adalah anak istrinya.
Tapi dalam perwalian dan
pewarisan.
Suaminya tidak berhak menjadi
wali anak itu.
Dan tidak punya hak waris-mewarisi
dengannya.
Menurut peraturan perundangan di
Indonesia.
Anak hasil zina yang lahir
sebelum 6 bulan tetap dinasabkan kepada pria yang menzinahi ibunya.
Menurut KHI pasal 99.
Anak yang sah adalah:
1)
Anak
yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah.
2)
Hasil
perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri itu.
Menurut UU No. 1/1974 pasal 42.
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah”.
KHI Pasal 116 j.o. Peraturan
Pemerintah (PP) No. 9/1975 pasal 19 (a).
“Perceraian dapat terjadi karena
alasan:
Salah satu pihak berbuat zina,
atau pemabuk, pemadat, penjudi, dan lainnya yang sukar disembuhkan”.
(Sumber suara.muhammadiyah)





