Monday, June 14, 2021

9940. STATUS HUKUM ANAK HASIL ZINA





STATUS HUKUM ANAK HASIL ZINA

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

STATUS HUKUM ANAK HASIL ZINA

 

Anak hazil zina adalah anak yang lahir di luar pernikahan yang sah.

 

Anak hasil zina hanya dinasabkan kepada ibu yang melahirkannya.

 

Bukan kepada pria yang menzinai ibunya.

 

Menurut jumhur ulama, anak hasil zina tidak menimbulkan nasab kepada pria yang menzinahi ibunya.

 

Alasannya, nasab adalah kenikmatan dari Allah.

 

 

Jika pria yang menzinahi ibunya dinasabkan kepada anak hasil zinanya.

 

Maka pria itu wajib menafkahi, mendidik, menjadi wali nikah, mewariskan, dan lainnya.

 

Karena nasab adalah kenikmatan, maka tidak boleh didapat dari  yang diharamkan.

 

Rasulullah bersabda,

 

“Anak itu dinasabkan kepada pria yang menikahi ibunya.

 

Dan bagi yang berzina hukumannya dirajam sampai mati”. 

 

 

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100:

 

 “Anak lahir di luar perkawinan hanya punya hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

 

 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 43 ayat (1):

 

 

 “Anak dilahirkan di luar perkawinan hanya punya hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.

 

 

PRIA MENIKAH DENGAN WANITA YANG DIZINAHINYA

 

Para ulama sepakat bahwa pria dan wanita yang berzina boleh dinikahkan.

 

Kompilasi Hukum Islam pasal 53.

Ayat (1):

 

“Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya”.

 

Ayat (2):

 

“Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran anaknya”.

 

Pernikahan itu sah dan keduanya boleh berhubungan badan layaknya suami istri.

 

 

Jika setelah 6 bulan menikah, wanita itu melahirkan anak hasil zinanya.

 

Maka  anak itu dinasabkan kepada pria yang menikahi ibunya.

 

Alasannya, menurut jumhur ulama, tempo kehamilan  minimal 6 bulan.

 

Maka si ayah bertanggung jawab penuh atas anaknya.

 

Seperti memberi nafkah, pendidikan, kesehatan, perwalian, pewarisan, dan lainnya.

 

Sama persis dengan anak hasil pernikahan yang sah.

 

Tapi, jika si wanita melahirkan anak hasil zinanya.

 

Sebelum 6 bulan dari pernikahannya.

 

Maka anak itu hanya dinasabkan kepada ibunya saja.

 

Suaminya tetap bertanggung jawab atas nafkah, pendidikan dan kesehatannya.

 

 

Karena ia adalah anak istrinya.

 

Tapi dalam perwalian dan pewarisan.

 

Suaminya tidak berhak menjadi wali anak itu.

 

 

Dan tidak punya hak waris-mewarisi dengannya.

 

Menurut peraturan perundangan di Indonesia.

 

Anak hasil zina yang lahir sebelum 6 bulan tetap dinasabkan kepada pria yang menzinahi ibunya.

 

Menurut KHI pasal 99.

 

Anak yang sah adalah:

1)     Anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah.

 

2)     Hasil perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri itu.

 

 

Menurut UU No. 1/1974 pasal 42.

 

“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.

 

KHI Pasal 116 j.o. Peraturan Pemerintah (PP) No. 9/1975 pasal 19 (a).

 

“Perceraian dapat terjadi karena alasan:

 

Salah satu pihak berbuat zina, atau pemabuk, pemadat, penjudi, dan lainnya yang sukar disembuhkan”.

 

 

(Sumber suara.muhammadiyah)


0 comments:

Post a Comment