Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label APAKAH NASIKH DAN MANSUKH ITU. Show all posts
Showing posts with label APAKAH NASIKH DAN MANSUKH ITU. Show all posts

Tuesday, March 23, 2021

9059. APAKAH NASIKH DAN MANSUKH ITU


 

APAKAH NASIKH DAN MANSUKH ITU

Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

 

 

 

Kata “naskh” dipakai dalam beberapa arti, yaitu:

 

1.      pembatalan.

2.      , penghapusan.

3.      , pemindahan dari satu wadah ke wadah lain.

4.      , pengubahan.

5.      , dan sejenisnya.

 

 

Nasikh adalah sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan semacamnya.

 

 

 

 

Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dan sebagainya.

 

 

Sebagian ulama beranggapan suatu ketentuan hukum yang ditetapkan dalam suatu kondisi tertentu.

 

 

 

Telah menjadi “mansukh” (dihapus/dibatalkan) jika ada ketentuan lain yang berlainan karena berbeda kondisi.

 

 

 

 

Misalnya, perintah “bersabar” atau “menahan diri” pada periode Mekah pada saat kondisi umat Islam masih lemah.

 

 

Dianggap “dinasikhkan” (dihapuskan/dibatalkan) oleh “perintah/izin berperang” pada periode Madinah saaty umat Islam sudah kuat.

 

 

 

Para ulama yang mendukung adanya “nasikh dan mansukh” menyatakan,

 

 

 

“Hukum diundangkan untuk kemaslahatan manusia.

 

 

 

Sehingga hukum dapat berubah (berbeda) akibat perbedaan waktu (tempat).”

 

 

 

Ulama pendukung adanya “nasikh dan mansukh” menyebut Al-Quran surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 101.

 

 

 

 

وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

      

 

 

 

 

Dan jika Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata,”Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja”. Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui.

 

 

 

Para ulama pendukung adanya “nasikh dan mansukh” mengakui.

 

 

 

 

 

Bahwa nasikh dan mansukh dapat dilakukan

 

 

 

Jika ada 2 ayat hukum saling bertolak belakang.

 

 

 

Dan tidak dapat dikompromikan.

 

 

 

Tetapi harus tahu secara meyakinkan urutan kronologis turunnya ayat.

 

 

 

 

Sehingga ayat yang turun lebih dahulu ditetapkan sebagai “mansukh” (diganti).

 

 

 

Dan ayat yang turun kemudian sebagai “nasikh” (mengganti).

 

 

 

Artinya semua ayat Al-Quran tetap berlaku.

 

 

 

Tidak ada pertentangan.

 

 

 

Yang ada hanya pergantian hukum bagi masyarakat atau orang tertentu.

 

 

 

Karena kondisinya berbeda.

 

 

 

Dengan demikian ayat hukum yang tidak berlaku lagi bagi masyarakat pada zaman tertentu.

 

 

 

Tetap dapat berlaku bagi masyarakat lain.

 

 

 

 

 

Yang kondisinya sama dengan kondisi semula.

 

 

 

 

Pemahaman semacam ini sangat membantu penyebaran dakwah Islam.

 

 

 

 

Sehingga ayat hukum yang bertahap dapat dijalankan umat Islam.

 

 

 

 Yang kondisinya sama atau mirip dengan zaman awal dahulu.

 

 

 

Jika ada nasikh dan mansukh dalam ayat Al-Quran.

 

 

 

Maka siapa yang berwenang melakukan nasikh dan mansukh ayat Al-Quran?

 

 

 

 

Para ulama berbeda pendapat tentang,

 

 

 

“Apakah Nabi Muhammad boleh melakukan nasikh dan mansukh ayat Al-Quran?”

 

 

 

 

Para ulama yang membolehkan Nabi Muhammad melakukan nasikh dan mansukh terhadap ayat Al-Quran secara teoretis.

 

 

 

Ternyata berbeda paham tentang,

 

 

 

 

 “Apakah dalam kenyataan secara faktual ada hadis Nabi yang mengisyaratkan adanya nasikh dan mansukh  terhadap ayat  Al-Quran?”

 

 

 

Sebagian ulama menolak adanya hadis yang membolehkan adanya nasikh dan mansukh.

 

 

 

 

Meskipun secara teoretis, terhadap ayat Al-Quran.

 

 

 

 

Sebagian ulama lain memandang bahwa tidak ada halangan logis bagi kemungkinan adanya nasikh dan mansukh terhadap ayat Al-Quran.

 

 

 

 

Para ulama berbeda pendapat tentang adanya hadis yang membolehkan nasikh dan mansukh terhadap ayat Al-Quran.

 

 

 

Tetapi secara umum dapat dikatakan semua ulama sepakat.

 

 

 

 

Bahwa yang dapat melakukan nasikh dan mansukh terhadap ayat Al-Quran hanya wahyu Allah yang bersifat mutawatir.

 

 

 

 

Mutawatir adalah sifat hadis yang memilki banyak sanad.

 

 

 

 

Dan diriwayatkan oleh banyak perawi pada tingkat sanadnya.

 

 

 

 

Sehingga banyak perawi itu mustahil sepakat untuk berdusta atau memalsukan hadis.  

 

 

 

 

Syarat bahwa wahyu harus bersifat mutawatir.

 

 

 

Karena pendapat  para ulama,

 

 

 

 “Jika suatu hukum terbukti secara pasti ketetapannya terhadap mukallaf.

 

 

 

 

Maka tidak mungkin me-nasikh-nya.

 

 

 

 

Kecuali atas pembuktian yang pasti pula”.

 

 

 

 

Sungguh sangat riskan membatalkan suatu yang pasti berdasar hal belum pasti.

 

 

 

 

Sehingga, masalahnya beralih dari pembahasan teoretis kepada praktis.

 

 

 

Apakah ada hadis Nabi mutawatir yang membatalkan ayat Al-Quran?

 

 

 

Para ulama menampilkan 4 hadis yang semuanya bersifat “ahad’.

 

 

 

 Atau tidak mutawatir.

 

 

 

 

Tetapi dinilai oleh sebagian ulama telah me-nasikh-kan ayat Al-Quran.

 

 

 

Kesimpulannya:

 

 

Tidak ditemukan hadis Nabi yang mutawatir yang me-nasikh-kan ayat Al-Quran.

 

 

 

 

Hadis “La washiyyata li warits” (tidak dibenarkan adanya wasiat untuk penerima warisan).

 

 

 

 

Yang oleh sebagian ulama dinyatakan sebagai me-naskh-kan ayat “kewajiban berwasiat” dalam surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 180.

 

 

 

Setelah diteliti seluruh teksnya berbunyi,

 

 

 

“Sesungguhnya Allah telah memberi kepada tiap yang berhak haknya, dengan demikian tidak ada (tidak dibenarkan) wasiat kepada penerima warisan”.

 

 

 

Kata-kata “Sesungguhnya Allah telah memberikan…”.

 

 

 

Dan seterusnya menunjuk kepada ayat waris.

 

 

 

Hadis itu menyatakan bahwa yang me-nasikh-kan adalah ayat waris itu.

 

 

 

Bukan hadis Nabi yang bersifat ahad itu.

 

 

 

Jika  yang dimaksud dengan nasikh adalah “pergantian” seperti ditampilkan di atas.

 

 

 

Maka para ahli perlu terlibat untuk menentukan pilihannya.

 

 

 

 Dari sekian banyak alternatif ayat hokum.

 

 

 

Yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-Quran menyangkut kasus yang dihadapi.

 

 

 

Pilihan diambil berdasar kondisi social.

 

 

 

Atau kenyataan objektif masing-masing orang.

 

 

 

Misalnya, ada 3 ayat hukum berbeda tentang khamr (minuman keras).

 

 

 

Ketiganya tidak batal.

 

 

 

Tetapi berubah sesuai dengan kondisinya.

 

 

 

Para ahli dapat memilih salah satu di antaranya.

 

 

 

Sesuai kondisinya.

 

 

 

Dengan memperhatikan bentuk plural pada surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 101.

 

 

 

“JIka Kami mengganti suatu ayat ...”.

 

 

 

Kata “Kami” secara umum  sebagai pengganti nama Allah.

 

 

 

Tetapi juga menunjukkan adanya keterlibatan selain Allah.

 

 

 

 

Yaitu manusia dalam perbuatan yang digambarkan oleh kata kerja pada masing-masing ayat.

 

 

 

Artinya, perlu melibatkan manusia.

 

 

Yaitu  para ahli untuk menetapkan alternatifnya.

 

 

 

 

Dari banyak pilihan yang ditawarkan oleh ayat Al-Quran yang mansukh (diganti).  

 

 

 

 

Daftar Pustaka

1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  

2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.

3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2,

5.    Tafsirq.com online.