Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label DAKWAH GLOBAL HARUS BERWAJAH KULTURAL. Show all posts
Showing posts with label DAKWAH GLOBAL HARUS BERWAJAH KULTURAL. Show all posts

Thursday, May 20, 2021

9641.DAKWAH GLOBAL HARUS BERWAJAH KULTURAL

 


DAKWAH GLOBAL HARUS BERWAJAH KULTURAL

Oleh:Drs.H.M.Yusron Hadi, M.M.

 

 

Dakwah Global Harus Berwajah Kultural.

 

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi menerangkan perlunya mentransformasi strategi dakwah.

 

 

Yaitu dari dakwah “lil muaradhah” ke dakwah “lil muwajjahah”.

 

Maksudnya, ada pergeseran strategi Dakwah.

 

 

Dari pendekatan dakwah  reaktif-konfrontatif.

 

Menjadi pendekatan proaktif-konstruktif.

 

“Paradigma dasar ini perlu reformulasi dari teman yang ada di kawasan sangat antagonis.

 

 

Seperti di Eropa (negara Barat).

 

Al-Quran surah lbrahim (surah ke-14) ayat 4.

 

 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

 

Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.

 

 

Rujukan teologis potongan surah Ibrahim 4.

 

 

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهٖ

 

Tidak diutus Rasul itu, kecuali dengan bahasa kaumnya.

 

 

Yang dimaksud ‘bahasa kaumnya.

 

 

Yaitu mempertimbangkan kondisi budaya, tradisi, dan alam pikiran.

 

Ini yang disebut formulasi dakwah kultural.

 

 

Haedar menekankan perlunya dakwah kultural bersifat global.

 

PCIM perlu menerapkan beberapa langkah:

 

1.           Konsolidasi Organisasi.

 

Konsolidasi organisasi dan jaringan PCIM yang selalu jadi bahan diskusi.

 

Hanya perlu diperhatikan.

 

Yaitu saat PP Muhammadiyah mengesahkan PCIM-PCIA.

 

 

Konsep dasarnya berformat perhimpunan atau pergerakan.

 

Bukan berformat organisasi rigid seperti di tanah air.

 

Sehingga para aktivis bisa lebih berselancar dan fleksibel.

 

 

Tidak terlalu terikat administrasi.

 

Regulasi umum tetap berlaku.

 

Diusahakan konsolidasi organisasi jaringan lebih hidup dan mencair.

 

 

Mendorong banyak kader terlibat.

 

 

Dinamika perhimpunan dan pergerakan harus lebih kuat ketimbang birokrasi organisasinya.

 

 

Ada 3 segmen anggota PCIM.

 

1)             Anggota datang dan pergi.

 

Misalnya sedang sekolah di luar negeri.

 

2)             Residen permanen.

 

3)             Warga negara asing yang lslam dan non lslam bisa bergabung dengan Muhammadiyah.

 

 

Jika anggota kena rumus birokrasi organisasi, bebannya terlalu berat.

 

Jika perhimpunan pergerakan, maka orang asing bahkan non-Muslim bisa ikut.

 

“Kita nanti jadi pusat dialog!

 

Setelah ikut lingkaran perhimpunan dan masuk Islam itu urusan hidayah Allah dan ikhtiar dialog kita.

 

2.           Formulasi program internasional Muhammadiyah.

 

 

Hal ini bisa mulai terjemah pikiran Muhammadiyah atau buku Islam.

 

Dari bahasa Indonesia ke bahasa asing.

 

Dan sebaliknya.

 

Meskipun pekerjaan ini tampak mudah.

 

Tetapi praktik menerjemahkannya tidak mudah.

 

 

“Bukan soal keterampilan menerjemahkan.

 

Tapi terkadang kendala waktu.

 

Buku tipis saja tak pernah selesai diterjemahkan.

3.           Mengembangkan program AUM

 

Program amal usaha Muhammadiyah (AUM) jadi pintu masuk internasionalisasi Muhammadiyah.

 

Amal usaha adalah instrumen paling objektif.

 

Biasanya banyak diterima masyarakat.

 

 

Mengembangkan paradigma diaspora Muhammadiyah  bersifat atau berwajah kultural penting.

 

 

Asumsinya selama ini jumlah orang Muhammadiyah sedikit.

 

 

 

Ya tak apa-apa, kita selalu bangga, sedikit asal berkualitas.

 

 

Tapi bagusnya ‘agak banyak tapi berkualitas’.

 

 

Jumlah anggota yang banyak itu perlu dan bisa dicapai.

 

Tapi butuh pendekatan dakwah baru, termasuk di Indonesia.

 

 

“Saya berharap, teman-teman di luar negeri ketika pulang ke Indonesia.

 

Membawa alam pikir lebih maju, moderat, menyemesta.

 

 

Kalau sebaliknya.

 

Jika lebih muaradhah, konservatif, maka malah legitimate orang-orang di sini.

Tuh, lihat! Orang di luar negeri aja seperti itu, hati-hati lo.

 

 

Misalnya, X pulang dari Spanyol ke ke Indonesia  malah jadi konservatif akan jadi rujukan.

 

Dampaknya, para mubalig makin ‘miopik’ atau berada di lorong gelap.

 

 

Padahal tembok besar dan ajaran Kiai Dahlan adalah ‘Islam berkemajuan’ sejak awal.

 

Saya tidak ingin, hal itu terjadi di Muhammadiyah”.

 

 

Haedar ingin diskusi titik temunya jika ada masalah.

 

 

“Kita ‘kan percaya pada Islam.

 

Merujuk pada Al-Quran, sunah, dan ijtihad”.

 

 

 “Instrumen, kita sudah punya, dirumuskan dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.”

 

 

Haedar menghimbau teman di Saudi Arabia dan Timur Tengah agar memelopori tafsir bayani, burhani, dan irfani.

 

Tafsirnya Tanwir Tarjih, sehingga bisa menjadi rujukan.

 

 

Nanti diaspora kader Muhammadiyah yang tinggal di Barat dan lainnya.

 

Saat kembali ke Indonesia, menjadi vitamin baru.

 

 

Atau gizi bermutu tinggi untuk kemajuan Muhammadiyah ke depan.

 

 

Zaman maju, jika pikiran masih dalam tempurung maka tidak bisa mengimbangi.

 

“Sudah tua, tapi alam pikirannya tidak akil balig dalam merespon perkembangan dan kehidupan.”

 

 

Hidup ini tidak sederhana, tapi kompleks.

 

 

“Anda harus melihat kehidupan.

 

Bukan hanya dalam menafsirkan kehidupan dan hadis.

 

Tapi juga menafsirkan realitas sosial dengan bayani, burhani, dan irfani”.

 

 

Rahmatan lil alamin bukan hanya adagium.

 

Tapi sebuah perspektif baru ke depan.

 

 Ketika orang mengkajinya bisa melahirkan berbagai pemikiran menyelamatkan dunia.

 

Dan membawa pandangan perdamaian.

 

(Sumber suara.muhammadiyah)