DAKWAH GLOBAL HARUS BERWAJAH
KULTURAL
Oleh:Drs.H.M.Yusron Hadi, M.M.
Dakwah
Global Harus Berwajah Kultural.
Ketua
Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi
menerangkan perlunya mentransformasi strategi dakwah.
Yaitu
dari dakwah “lil muaradhah” ke dakwah “lil muwajjahah”.
Maksudnya,
ada pergeseran strategi Dakwah.
Dari
pendekatan dakwah reaktif-konfrontatif.
Menjadi
pendekatan proaktif-konstruktif.
“Paradigma
dasar ini perlu reformulasi dari teman yang ada di kawasan sangat antagonis.
Seperti
di Eropa (negara Barat).
Al-Quran
surah lbrahim (surah ke-14) ayat 4.
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ
فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.
Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Rujukan
teologis potongan surah Ibrahim 4.
وَمَآ
اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهٖ
Tidak
diutus Rasul itu, kecuali dengan bahasa kaumnya.
Yang
dimaksud ‘bahasa kaumnya.
Yaitu
mempertimbangkan kondisi budaya, tradisi, dan alam pikiran.
Ini
yang disebut formulasi dakwah kultural.
Haedar
menekankan perlunya dakwah kultural bersifat
global.
PCIM
perlu menerapkan beberapa langkah:
1.
Konsolidasi
Organisasi.
Konsolidasi
organisasi dan jaringan PCIM yang selalu jadi bahan diskusi.
Hanya
perlu diperhatikan.
Yaitu
saat PP Muhammadiyah mengesahkan PCIM-PCIA.
Konsep
dasarnya berformat perhimpunan atau pergerakan.
Bukan
berformat organisasi rigid seperti di tanah air.
Sehingga
para aktivis bisa lebih berselancar dan fleksibel.
Tidak
terlalu terikat administrasi.
Regulasi
umum tetap berlaku.
Diusahakan
konsolidasi organisasi jaringan lebih hidup dan mencair.
Mendorong
banyak kader terlibat.
Dinamika
perhimpunan dan pergerakan harus lebih kuat ketimbang birokrasi organisasinya.
Ada 3
segmen anggota PCIM.
1)
Anggota
datang dan pergi.
Misalnya
sedang sekolah di luar negeri.
2)
Residen
permanen.
3)
Warga
negara asing yang lslam dan non lslam bisa bergabung dengan Muhammadiyah.
Jika
anggota kena rumus birokrasi organisasi, bebannya terlalu berat.
Jika
perhimpunan pergerakan, maka orang asing bahkan non-Muslim bisa ikut.
“Kita
nanti jadi pusat dialog!
Setelah
ikut lingkaran perhimpunan dan masuk Islam itu urusan hidayah Allah dan ikhtiar
dialog kita.
2.
Formulasi
program internasional Muhammadiyah.
Hal
ini bisa mulai terjemah pikiran Muhammadiyah atau buku Islam.
Dari
bahasa Indonesia ke bahasa asing.
Dan
sebaliknya.
Meskipun
pekerjaan ini tampak mudah.
Tetapi
praktik menerjemahkannya tidak mudah.
“Bukan
soal keterampilan menerjemahkan.
Tapi
terkadang kendala waktu.
Buku
tipis saja tak pernah selesai diterjemahkan.
3.
Mengembangkan
program AUM
Program
amal usaha Muhammadiyah (AUM) jadi pintu masuk internasionalisasi
Muhammadiyah.
Amal
usaha adalah instrumen paling objektif.
Biasanya
banyak diterima masyarakat.
Mengembangkan
paradigma diaspora Muhammadiyah bersifat
atau berwajah kultural penting.
Asumsinya
selama ini jumlah orang Muhammadiyah sedikit.
Ya
tak apa-apa, kita selalu bangga, sedikit asal berkualitas.
Tapi
bagusnya ‘agak banyak tapi berkualitas’.
Jumlah
anggota yang banyak itu perlu dan bisa dicapai.
Tapi
butuh pendekatan dakwah baru, termasuk di Indonesia.
“Saya
berharap, teman-teman di luar negeri ketika pulang ke Indonesia.
Membawa
alam pikir lebih maju, moderat, menyemesta.
Kalau
sebaliknya.
Jika
lebih muaradhah, konservatif, maka malah legitimate orang-orang
di sini.
Tuh,
lihat! Orang di luar negeri aja seperti itu, hati-hati lo.
Misalnya,
X pulang dari Spanyol ke ke Indonesia malah
jadi konservatif akan jadi rujukan.
Dampaknya,
para mubalig makin ‘miopik’ atau berada di lorong gelap.
Padahal
tembok besar dan ajaran Kiai Dahlan adalah ‘Islam berkemajuan’ sejak awal.
Saya
tidak ingin, hal itu terjadi di Muhammadiyah”.
Haedar
ingin diskusi titik temunya jika ada masalah.
“Kita
‘kan percaya pada Islam.
Merujuk
pada Al-Quran, sunah, dan ijtihad”.
“Instrumen, kita sudah punya, dirumuskan
dengan pendekatan bayani, burhani, dan irfani.”
Haedar
menghimbau teman di Saudi Arabia dan Timur Tengah agar memelopori tafsir bayani, burhani,
dan irfani.
Tafsirnya
Tanwir Tarjih, sehingga bisa menjadi rujukan.
Nanti
diaspora kader Muhammadiyah yang tinggal di Barat dan lainnya.
Saat
kembali ke Indonesia, menjadi vitamin baru.
Atau
gizi bermutu tinggi untuk kemajuan Muhammadiyah ke depan.
Zaman
maju, jika pikiran masih dalam tempurung maka tidak bisa mengimbangi.
“Sudah
tua, tapi alam pikirannya tidak akil balig dalam merespon perkembangan dan
kehidupan.”
Hidup
ini tidak sederhana, tapi kompleks.
“Anda
harus melihat kehidupan.
Bukan
hanya dalam menafsirkan kehidupan dan hadis.
Tapi
juga menafsirkan realitas sosial dengan bayani, burhani, dan irfani”.
Rahmatan
lil alamin bukan hanya adagium.
Tapi
sebuah perspektif baru ke depan.
Ketika orang mengkajinya bisa melahirkan
berbagai pemikiran menyelamatkan dunia.
Dan
membawa pandangan perdamaian.
(Sumber
suara.muhammadiyah)
0 comments:
Post a Comment