ADA
3 TANTANGAN GLOBAL
Oleh: Drs H.M. Yusron Hadi, MM
Ada 3 Tantangan Muhammadiyah di Abad Modern
Ada 3 tantangan Muhammadiyah saat ini, yaitu:
1.
Resolusi sains dan teknologi.
2.
Multikulturalisme.
3.
Kebangkitan agama.
Revolusi Saintis Abad 21
Medsos Ibarat Pisau Bermata Dua
Hal itu Haedar Nashir utarakan pada acara
Halalbihalal.
Dan Silaturahmi Idul Fitri 1442 H Keluarga Besar
Muhammadiyah, Ahad (23/05/2021).
Revolusi sains dan teknologi luar biasa revolusioner.
Menuntut Muhammadiyah bisa mengatasinya secara
konstruktif, proaktif dan solutif.
Google Ventures menginvestasikan 34 persen portofolionya yang
bernilai sekitar 2 miliar.
Pada sejumlah start up yang menekuni sains kehidupan.
Termasuk proyek ambisius pemanjangan usia.
“Sejarawan Noah Harari mengatakan.
Akan terjadi revolusi saintis abad 21 yang
spektakuler.
Yaitu masalah fundamental umat manusia saat ini bisa
direkonstruksi.
Termasuk tentang kebahagiaan.
Dengan revolusi saintis abad 21.
Noah Harari
mengatakan, manusia ke depan punya kemampuan untuk hidup.
Bahkan bisa melawan kematian melalui proyek sains
abadi.
Dengan proyek itu, manusia menciptakan kehidupan lebih sehat, lebih baik,
lebih maju.
Bahkan dengan artificial intelligence (AI) mampu
merekayasa.
Agar manusia hidup 150 tahun sampai 500 tahun.
Noah menantang dan menanyakan konsep kematian dalam
agama.
Yang bersifat metafisik.
Dengan sains dan teknologi kematian itu akan bersifat
teknis.
Noah Harari menyebut sains melawan kematian.
Dengan premisnya:
Kematian adalah masalah teknis.
Dan solusinya bisa bersifat teknis.
Yakni dengan pemanjangan usia.
Agenda Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan
dan dakwah.
Bagaimana menghadapi perkembangan pemikiran sains dan
teknologi itu.
“Di sinilah pentingnya terus mengkaji pemikiran
keislaman kita secara bayani, burhani, irfani.
Sebagai bagian dari realitas yang bersifat revolusi
sains dan teknologi itu, kita juga berhadapan secara praksis dengan apa yang
sering saya sebut simulakra media sosial saat ini,” terangnya.
Media sosial (medsos) bagian Revolusi Industri 4.0 seperti pisau bermata
dua.
Yaitu bisa kita manfaatkan untuk kebaikan hidup.
Termasuk kepentingan dakwah, ilmu pengetahuan dan
lainnya.
Juga untuk interaksi sosial yang lebih canggih.
Tetapi juga medsos bisa mereduksi akal budi dan
keadaban.
Temuan Microsoft bahwa orang Indonesia.
Tingkat sopannya terendah di Asia Tenggara dalam
bermedia sosial.
Bahwa 68 persen tidak sopan itu dilakukan orang dewasa.
Tolak ukurnya segala macam hoaks, kebencian dan
diskriminasi.
Poin ini penting bagi organisasi dakwah.
Bagaimana menghadirkan dakwah yang membawa dan
membangun keadaban public.
Karena lslam itu menegakkan akhlaq karimah.
Tantangan kedua adalah multikulturalisme.
Demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, toleransi
dan kebebasan.
Termasuk kebebasan berpikir.
Sudah melekat menjadi denyut nadi dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Yang terkoneksi dengan alam pikiran universal tentang
multikulturalisme.
Apalagi setelah reformasi 1998.
Indonesia menjadi negara liberal dalam ekonomi, politik, budaya dan
pandangan keagamaan.
Di awal reformasi ada kelompok yang mengaku antiagama.
Dan menuntut untuk memperoleh ruang public.
Kemudian agama lokal bermuculan.
Termasuk mendapat pengakuan Mahkamah Konstitusi (MK).
Dan itu tidak bisa dicegah.
Mengutip pernyataan Dubes Turki.
Lalu Muhammad Iqbal.
Sekarang ada 60 - 70 persen medsos orang Indonesia pro-Israel.
Bahkan yang pro-Israel itu dari aktivis ormas Islam.
Ketika arus besar pro-Palestina.
Tapi elite memandang bahwa Palestina bukan urusan
kita.
Ini reaksi makin menyebarnya alam pikiran
multikulturalisme di Indonesia.
Tantangan ketiga adalah kebangkitan agama.
Yang dalam istilah sosiologi disebut religious
revitalitation.
Revitalisasi agama, sejatinya membawa proses
bangkitnya berbagai agama.
Paham agama dan praktik agama hadir.
Sebagai respon atas realitas kehidupan yang chaos.
Dan dianggap banyak bertentangan dengan nilai agama
yang diyakini.
Tetapi arus revitalisasi agama cenderung bertransformasi pada berbagai macam
arus.
Ada arus yang sangat ke kanan.
Ada yang sangat ke kiri.
Dan berbagai arus besar sampai yang kecil.
Tidak heran kalau setelah reformasi,.
Berbagai macam pandang agama di Indonesia begitu rupa.
Dan ini fenomena revitalisasi agama.
Semua menjadi tantangan kita.
Bagaimana memproyeksi fungsi, visi, misi dakwah dan
tajdid Muhammadiyah.
Dalam konteks kehidupan yang dinamis.
Bahkan pada batas tertentu menghadirkan realitas baru.
Dan menghadapi masalah ini.
Tidak cukup memadai dengan sikap muaradhah.
Atau hanya bereaksi dengan sikap yang konfrontasi.
Tetapi harus menghadapi dengan pendekatan lil
muwajahah.
Dengan pendekatan bersifat konstruktif dan alternative.
Bahkan memberi solusi.
Ini tantangan dalam berorganisasi, berdakwah dan pergerakan.
Perlu ada transformasi dakwah.
Dengan mengacu pada 3 aspek.
Yakni pembebasan, pemberdayaan dan pemajuan,” tandasnya.
(Sumber suara.muhammadiyah)
0 comments:
Post a Comment