Sunday, May 30, 2021

9750.PRO KONTRA HUKUMNYA MUSIK

 


PRO KONTRA HUKUMNYA MUSIK DALAM ISLAM

Oleh:Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

PENGERTIAN MUSIK

 

Musik adalah suara yang disusun sedemikian rupa.

 

Sehingga mengandung irama, lagu, nada, dan keharmonisan.

 

 

 Terutama suara dihasilkan dari alat yang menghasilkan irama.

 

 

 

Musik bagian dari bentuk seni.

 

Bermain dan mendengar musik adalah hiburan.

 

 

HADIS LARANGAN MUSIK

 

 

 

Dari Abu Malik Asy’ari, Rasulullah bersabda:

 

“Kelak ada umatku yang  menghalalkan khaz (jenis sutra).

 

 

Dalam riwayat lain hir (perzinaan dan sutra).

 

 

Dan umatku minum khamer dengan memberinya nama lain.

 

 

Ditabuhkan beragam alat musik diiringi para biduwan.

 

 

Kemudian mereka didekati orang miskin yang punya hajat.

 

 

Mereka berkata: Besok saja Anda datangi kami.

 

Maka Allah menenggelamkan mereka ke bumi.

 

Di antara mereka wujudnya diubah menjadi seperti kera dan babi sampai hari kiamat.”

 

 

 

HADIS MEMBOLEHKAN MUSIK.

 

 

Aisyah meminangkan wanita pada orang Ansar.

 

 

Rasulullah bersabda,

 

“Wahai Aisyah, tidakkah ada bersama penghibur.

 

 

Sesungguhnya kaum Ansar menyukainya.”

 

 

 

 

 

 

 

 

Dari hadis di atas, dapat dipahami pelarangan Rasulullah terhadap musik selalu dibarengi kasus kemaksiatan.

 

 

Seperti minum khamer, makan riba, dan hura-hura.

 

 

Mendatangkan penyanyi wanita bayaran.

 

 

Penggunaan beragam sutra, pemutusan silaturahim dan pelacuran.

 

 

Yaitu kegiatan maksiat yang  mengundang syahwat.



Atau pada saat bukan semestinya.

 

 

Seperti saat takziyah yang pihak keluarga dirundung kesedihan.

 

 

Atau syairnya seakan-akan tidak rela dengan kematian di Perang Badar.

 

 

Umar bin Khatthab membelokkan arah kendaraannya.

 

 

Seperti Rasulullah agar tidak mendengar suara musik.

 

 

Hadis ini justru membolehkan bermain musik.

 

 

Jika haram, maka Rasulullah menegurnya saat itu juga.

 

 

Bukan malah menjauh darinya.

 

Hal ini jenis hadis taqriri.

 

 

Hal ini berbeda jika bukan dalam konteks maksiat.

 

 

Tapi dalam situasi gembira.

 

 

Seperti hari raya, pernikahan, datangnya Rasulullah dari perang dengan selamat.

 

 

Hadirnya Rasulullah dan para sahabat saat hijrah dari Mekah ke Madinah.

 


Bahkan dalam latihan perang sambil menghibur diri ditonton anak-anak.

 

Rasululah mendiamkannya.

 

 

Ini juga hadis taqriri.

 

 

Rasulullah mengizinkan Aisyah menyaksikan kegembiraan mereka dengan tarian dan rebana.

 

 

 

Abu Bakar menghentikan para gadis bernyanyi dan menaboh rebana.

 

 

Dengan alasan ada seruling setan di rumah Rasulullah.

 

 

Rasulullah menasihati agar membiarkan terus bernyanyi dan menabuh rebana.

 

 

 

Para wanita bernyanyi dan menabuh rebana mengingat para syuhada Perang Badar, Rasulullah membiarkannya.

 

 

Tapi ketika menyanyikan dengan lirik lagu:

 

 

”Pada kita ada Nabi yang mengetahui masa depan.”

 

 

Maka Rasulullah bersabda,

 

 

‘Janganlah mengatakan seperti itu.

 

 

Tidak ada yang mengetahui masa depan, selain hanya Allah.’

 

 

Yang ditegur bukan musiknya.

 

Tapi yang salah syairnya.

 

 

 

Jika hadis bolehnya bermain dan mendengar musik dipahami secara tekstual.

 

Maka bolehnya berlaku dengan syarat.

 

Yaitu selama bukan untuk  maksiat.

 

(Sumber suara.muhammadiyah)

0 comments:

Post a Comment