HUKUMNYA NIKAH SIRI
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M.
Nikah siri atau nikah yang
dirahasiakan dikenal sejak dulu.
NIKAH SIRI ZAMAN DULU
Nikah siri zaman dulu adalah pernikahan
memenuhi yang syarat dan rukun perkawinan, yaitu:
1)
Ada
mempelai pria.
2)
Ada
mempelai wanita.
3)
Ada
akad nikah ijab kabul.
4)
Ada
wali mempelai pria.
5)
Ada
saksi mempelai wanita.
Tapi para saksi diminta merahasiakannya.
Atau tidak memberitahukan terjadinya
pernikahan kepada masyarakat.
Tak ada walimah atau sejenisnya.
NIKAH SIRI ZAMAN SEKARANG
Nikah siri zaman sekarang adalah pernikahan
yang dilakukan wali atau wakil wali dan disaksikan para saksi.
Tapi tidak dilakukan di depan
Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi Pemerintah.
Atau perkawinan yang tidak
dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi umat Islam.
Atau di Kantor Catatan Sipil bagi
orang non Islam.
Sehingga tidak punya Akta Nikah dari
Pemerintah.
Perkawinan model ini disebut nikah
siri.
Atau perkawinan di bawah tangan.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975.
Sebagai pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974.
Disebutkan tiap perkawinan harus dilakukan menurut ketentuan agama dan harus
dicatatkan.
Peraturan perundangan hanya
mengatur formalitas perkawinan.
Pada zaman Rasulullah dan sahabat
belum ada pencatatan perkawinan.
Perkawinan sah, jika memenuhi syaratnya.
Rasulullah bersabda:
“Umumkan pernikahan dan pukullah
rebana.”
Rasulullah bersabda,
“Adakan walimah, meskipun hanya
dengan memotong seekor kambing.”
MANFAAT CATATAN PERNIKAHAN
Catatan perkawinan untuk kepastian
hukum.
Serta melindungi semua pihak
dalam perkawinan dan akibat hukumnya.
Seperti nafkah isteri, hubungan
orang tua dengan anak, kewarisan, dan lainnya.
Pencatatan perkawinan untuk
mewujudkan ketertiban hukum.
Menghindari pemalsuan identitas
para pihak yang akan kawin.
Keharusan mencatatkan perkawinan dalam
hukum Islam, dikiaskan muamalah.
Yang dalam situasi tertentu
diperintah untuk mencatatnya.
Akad nikah bukan muamalah biasa.
Tetapi perjanjian yang sangat
kuat.
Al-Quran surah An-Nisa (surah
ke-4) ayat 21.
وَكَيْفَ
تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ
مِيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka
(isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
Jika akad utang piutang dan hubungan kerja lain harus dicatat.
Mestinya akad nikah yang luhur,
agung, dan sakral lebih utama lagi untuk dicatatkan.
Mencatatkan perkawinan sangat bermanfaat
dan menghindarkan mudarat dalam masyarakat.
Maka umat lslam, wajib hukumnya
mencatatkan perkawinan yang dilakukannya.
(Sumber suara.muhammadiyah)







