Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label FORMULA E UNTUNG MATERI DAN NAMA BAIK INDONESIA. Show all posts
Showing posts with label FORMULA E UNTUNG MATERI DAN NAMA BAIK INDONESIA. Show all posts

Sunday, October 9, 2022

15284. FORMULA E UNTUNG MATERI DAN NAMA BAIK INDONESIA

 

 


 

 

FORMULA E UNTUNG MATERI DAN NAMA BAIK INDONESIA DI DUNIA GLOBAL

Oleh: Drs HM Yusron Hadi, MM

 

 

 

 

Kasus Formula E.

Jangan cuma lihat hukum formal.

 

Tapi juga nama baik lndonesia.

 

Di dunia global.

Dan internasional

 

Guru Besar Fakultas Hukum.

 Universitas Al Azhar Indonesia.

 

Suparji Ahmad.

Mendorong proses penegakan hukum:

 

1)        Tak diskriminatif.

2)        Tak tebang pilih.

 

3)        Independen.

4)        Transparan.

 

5)        Profesional.

6)        Akuntabel.

 

Guru Besar Fakultas Hukum.

 Universitas Al Azhar Indonesia.

 Suparji Ahmad berpendapat.

 

Bahwa untuk mengatasi perbedaan pandangan.

Tentang konstruksi kasus Formula E.

 

Perlu batu uji berupa:

 

1)        Fakta hukum.

2)        Norma hukum.

 

3)        Teori hukum.

4)        Filsafat hukum.

 

Untuk mengatasi perbedaan persepsi.

Beda pengamatan.

Harus pakai batu uji clear.

 

Ilustrasinya.

Dalam pertandingan sepak bola.

 

Menit terakhir.

Bagi yang kalah.

Terasa sangat cepat.

 

Tapi bagi yang menang.

Terasa sangat lama,” katanya.

 

Dalam webinar bertema.

 Formulasi Hukum Formula E.

 

Di Universitas Al Azhar Indonesia.

Sabtu 8 Oktober 2022.

 

Pendapat Suparji.

Menjawab pendapat pakar hukum.

 

 Universitas Padjajaran Bandung.

 Romli Atmasasmita.

 

Yang menyebut Formula E.

Ada unsur:

 

1)        Niat jahat (mens rea).

2)        Actus reus (perbuatan).

 

Yang dapat dipidana (strafbaarheid).

 

 

“Seperti dikatakan Bang Saut.

Akan dikenai pasal berapa.

Dengan sangkaan apa?

 

Korupsi yang menimbulkan:

1)        Kerugian negara.

2)        Kerugian ekonomi nasional.

 

3)        Gratifikasi.

4)        Suap.

Yang mana,” katanya.

 

Jika lihat berita.

Cenderung konstruksi dugaan korupsi.

Mengacu Pasal 2 atau Pasal 3.

 

 “Terkait pandangan ada unsur mens rea.

Atau niat jahat atau niat buruk.

 

Bagaimana cara mengukurnya?

 

Secara sederhana.

Ada teori:

 

1)        Menghendaki dan mengetahui.

2)        Menghendaki untuk melawan hukum.

 

3)        Memperkaya.

4)        Merugikan keuangan negara.

 

5)        Mengetahui melawan hukum.

6)        Memperkaya diri, orang lain, atau korporasi.

 

Dalam konteks konstruksi perbuatan.

Fakta yang terjadi.

 

Unsur mens rea dalam konteks melawan hukum.

 

Tidak ditemukan,” tutur Suparji.

 

Bagaimana cara konstruksi unsur melawan hukum.

 

Mengacu putusan MK.

Melawan hukum,  yaitu:

 

1)        Melawan hukum formil.

2)        Melawan aturan perundangan.

 

Sehingga muncul kepastian hukum.

Dalam hal melawan hukum.

 

Harus ada aturan yang dilanggar.

Secara jelas.

 

Kalau konstruksi melawan hukum.

Karena tidak ada program.

 

Fakta menunjukkan.

Bahwa event ini.

Secara jelas ada cantolan dan rujukannya.

 

 

Tidak mungkin dalam anggaran.

Semua diperinci kegiatannya.

 

Misalnya:

1)        Sumbangan masjid.

2)        Badminton.

 

3)        Voli.

4)        Formula E.

5)        Dan lainnya.

 

“Dalam proses anggaran.

Saya tidak  terlibat langsung.

 

Mungkin DIPA bersifat makro.

 

 Misalnya:

1)        Olahraga.

2)        Pariwisata.

3)        Dan lainnya.

 

Pihak eksekutif akan menerjemahkan.

 

Jika konstruksi hukum.

Kegiatan ini tidak ada cantolannya.

 

Tidak ada dalam APBD.

Maka terbantahkan.

 

Karena ada program olahraga, dan  pariwisata,” kata Suparji.

 

Jika dianggap punya niat jahat melawan hukum.

 

Berupa minta pinjaman ke Bank.

Karena tak ada ada anggaran.

Kemudian nekat.

 

Hal ini bagian melakukan kegiatan.

Seperti negara mengeluarkan:

1)        SUN.

2)        SUKUK.

 

3)        Obligasi.

4)        Dan semacamnya.

 

Hal itu dalam konteks.

Kreasi create anggaran, modal, biaya.

 

Negara sering melakukan ini.

 

Jika konstruksinya melawan hukum.

Karena nekat pinjam Bank.

 

Dalam rangka pembiayaan.

 

Hal itu terbantahkan.

 

Hal itu lazim dilakukan.

Selama sendi pengelolaan:

 

1)        Keuangan daerah.

2)        Perbankan.

 

Dilakukan seperti mestinya.

 

Jadi, tidak ada norma.

Tak ada aturan perundangan.

Yang dilanggar,” tuturnya.

 

Jika unsur:

 

1)        Memperkaya diri.

2)        Memperkaya orang lain.

3)        Memperkaya korporasi.

 

Sebetulnya ini mens rea utama.

 

Pada dasarnya korupsi.

Yaitu tindakan rakus, yaitu:

 

1)        Ingin kaya diri sendiri.

2)        Ingin kaya korporasinya.

 

Delik intinya ingin kaya.

Caranya dengan korupsi.

Kerugian negara adalah akibatnya.

 

Konstruksi memperkaya.

Berupa wujud pemberian fee.

Kepada pihak ketiga.

 

Bisa diklarifikasi.

Bahwa itu bagian pembiayaan.

 

Bagian transparan.

Diproses terbuka.

 

Hal itu lazim diterima pihak ketiga.

Karena sudah melakukan kegiatan.

 

Jika orang telah melakukan kewajibannya.

Kemudian mendapat haknya.

 

Maka di mana salahnya?” ujar dia.

 

Dalam hal merugikan keuangan negara.

 

Putusan MK clear menyebut.

Bahwa hal itu dihitung.

 

Bukan berdasar total loss.

Tapi actual loss.

 

Pasal 39 PP Nomor 38 Tahun 2016.

Tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah.

 

Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara.

Atau Pejabat Lain.

 

Dalam pasal itu dikatakan.

Bahwa penentuan nilai kekurangan.

Dari penyelesaian kerugian negara/daerah.

 

Dilakukan berdasar nilai buku.

Atau nilai wajar.

Atas barang sejenis.

 

“Jadi, kerugian negara.

Harus dihitung nyata dan pasti.

 

Juga UU tentang Perbendaharaan Negara,” kata Suparji.

 

Konstruksi kasus Formula E.

Berupa delik penyertaan (deelneming).

Yaitu:

 

1)                Ada pelaku.

2)                Ikur serta melakukan.

3)                Yang disuruh melakukan.

 

 Pertanyaannya, yaitu:

 

1)                Siapa pelakunya.

2)                Siapa dadernya atau aktor intelektualnya.

 

3)                Siapa yang menyuruh.

4)                Siapa yang turut serta.

 

“Seharusnya itu semua jelas.

Ketika memberi opini.

 

Dan mengonstruksikan.

Sebagai tindak pidana,” ujar dia.

 

Sesungguhnya tidak ada soal hukum.

Bisa dikonstruksikan.

Penuhi unsur Pasal 2 dan Pasal 3.

 

Karena faktanya.

 

Formula E menguntungkan:

1)                Material.

2)                Imaterial

 

Untung materi berupa finansial.

Yaitu Rp 1,2 triliun lebih.

 

Untung imaterial.

Yaitu ajang Formula E.

 

Ajang kebanggaan bagi Jakarta.

Dan Indonesia.

Di dunia internasional.

 

Jangan hanya melihat sisi materiil.

Dengan menafikan sisi imaterial.

 

Yaitu reputasi nasional.

Dan internasional.

 

Berupa citra baik lndonesia.

Di dunia global.

 

Hal itu kepercayaan publik.

Karena memberi untung.

Yang nilainya sangat tinggi.

 

Proses ini juga sudah dilakukan akuntabel.

BPK sudah mengaudit 3 kali.

Tak ditemukan penyimpangan,” tutur dia.

 

Berangkat dari:

1)        Fakta.

2)        Teori norma akademis.

3)        Bukan perspektif politis.

 

Perlu didorong nilai keadilan, nilai kepastian, dan nilai kemanfaatan.

 

“Produk politik itu.

Berupa proses legislasi.

 

Tapi penegakan hukum.

1)        Bukan produk politik.

2)        Tapi produk keadilan.

 

3)        Kemanfaatan.

4)        Kepastian.

 

Tak boleh produk hukum.

Bagian dari  perhelatan politik.

Apalagi untuk sandera politik.

 

Demi kepastian.

Jika tidak ada peristiwa pidananya.

 

Maka proses hukum ini.

Harus dihentikan.

 

“Kami juga mendorong dalam proses penegakan hukum:

 

1)        Tak diskriminatif.

2)        Tak tebang pilih.

 

3)        Berjalan independen.

4)        Transparan.

 

5)        Profesional.

6)        Akuntabel.

 

Harus ada pemikiran sama.

Dalam mencermati Formula E.

 

Jangan menimbulkan trauma.

Dalam proses penegakan hukum.

Karena politik.

 

Jangan menimbulkan:

 

1)                Cedera keadilan.

2)                Luka kedilan.

3)                Derita keadilan.

 

Karena proses hukum.

Yang tidak  fair dan sportif,” tutur Suparji. 

 

(sumber kba)