JIWA DAN ROH MENURUT SAINS
MODERN
Roh (menurut KBBI V) bisa
diartikan:
1.
Sesuatu (unsur) yang ada
dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya hidup (kehidupan).
2.
Nyawa.
3.
Makhluk hidup yang tidak
berjasad, tetapi berpikiran dan berperasaan (malaikat, jin, setan, dan
sebagainya)
4.
Semangat.
5.
Spirit.
KETIKA PARA DOKTER
MEMINTA KAJIAN JIWA & ROH
Oleh: Agus Mustofa
Saya sering diundang kalangan
dokter.
Untuk memberikan kajian ilmiah
terkait dengan agama.
Di antaranya, minggu lalu.
Yang mengundang Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya bekerjasama dengan RS Saiful Anwar, Malang.
“Terima kasih, Pak Agus
berkenan memberikan materi kajian ilmiah tentang keislaman kepada kami,” kata
dr. Kurnia Penta Seputra, Sp.U(K).
Mewakili para dokter yang
hadir di kajian bulanan.
Di mana saya sebagai
narasumbernya.
Selain FK Universitas
Brawijaya, adalah FK Unair.
Juga sejumlah rumah sakit.
Seperti RS Jiwa Prof. Dr
Soerojo Magelang. RS Syuhada Haji Blitar.
RS Dr Mohammad Hoesin Palembang. RS Hermina
Malang. RS Bhineka Bhakti Husada Jakarta.
Ikatan Dokter Spesialis
Malang.
Dan, Simposium Perdossi
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia) di Bandung.
Menariknya, para dokter sering
meminta kajian yang justru menjadi bidang profesi mereka.
Di antaranya, tentang fenomena
manusia terkait sistem tubuh, jiwa dan roh.
Seperti yang diminta oleh RS
Saiful Anwar bekerjasama dengan FK UB Malang minggu lalu.
“Untuk kajian bulan ini kami
mohon membahas Jiwa dan Roh.
Dalam sudut pandang
saintifik,” pinta dr Indra Kasman SpPD, panitia kajian Islam RS Saiful Anwar –
FK UB.
Tentu saja, itu adalah materi
yang sangat menarik.
Apalagi buat para dokter.
Yang setiap saat bergelut
dengan dunia medis.
Dan bersentuhan dengan potensi
kematian pasiennya.
Terutama pasien yang sudah
dalam kondisi berat.
Di rumah sakit.
“Di manakah posisi Jiwa orang
yang masih hidup.
Dan ke mana perginya jiwa
orang yang mengalami kematian?” tanya salah seorang dokter, peserta kajian yang
digelar secara online itu.
Maka, saya pun menguraikan
struktur diri manusia dalam sudut pandang Al-Qur’an dan sains.
Sebagaimana telah saya tulis
dalam beberapa buku saya.
Di antaranya, “Menyelam ke
Samudera Jiwa dan Roh” dan “Jejak Sang Nyawa”.
Bahwa, menurut Al Qur’an, diri
manusia terdiri dari 3 lapis eksistensi.
Yakni, badan, jiwa dan roh.
Badan adalah wadahnya.
Jiwa adalah fungsi
kemanusiaannya.
Sedangkan roh adalah energi
kehidupan.
“Ibarat sebuah komputer.
Badan manusia adalah hardware.
Jiwa adalah software.
Sedangkan roh adalah energi
listrik yang menjadi basis operating system bagi komputer itu,” papar saya
panjang lebar.
Badan manusia diciptakan oleh
Allah dengan struktur yang sangat kompleks.
Ibarat komputer yang dibuat di
atas motherboard dan sirkuit microchip yang canggih.
Akan tetapi, secanggih apapun,
ia adalah benda mati.
Yang belum bisa dioperasikan.
Belum bisa difungsikan.
Komputer baru akan berfungsi
ketika sudah diberi atau diinstalkan sejumlah software.
Misalnya, program aplikasi
multimedia.
Atau, program administrasi
bisnis dan keuangan.
Atau, program aplikasi musik.
Dan lain sebagainya.
Itulah gambaran jiwa manusia.
Sebagai fungsi kehidupan.
Di mana software kehidupan
diinstalkan ke dalam diri kita melalui pendidikan.
Pelatihan.
Pengalaman hidup.
Dan, kemudian menjadi karakter
serta life skills.
Namun demikian, sesungguhnya
badan dan jiwa itu adalah eksistensi yang mati.
Kecuali, sudah dimasuki oleh roh.
Dikarenakan diberi roh oleh Sang Pencipta
itulah, maka manusia menjadi hidup.
Ibarat komputer dengan
hardware dan software yang canggih.
Baru akan “hidup” ketika
dicolokkan ke sumber listrik.
Di mana operating systemnya
bekerja berdasar kelistrikan itu.
Tanpa listrik, komputer itu
tak lebih hanya onggokan komponen-komponen elektronik yang berisi software.
Tidak bisa digunakan.
Seperti juga manusia.
Tanpa roh, kita ini tak lebih
hanya onggokan daging, tulang dan biomassa yang mati.
Tak berfungsi.
Yang menghidupkan kita adalah roh.
Yang berisi sifat-sifat
ketuhanan.
Karena Allah Mahahidup.
Maka ketika sebagian roh-Nya
dihembuskan ke dalam diri cikal bakal manusia.
Ia menjadi ketularan hidup.
Juga bisa mendengar, karena
ketularan sifat Allah Yang Maha Mendengar.
Bisa melihat, karena ketularan
sifat Allah Yang Maha Melihat.
Bisa berkendak, karena roh
membawa sifat Allah yang Maha berkehendak.
Juga bisa mencipta, karena
ketularan sifat Maha Mencipta.
Dan lain sebagainya.
Seperti firman Allah ini.
Al-Quran surah As-Sajdah
(surah ke-32) ayat 9.
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ ۖ
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَا
تَشْكُرُونَ
Kemudian Dia menyempurnakan
dan menghembuskan ke dalamnya (cikal bakal manusia) sebagian roh-Nya. Dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. Sedikit sekali kamu
bersyukur.
Yang disebut manusia adalah
ketika badan, jiwa dan roh itu masih bersatu.
Ketika badannya mengalami
kerusakan menyeluroh, maka matilah seorang manusia.
Ditinggal pergi jiwa dan rohnya.
Meninggalkan badan
materialnya.
Dan, memasuki alam barzakh. Di
mana manusia hidup dengan badan halusnya. Badan energial. Sosok jiwa yang
dihidupi oleh roh sebagai sumber energi kehidupannya. Dan kemudian, disebut
sebagai: nyawa.
Jadi, orang yang mati itu
sesungguhnya tidak mati.
Melainkan cuma berpindah
tempat.
Ke alam yang berdimensi lebih
tinggi.
Dikarenakan badan wadagnya
sudah rusak.
Sehingga, tidak bisa lagi
mewadahi nyawa alias badan halusnya.
Pindah alam.
Hidup di Alam Barzakh.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah
ke-2) ayat 154.
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ
ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati.
Sebenarnya, mereka itu hidup. Tetapi kamu tidak menyadarinya.
Wallahu a’lam bissawab ..
(Sumber Agus Mustofa)



