Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label JUMLAH MENTERI DI NEGARA MAJU. Show all posts
Showing posts with label JUMLAH MENTERI DI NEGARA MAJU. Show all posts

Wednesday, December 23, 2020

8191. JUMLAH MENTERI DI NEGARA MAJU

 


JUMLAH MENTERI DI NEGARA MAJU

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

 

*Pas 10 saja

 

 

(repos tulisan zaman Ken Arok, mumpung lagi ramai)

 

 

Amerika Serikat

 

Punya 22 anggota kabinetnya.

 

14 menteri, 8 pejabat setara menteri.

 

Ramping.

 

Untuk negara dengan 327 juta penduduk, jauh lebih besar dibanding kita.

 

Mereka cukup punya 22 anggota kabinet.

 

 

CHINA

 

China, punya 26 anggota kabinet.

 

 

21 menteri, 3 komisi, 1 kepala bank sentral, 1 kepala audit nasional.

 

 

 Untuk negara dengan penduduk 1,38 milyar, kabinet mereka langsing sekali.

 

 

JEPANG

 

Jepang punya 19 menteri.

 

JERMAN

 

Jerman punya 15 menteri (sudah termasuk wakil kanselir), dll, dll

 

 

Silakan cari sendiri data menteri di negara lain.

 

 

Intinya negara2 maju itu rata2 sedikit menteri mereka.

 

 

Ramping. Lincah.

 

 

Efektif. Efisien.

 

 

Lantas mari kita tengok negara dengan kode telepon internasional +62, eh, maksudnya Indonesia.

 

 

Berapa jumlah menteri Kabinet 2014-2019?

 

 

Ayo tebak berapa?

 

 

Jawabnya 34 menteri, dan 8 pejabat setingkat menteri (jaksa agung, kapolri, seskab, kepala BIN, dll).

 

 

Di luar 3 wakil menteri.

 

 

Berapa jumlah kabinet 2019-2024?

 

 

34 menteri, 8 pejabat setingkat menteri, dan 12 wakil menteri.

 

 

Banyak memang.

 

 

Segala jenis kementerian ada di sini.

 

 

 

Setiap kali mau pemilu, saat kampanye, nyusun visi misi, dll biasanya sih mereka sibuk bicara tentang perampingan kabinet.

 

 

Saat mereka masih dalam kondisi sehat wal’afiat, berpikir lurus, mereka tahu betapa pentingnya kabinat yg ramping dan lincah.

 

 

Tapi setelah menang, saat melihat buanyak sekali yang harus diakomodasi, mulailah semua membengkak.

 

 

Simsalabim.

 

 

34 menteri.

 

 

Mungkin biar sama dengan jumlah provinsi di Indonesia 34 orang.

 

 

 

Di Indonesia ini entah kenapa semua harus diakomodasi.

 

 

Periode lalu, anggota DPR cuma 560, sekarang jadi 575.

 

 

Ampun dah, coba tengok Amerika Serikat, cukup 435 saja.

 

 

Di Indonesia ini, semua harus masuk, itulah kenapa pimpinan MPR membengkak pula.

 

 

Bahkan dalam struktur kementerian, polisi, TNI pula.

 

 

Saat ada pejabat yang nganggur, mari ciptakan posisi dan jabatan baru untuk mengakomodasi yang nganggur ini.

 

 

Saat ada jenderal yang nganggur, gimana ini?

 

 

Harus diakomodasi.

 

 

Dan kita belum bicara posisi di BUMN.

 

 

Alangkah banyaknya itu komisaris, direksi, dll di BUMN.

 

 

Kayaknya perusahaan di luar negeri, yang jauh lebih besar, tidak harus sebanyak itu juga strukturnya.

 

 

 

Ketika sebuah kabinet, yang saat menyusunnya saja dipenuhi oleh kepentingan, akomodasi, maka ngimpi saja jika berharap kabinet ini akan efektif.

 

 

Lah, format awalnya saja penuh akomodasi.

 

 

Apalagi saat milih orangnya, dll.

 

 

 Lucunya, selalu saja ada argumen, pembenaran, untuk mengakomodasi hal2 tertentu yang sebenarnya buat apa?

 

 

Tentu saja, dalam sistem demokrasi, dengan parpol, akomodasi adalah realitas.

 

 

Tapi di sini bablas sekali, coba lihat itu jumlah menteri 34.

 

 

Lu kira satu kementerian itu gratis?

 

 

Dibayar pakai daun?

 

 

Tidak.

 

 

Semakin gemuk kabinetnya, semakin besar pula anggarannya.

 

 

Itu menghabiskan uang rakyat.

 

 

Bukan cuma soal angka, 34 doang.

 

 

 

Dan dampak gemuknya kabinet ini, juga terlihat di pemda2, pemkot2.

 

 

 Di atasnya gemuk, eh, dia ngikut.

 

 

Itu kepala dinas, ampun dah banyak sekali.

 

 

Belum lagi perangkat di bawah kepala dinas-dinas ini.

 

 

Sudah jadi rahasia umum, buanyak pemda, pemkot di negeri ini yang APBD nya cuma habis buat bayar aparatnya.

 

 

Gimana mau membangun, jika uang habis duluan buat bayar orangnya.

 

 

Gimana mau lincah membangun jika struktur organisasinya gemuk, penuh akomodasi.

 

 

Kebanyakan rapat, jalan2, iya.

 

 

Sekolah rusak, sekolah rubuh, besok2 mikirnya.

 

 

Dan lebih nelangsa lagi, itu pemda2, pemkot2 juga masih bikin tim ini, tim itu, ngabisin anggaran semua.

 

 

 

Saya selalu berharap ada yang berani mulai memangkas jumlah menteri ini.

 

 

Sekali atasnya dipangkas, bawah harus menyesuaikan.

 

 

 Ayolah, belajar dari negara2 maju sana, mereka punya penduduk yang berkali2 lipat lebih banyak dibanding kita, bisa loh dengan sedikit menteri.

 

 

Dan terbukti berhasil, negara mereka maju.

 

 

Indonesia itu paling hanya butuh belasan menteri saja, beres.

 

 

Pangkas sisanya.

 

 

Buang pada tempatnya.

 

 

Minimal, kita bisa menghemat anggaran.

 

 

Lumayan hematnya.

 

 

Ssst... saking banyaknya menteri di negeri ini, malah lupa siapa saja orangnya loh.

 

 

 

Termasuk anggota DPR.

 

 

 

Di Indonesia ini logikanya terbalik.

 

 

Bukannya dikurangi, eh malah dia tambah.

 

 

Buat apa?

 

 

Hanya nambah pemandangan orang tidur di sana?

 

 

Atau nambah pemandangan jumlah kursi kosong.

 

 

DPR itu bahkan 100 orang saja sudha kebanyakan.

 

 

Toh, jika mereka yang 100 ini tidak becus juga, minimal sedikit uang yang kebuang.

 

 

 

Entahlah. Mungkin masih harus nunggu 20-30 tahun lagi ini semua jadi realitas.

 

 

Nunggu generasi berikutnya yang benar2 berani dan fokus pada kesejahteraan rakyat banyak.

 

 

Bukan kesejahteraan parpol, elit2 mereka saja.

 

 

Nunggu generasi berikutnya yg lebih memilih mengakomodasi kepentingan dan hak rakyat banyak dibanding mengakomodasi oportunis, penjilat, pendukung kampanye, dll.

 

 

 

Saat itu terjadi, mungkin kita hanya perlu 10 kementerian.

 

 

Dibagi sajalah kayak pelajaran SD: ada menteri IPA, menteri IPS, menteri Matematika, menteri Agama, menteri Muatan Lokal, dll, dll, pas 10.

 

 

Negara bisa jalan.

 

 

Buat apa banyak2?

 

 

(Sumber Tere Liye)