Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label HUKUMNYA HAL YANG TAK PERNAH DILAKUKAN NABI. Show all posts
Showing posts with label HUKUMNYA HAL YANG TAK PERNAH DILAKUKAN NABI. Show all posts

Thursday, January 7, 2021

8264. HUKUMNYA HAL YANG TAK PERNAH DILAKUKAN NABI

 


HUKUMNYA HAL YANG TIDAK PERNAH DILAKUKAN NABI

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

   

 

 

 

 

Ada istilah,

 

 

 

“Jika tidak pernah dilakukan oleh Nabi, maka hukumnya adalah haram”.

 

 

 

 

Hal ini bisa membuat orang:

 

1.      Mengharamkan sesuatu yang tidak haram.

 

2.       Membid’ahkan sesuatu yang tidak bid’ah.

 

 

 

 

Kaidah ilmu Ushul Fiqh.

 

Kaidah ke-1, dalam hukum haram ada 3 model.

 

 

1.      Kata “nahi” berupa kalimat larangan langsung.

 

 

Al-Quran surah Al-Isra (surah ke-17) ayat 32.

 

 

 

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

 

 

 

 

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

 

 

 

 

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا

 

 

 

Dan janganlan kamu mendekati zina.

 

 

2.      Kata “nafi” berupa larangan tidak langsung.

 

 

Al-Quran surah Al-Hujurat (surah ke-49) ayat 12.

 

 

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

 

 

 

 

Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antaramu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

 

 

 

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا

 

 

 

Dan janganlan kalian saling menggunjing satu sama lain.

 

 

 

3.      Kata “waid” berupa kecaman keras.

 

 

 

Nabi bersabda,”Siapa yang menipu kami, makaَ dia bukanlah dari golongan kami.”

(HR. Muslim).

 

 

 

 Sedangkan “at-Tark” (perbuatan yang ditinggalkan dan tidak dilakukan oleh Nabi, tidak satu pun para ahli Ushul Fiqh menggolongkannya ke dalam kaidah haram.

 

 

 

Kaidah  ke-2, semua yang diperintahkan oleh Nabi maka kerjakan dan semua yang dilarang oleh Nabi maka tinggalkan.

 

 

Dan tidak ada kaidah tambahan,

 

 

 

”Semua yang tidak dilakukan oleh Nabi, maka hukumnya haram.”

 

 

 

Al-Quran surah Al-Hasyr, surah ke-59 ayat 7.

 

 

 

مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

 

 

 

 

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.

 

 

 

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ

 

 

Dan apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.

 

 

 

Kaidah ke-3, yang diperintahkan oleh Nabi harus dilaksanakan, dan yang dilarang oleh Nabi harus ditinggalkan.

 

 

 

 

 Nabi bersabda,

 

 

 

“Yang aku perintahkan, laksanakan, dan yang aku larang, tinggalkan”.

 

 

 

Tidak ada kalimat tambahan,

 

 

“Yang tidak aku lakukan, haramkan!”.

 

 

 

Kaidah ke-4, para ulama Ushul Fiqh mendefinisikan sunah adalah ucapan, perbuatan, dan ketetapan yang berasal dari Nabi layak dijadikan sebagai dalil hukum syar’i.

 

 

 

Hanya ada 3 ketetapan dalam sunah Nabi, yaitu:

 

1.      “qaul” (ucapan).

2.      “fi’l” (perbuatan).

3.      “taqrir” (ketetapan).

 

 

 

 

Tidak ada disebutkan “at-Tark’ (sesuatu yang ditinggalkan dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi).

 

 

 

Sehingga “at-Tark” tidak termasuk dalil penetapan hukum syar’i.

 

 

 Kaidah ke-5, masalah “at-Tark” (sesuatu yang ditinggalkan dan tidak dilakukan oleh Nabi) tidak selamanya mengandung makna larangan, tetapi mengandung multi makna dan banyak kemungkinan arti.

 

 

 

Dalam kaidah Ushul Fiqh dinyatakan bahwa,

 

 

 

”Jika sebuah dalil mengandung ‘ihtimal’ (banyak kemungkinan dan ketidakpastian), maka tidak layak dijadikan sebagai dalil.”

 

 

 

Kaidah ke-6, masalah “at-Tark” (sesuatu yang ditinggalkan dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi), itu adalah hukum asal, sedangkan dalam hukum asalnya tidak ada suatu perbuatan pun.

 

 

 

Perbuatan itu datang belakangan, maka “at-Tark” tidak dapat  menetapkan hukum haram.

 

 

Karena banyak hal mandub (anjuran) dan perkara mubah (boleh) yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.

 

 

 

Jika dikatakan semua yang tidak dilakukan Rasulullah mengandung hukum haram, maka akan terhentilah kehidupan kaum muslimin.

 

 

 

Nabi bersabda,

 

 

 

“Apa yang dihalalkan oleh Allah, maka itu halal, apa yang diharamkan, maka itu haram, dan apa yang didiamkan (tidak disebutkan), itu adalah kebaikan dari Allah, maka terimalah, sesungguhnya Allah tidak pernah lupa terhadap segala sesuatu.”

 

 

 

Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 64.

 

 

 

    وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلَّا بِأَمْرِ رَبِّكَ ۖ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَٰلِكَ ۚ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

 

 

 

 

Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.

 

 

 

Kemudian Rasulullah membacakan ayat,

 

 

“dan tidaklah Tuhanmu lupa.”. (Qs. Maryam [19]: 64).

 

 

 

وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا

 

 

 

Dan Tuhanmu tidak lupa.

 

 

 

Hal ini menunjukkan bahwa yang tidak disebutkan oleh Allah dan tidak dilakukan oleh Rasulullah bukan berarti mengandung makna haram.

 

 

 

Tetapi mengandung makna boleh, hingga ada dalil lain yang mengharamkannya.

 

 

 

Sehingga kaidah,“Jika tidak pernah dilakukan oleh Nabi, maka hukumnya  haram”.

 

 

Adalah batal dan tidak berlaku.

 

 

 

 

Daftar Pustaka

1.              Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.

2.              Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.

3.              Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.

4.              Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

5.              Tafsirq.com online