Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label INDONESIA BUKAN MILIK SEKELOMPOK ORANG. Show all posts
Showing posts with label INDONESIA BUKAN MILIK SEKELOMPOK ORANG. Show all posts

Saturday, October 23, 2021

11366. INDONESIA BUKAN MILIK SEKELOMPOK ORANG

 





INDONESIA BUKAN MILIK SEKELOMPOK ORANG

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

 

Negara Milik Semua

 

Indonesia merdeka sudah 76 tahun.

 

Indonesia berbangsa bahkan berabad-abad lamanya.

 

Mestinya, segenap warga dan elite negeri makin dewasa dalam berindonesia.

 

Ibarat buah makin matang.

Seperti ilmu padi.

Makin tua kian merunduk ke bumi.

 

Tapi masih saja ada yang belum akil-balig.

Dalam berbangsa dan bernegara.

 

Semisal elite negeri.

Yang menyatakan suatu Kementerian Negara.

Lahir untuk golongan tertentu.

 

Sehingga layak dikuasai kelompoknya.

 

Suatu narasi radikal.

Yang menunjukkan rendahnya penghayatan keindonesiaan.

 

Belum terhitung praktik paradoks lain yang sama gawat.

 

Dunia politik, ekonomi, dan kekayaan alam.

 

Dikuasai sekelompok kecil pihak.

 

Dan ramai membangun sangkar besi oligarki.

 

Negara Republik Indonesia yang susah payah diperjuangkan kemerdekaannya.

Oleh seluruh rakyat.

Dengan segenap jiwa raga.

Direngkuh menjadi miliknya.

 

Inilah ironi keindonesiaan.

 

Suatu ironi bernegara.

 

Yang sejatinya berlawanan arus.

 

Dengan gempita Aku Pancasila.

Aku Indonesia.

Aku Bhinneka Tunggal Ika.

Dan NKRI harga mati.

 

Ironi sebagai bukti.

Indonesia ternyata  belum menjadi milik semua!

 

Disorientasi Berbangsa

 

Indonesia itu lahir dan hidup.

Untuk seluruh rakyat Indonesia.

Tanpa kecuali.

 

Sukarno dalam pidato 1 Juni tahun 1945.

Dalam sidang BPUPKI yang monumental.

 

Menyatakan dengan lantang bahwa,

 

 “Kita hendak mendirikan suatu negara  buat semua.

 

Bukan buat satu orang.

Bukan buat satu golongan.

 

 

 

 

Bukan golongan bangsawan.

Maupun golongan kaya.

Tetapi semua buat semua”.

 

Mohammad Hatta menegaskan.

 

Pentingnya “kolektivisme” dalam berbangsa dan bernegara.

 

Dari Dwitunggal pemimpin Indonesia.

 

Maupun para pendiri negara  lainnya.

 

Kuat sekali kehendak untuk menjadikan Indonesia.

 

Milik bersama seluruh rakyat Indonesia.

 

Jiwa gotong-royong mendasari bangunan Indonesia.

 

Dalam seluruh aspek kehidupan.

 

Agar tidak ada oligarki politik.

Oligarki ekonomi.

Oligarki keagamaan.

Dan oligarki lainnya.

 

Yang merusak kebersamaan.

Dan menjadikan Indonesia.

Hanya milik sekelompok kecil pihak.

 

Peneliti asing membuat kesimpulan sangat bijaksana.

 

Anthony Reid (2018) menulis.

 

 “Indonesia menjadi titik temu.

Persatuan nasional seluruh rakyat Indonesia.

 

Dari berbagai golongan.

 

Sebagai era baru

Yang di era Nusantara berpencar.

 

Menjadi entitas sendiri-sendiri.

Yang tidak mengarah ke persatuan”.

 

Padahal, dia bukan bagian Republik ini.

 

Dia sekadar pengamat.

 

Tapi paham jati diri keindonesiaan.

 

Yang dibentuk dan dibangun atas dasar kebersamaan.

 

Artinya, keberadaan dan masa depan Indonesia.

 

Menyatu dengan seluruh rakyat.

 

Yang termanifestasi dalam beragam agama.

Ras, suku bangsa, daerah, dan golongan.

 

Dalam satu kesatuan.

Yang tidak bisa dipisah-pisah.

 

Kesatuan tanpa diksriminasi.

Kebersamaan tanpa dominasi.

 

Keutuhan tanpa serpihan.

 

Harmoni tanpa arogansi.

 

Seolah Republik ini hanya didirikan oleh, dari, dan untuk dirinya.

 

Itu kesejatian Bhinneka Tunggal Ika autentik.

 

Indonesia milik semua.

 

Sudah disegel oleh konstitusi.

 

Kemerdekaan Indonesia untuk mewujudkan kehidupan

 

Yang bersatu di samping berdaulat, adil, dan makmur.

 

Yang menjadi cita-cita nasional.

 

Pemerintahan Negara Indonesia.

 

Antara lain, untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.

 

Dan seluruh tumpah darah Indonesia.

serta untuk memajukan kesejahteraan umum.

 

Sila ke-3 Pancasila.

Yaitu Persatuan Indonesia.

 

Sila ke-4.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

 

Sila ke-5.

 

Adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Kurang apa lagi?

 

Semua menunjukkan substansi yang hakiki.

 

Bahwa Negara Republik Indonesia merdeka.

 

Untuk semua rakyat Indonesia.

 

Tanpa kecuali, tanpa diskriminasi.

Dan tanpa arogansi.

Oleh sekelompok kecil maupun besar.

 

Tanpa apa pun yang merusak keutuhan, persatuan, dan kebersamaan.

 

Bhinneka Tunggal Ika.

Bahkan telah menyatu menjadi darah daging keindonesiaan di Republik ini.

 

Jika benar-benar dipahami dan dihayati.

 

Untuk dipraktikkan dengan bukti.

 

Karenanya, ketika ada warga dan elite bangsa.

 

Atau golongan apa pun.

 

Yang mengklaim Indonesia seolah miliknya.

 

Dan diperuntukkan bagi diri dan kelompoknya.

 

Sejatinya bertentangan.

 

Dan keluar dari fondasi.

 

Yang menjadi jiwa, pikiran, koridor, cita-cita.

 

Dan tujuan Indonesia merdeka.

 

Tidak sejalan dengan eksistensi Negara Indonesia.

 

Berdiri sebagai bangsa dan negara.

 

Sama halnya bila muncul asumsi.

 

Bahwa Negara Indonesia yang tidak dikelola olehnya.

Maka salah semua.

 

Pandangan, sikap, dan orientasi tindakan ironi.

 

Jelas bentuk disorientasi berbangsa dan bernegara!

 

Jiwa Bernegara

 

Ernest Renan tahun 1882 menulis.

 

 “… bangsa (nation) itu ialah suatu solidaritas besar.

 

Yang terbentuk karena adanya kesadaran.

 

Bahwa orang telah berkorban banyak.

 

Dan bersedia untuk memberi korban itu lagi.

 

 … yakni persetujuan, keinginan.

Yang dinyatakan secara tegas.

 

Untuk melanjutkan hidup bersama (le desir de vivre ensemble)…”.

 

Menurut filsuf Prancis.

 

Yang menjadi rujukan pikiran para pendiri bangsa.

 

Seperti Sukarno, Mr Soenarjo, Mr Mohammad Yamin.

 

Bahwa “asas kebangsaan (nasionalitas) berbeda dengan asas ras”.

 

Negara Indonesia terbentuk oleh keutuhan seluruh komponen bangsa.

 

Indonesia akan hilang eksistensinya.

 

Jika sudah terkapling-kapling.

 

Oleh arogansi dan oligarki diri, kroni, golongan, konspirasi.

 

Dan segala bentuk penguasaan.

 

Yang mengeliminasi kebersamaan, kesatuan, kebhinekaan.

 

Dan prinsip negara milik semua.

 

Jika hal itu terjadi.

 

Prinsip demokrasi.

 

Yang meletakkan negara dan penguasaan negara oleh, dari, dan untuk semua rakyat.

 

Menjadi terkoreksi, tererosi, terdistorsi, dan terkorupsi.

 

Di negeri ini tidak semestinya berkembang.

Siapa yang kuat dan yang menang.

 

Menguasai Indonesia dalam hukum Darwinian.

 

Jika hal itu terjadi.

 

Indonesia dapat terpapar “radikalisme-ekstrem” bentuk lain.

 

Yang tentu saja tidak sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi 1945.

 

Indonesia wajib hukumnya untuk menjadi milik semua.

 

Masa depan bangsa dan negara pun terancam.

 

Dan menjadi ladang pertaruhan.

 

Melebihi atau menyamai ancaman radikalisme.

 

Jika dikuasai oleh sekelompok pihak.

Yang merusak bangunan dasar keindonesiaan.

 

Pemerintah negara wajib hadir.

 

Untuk melindungi seluruh rakyat dan tumpah darah Indonesia.

 

Serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Pemerintahan negara dari pusat sampai daerah.

 

Beserta seluruh institusi yang melekat di dalamnya.

 

Harus menjadi milik semua.

 

Yang mengayomi, memayungi, menyantuni, melayani.

 

Dan melindungi semua.

 

Ancaman keindonesiaan bukan hanya separatisme fisik.

 

Tapi dapat berupa separatisme nonfisik.

 

Dalam segala hasrat hegemoni, dominasi, dan oligarki.

 

Atas nama apa pun.

Dan oleh siapa pun.

 

Atau kelompok mana pun.

 

Para warga dan lebih-lebih elite bangsa.

 

Niscaya memupuk jiwa negarawan.

 

Yang meletakkan kepentingan Indonesia.

 

Di atas kepentingan diri, kroni, kelompok, golongan.

 

Dan segala primordialisme.

Yang mencederai keindonesiaan.

 

 Jiwa kenegarawanan yang luhur.

 

Mesti dijadikan alam pikiran, sikap, dan orientasi tindakan nyata.

 

Dalam berbangsa dan bernegra.

 

Bukan jiwa negarawan sebagai slogan indah.

 

Pada narasi kata dan retorika.

 

Tapi miskin tindakan dan bukti nyata.

 

Jiwa negarawan autentik antara kata dan perbuatan.

 

Bukan dalam jargon heroik kebinekaan dan keindonesiaan.

 

Yang terkunci dalam verbalisme NKRI harga mati.

 

Hanya untuk kepentingan diri sendiri.

 

Bagi kaum beriman.

 

Jiwa kenegarawanan dalam berbangsa dan bernegara.

 

Mesti lahir dari tauhid.

 

Yang menundukkan segala ananiyah diri.

 

Di atas otoritas Allah Yang Maha Kuasa.

 

 

Kuasa duniawi itu nisbi dan titipan Tuhan.

 

Yang mesti dirawat dengan jiwa terpercaya.

 

Sebaliknya, mesti dieliminasi segala wujud nafsu duniawi yang melampaui batas.

 

 

Nabi mengingatkan.

 

Jika manusia diberi satu gunung emas.

 

Dia akan meminta gunung yang kedua.

 

Setelah diberi yang kedua.

 

Dia minta gunung emas ketiga.

 

Hanya kematian yang memutus nafsu serakah itu.

 (QS at-Takatsur: 1-2).

 

Mandat kekuasaan duniawi bagi orang beriman.

 

Bukan barang indrawi.

 

Yang mesti dikuasai menjadi milik sendiri.

 

Dengan arogansi dan lupa diri.

 

 

Takhta itu amanah sangat berat.

 

Yang harus tanggung jawab di mahkamah Tuhan.

 

Allah mengingatkan dengan firman-Nya,

 

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.

 

Dan jika kamu menetapkan hukum di antara manusia.

 

Hendaknya kamu menetapkan dengan adil.

 

Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu.

Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”

 (QS an-Nisa: 58).

 

Jika hasrat kuasa diri dan kroni menjelma menjadi sangkar besi.

 

Lantas di mana ajaran luhur agama dan nilai suci Ilahi masuk ke jantung hati!

 

(Haidar Nashir)

(Sumber republika)