ANTHONY LOGIKA PROF
ROMLI PRESIDEN KENA KASUS KORUPSI
Oleh: Drs HM Yusron Hadi,
MM
Anthony Budiawan:
Jika logika Romli berlaku.
Maka berbagai kasus
APBN.
Harus dipidana KPK!
Ketua KPK Firli Bahuri.
Ngotot ingin pidanakan.
Anies
Baswedan.
At all cost.
Lewat otoritas dan instrumen hukum lembaga KPK.
Atau mencari pembenaran pendapat ahli.
Meskipun diragukan integritas dirinya.
Tapi para pakar independen.
Melihat dengan jernih.
Tidak ada perbuatan merugikan uang negara.
Dan tidak ada pihak diuntungkan.
Dalam kebijakan Anies.
Anthony Budiawan.
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Menyarankan dalam kasus Formula-E.
Harus bersandar asas keadilan.
Anthony
mempertanyakan.
Logika argumentasi.
Prof RomIi Atmasasmita.
Dan konsekuensinya
terhadap.
Sistem keuangan
daerah (APBD).
Dan sistem keuangan
negara (APBN).
“Yang salah katakan
salah.
Yang benar katakan
benar.
Menurut hukum atau
undang-undang.
Yang berlaku.
Artinya, semua orang
sama.
Di depan hukum,” tulisnya.
Rabu (12/10/2022).
Hukum terkait erat
dengan logika.
Dan hukum dibangun
berdasar.
Alur pemikiran
logika.
Menurut logika
argumen.
Prof Romli Atmasasmita.
Guru Besar
Universitas Padjadjaran.
Anies terbukti
bersalah.
Dalam kasus
Formula-E.
Prof Romli yakin
Anies telah melakukan tindak pidana.
1)
Sudah ada perbuatan (actus reus) melawan hukum.
2)
Sudah ada niat jahat (mens rea),” tegasnya.
Anthony
mempersoalkan.
Logika argumen Prof
RomIi.
Dan konsekuensinya.
Terhadap APBD dan APBN.
Ada 3 alasan utama.
Prof Romli menyatakan Anies bersalah.
Dan melakukan tindak
pidana.
Merugikan keuangan
daerah.
Dalam proyek
Formula-E.
1.
Tak ada pos anggaran untuk Formula-E.
Dalam APBD 2019.
Proyek tanpa
anggaran.
Melanggar keuangan
daerah (DKI).
2.
Meskipun tidak ada anggaran.
Tapi Anies memaksa menjalankan proyek Formula-E.
Dengan memberi kuasa
kepada Kadispora.
Untuk pinjam pada
Bank DKI.
3.
Formula-E pakai business-to-government.
Melanggar aturan Kemendagri.
Yang harus pendekatan business-to-business.
Penjelasan.
“Anggaran Formula-E.
Tidak tercantum dalam
APBD DKI 2019.
Tapi ada dalam APBD
Perubahan (APBD-P) DKI 2019.
Jika anggaran
Formula-E.
Ada dalam APBD-P
2019.
Maka argumen Prof
Romli.
Gugur.
Artinya, Anies tidak
melakukan tindak pidana.
Jika seandainya
benar.
Sekali lagi
seandainya benar.
Tak ada anggaran
Formula-E.
Dalam APBD-P 2019.
Apakah ‘kesalahan’.
Dan merupakan tindak
pidana?
Pidana apa?
Korupsi?
Apakah ada kerugian
keuangan DKI (negara)?” tanya Anthony.
Menurut hasil audit
BPK.
Terhadap Formula-E.
Publikasi 20 Juni
2022.
Menyatakan Formula-E
Jakarta.
Layak dilaksanakan.
Artinya, tidak ada
kerugian keuangan DKI (negara).
Jadi tidak ada
pidana.
“Mari kita coba
terapkan.
Logika Prof Romli.
Untuk pemerintah
pusat.
Yaitu APBN,” uji
Anthony.
“Berdasar audit BPK.
Semester 1 tahun 2022.
Terungkap ada 9.158
temuan.
Dengan 15.674 masalah.
Senilai Rp18,37
triliun.
BPK menyatakan jelas.
Ada 8.116 masalah.
Sebab tak patuh.
Terhadap ketentuan
perundangan.
Dengan potensi
kerugian negara.
Yaitu Rp17,33 triliun.
Tak patuh.
Artinya melanggar.
“Sebagian besar
potensi kerugian negara.
Terkait potensi
pelanggaran.
Pemberian insentif
dan fasilitas pajak.
Program PC-PEN
(Penanganan Covid–Pemulihan Ekonomi Nasional).
Meliputi berbagai
pelanggaran.
Dari yang tidak
berhak menerima.
Hingga tidak valid.”
Mengikuti logika
argumen Prof Romli.
Hasil audit BPK menunjukkan:
1)
Sudah ada perbuatan (melawan hukum) atau actus reus.
Karena potensi
kerugian negara sudah terjadi.
Dan sudah dihitung
BPK.
2)
Sudah ada niat jahat atau mens rea.
Karena insentif
diberikan.
Pada pihak yang
tidak berhak.
Dan tidak valid.
Menurut logika Prof
Romli.
Penanggung jawab
APBN.
Terbukti sudah
melakukan tindak pidana korupsi.
Dengan potensi
kerugian Rp18,37 triliun.
Seperti logika
argumen.
Yang disangkakan.
Pada Anies Baswedan.
Terkait Formula-E.
Meskipun, dalam hal
APBD DKI.
Tak jelas tindak
pidana apa.
Karena tidak ada
potensi kerugian negara (DKI),” tegasnya.
Anthony menyimpulkan.
Jika logika argumen
Prof Romli.
Dikenakan pada Anies.
Maka dikenakan juga.
Pada pengelolaan
keuangan negara.
Atau APBN.
Yaitu Presiden.
Dengan prinsip
kesetaraan hukum dan keadilan.
Maka logika argumen
Prof Romli.
Mengatakan Presiden
Jokowi.
Sebagai penanggung
jawab APBN.
Telah melakukan tindak
pidana korupsi?
Apakah demikian?
Maka sangat bahaya.
Logika argumen Prof
Romli.
Yang melihat masalah.
Dengan sudut sangat sempit.
Ha ltu.
Punya dampak sangat
buruk.
Secara nasional.
Proyek Formula-E.
Seperti proyek
lainnya.
Harus dilihat dalam 2
sisi.
Yaitu:
1)
Proyek pembangunan.
2)
Operasional.
“Jika pelaksanaan
pembangunan proyek.
Tak punya masalah
keuangan.
Bisa
dipertanggungjawabkan.
Maka sudah
sepantasnya menyatakan.
Proyek Formula-E.
Tidak bermasalah,”
simpul Anthony.
Hasil operasional
proyek (Formula-E).
Misalnya rugi.
Tak pernah jadi
kerugian keuangan negara.
Sepanjang tidak ada
korupsi.
Jika kerugian
pengelolaan Formula-E .
Dianggap kerugian
negara.
Dan tindak pidana.
Maka malapetaka.
Bagi pengelolaan
uang pemerintah.
Di daerah dan pusat.
“Bayangkan.
Berapa banyak proyek
nasional rugi.
Antara lain:
1)
Banyak proyek jalan tol.
Yang harus dijual oleh BUMN-BUMN Karya.
2)
Proyek LRT Palembang.
3)
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Pasti juga akan rugi.
Apakah semua ini.
Akan jadi kerugian negara .
Dan jadi delik pidana?”
Anthony menyimpulkan.
Jika logika argumen
hukum.
Hanya didasari rasa
benci.
Akhirnya bisa
berbalik.
Kembali pada tuannya.
Seperti bumerang.
Jika tuannya.
Tak pandai menangkap bumerang.
Yang kembali.
Maka leher terpotong,”
tutupnya.
(sumber kba)



.png)