Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label PEMIMPIN POTENSI KORUPSI WAJIB DIAWASI. Show all posts
Showing posts with label PEMIMPIN POTENSI KORUPSI WAJIB DIAWASI. Show all posts

Wednesday, November 8, 2023

31025. PEMIMPIN DEMOKRASI POTENSI KORUPSI WAJIB DIAWASI

 


PEMIMPIN DEMOKRASI POTENSI KORUPSI WAJIB DIAWASI

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

 

 

 

 

Husnuzan.

Artinya berprasangka baik.

 

Kepada orang lain.

Meskipun zahirnya tampak buruk. 

 

Tapi Islam melarang husnuzan.

Jika bertentangan fakta.

 

 Misalnya.

Anak menisbatkan namanya kepada seseorang.

 

Setelah tes DNA.

Terbukti orang itu bukan ayahnya.

 

Maka dilarang disebut “anak kandung”.

Sebab husnuzan.

 

Husnuzan.

Jangan dijadikan alasan.

 

Menolak menolak fakta.

Yang tak menyenangkan.

 

Menghindari rasa tak nyaman.

Jika disebut “anak pungut”.

 

Muncul husnuzan palsu.

Atau Pseudo-Husnuzan.

Seperti:

1)        Mungkin hasil tes DNA salah.

2)        Tes DNA buatan Yahudi.

3)        Dan lainnya.

 

Husnuzan berbeda dengan waspada.

Misalnya.

 

Polisi terangkan modus kejahatan.

Jika menjauhi orang modus itu.

 

Maka itu sikap waspada.

Bukan suuzan.

Bukan buruk sangka.

 

Dalam demokrasi.

Pakai Psikologi Kewaspadaan.

 

Dalam demokrasi .

Rakyat harus waspada kolektif.

 

Dalam Sejarah.

Jika orang berkuasa absolut.

 

Maka dia sangat korup.

 

Lord Acton (1834-1902).

“Power tends to corrup, absolut power corrupt absolutely”.

 

“Kekuasaan cenderung korupsi.

Kekuasaan mutlak, korupsinya mutlak."

 

Cara batasi kekuasaan absolut.

Dengan :

 

1)        Pembatasan.

2)        Pengawasan.

 

Kekuasaan wajib:

1)        Dibatasi.

2)        Diawasi.

 

Agar pemimpin akan zalim.

Bisa dideteksi sejak dini.

 

Dengan cara:

1)        Boleh dikritik.

2)        Kekuasaan berganti.

 

Dalam demokrasi.

Posisi pemimpin.

 

Potensi untuk korupsi.

Maka rakyat harus waspada.

 

Bukan husnuzan palsu.

Baik sangka, tapi palsu.

 

Waspada pada dasarnya curiga.

Pemimpin potensi zalim dan korupsi.

 

Maka kekuasaan wajib:

1)        Dibagi.

2)        Diawasi.

3)        Rakyat waspada.

 

Dalam demokrasi.

Pemimpin wajar baik.

 

Pemimpin jalankan undang-undang.

Hal itu biasa.

Bukan prestasi.

 

Jika pemimpin korupsi.

Maka perlu dikritik.

Atau diganti.

 

Dalam demokrasi.

Takdir pemimpin.

 

1)        Menerima kritik.

2)        Dicaci maki.

3)        Bukan pujian.

 

Jika pemimpin dipuja puji.

Maka itu bukan demokrasi.

 

Puja-puji pada penguasa.

Hanya di negara otoriter.

 

Pemimpin negara demokrasi.

Bisa dibatasi dan diawasi.

 

Jika rakyatnya.

Punya mental waspada.

 

Jika rakyatnya.

Punya mental husnuzan.

 

Maka rakyat ciptakan diktator-populis.

 

Diktator dipilih demokratis.

Lewat pemilu.

 

Tangisan pendukung Jokowi.

Mengaku fanatik husnuzan. 

 

Masuk husnuzan palsu.

Banyak fakta perilaku Jokowi.

 

Harus direspons waspada.

Bukan husnuzan palsu. 

 

Contohnya.

1)        Komitmen janji kampanye dilanggar.

2)        Gibran calon wali kota Solo.

 

3)        Menantunya, Bobby calon kepala daerah.

4)        Ketua Mahkamah Konstitusi menikah dengan adik Jokowi.

 

5)         Kaesang kilat jadi ketua umum PSI.

 

Pendukung presiden Jokowi.

Tenang-tenang saja. 

 

 

Tapi tangisan menjadi-jadi.

Saat ketua MK sahkan aturan.

 

Gibran jadi cawapres.

 

Baru merasa kecewa.

Atas perilaku Presiden Jokowi.

 

Padahal dulu.

Pak Jokowi dalam berbagai kesempatan.

 

1)        Tolak tudingan dinasti politik. 

2)        Keluarganya tak tertarik politik.

 

 

Mestinya pendukung waspada.

Bukan muncul prasangka baik palsu.

 

Sejak dulu.

 Jokowi diberi label “Orang Baik”.

 

Makin berat psikologis.

Terima fakta.

Terbukti bertolak belakang.

 

Dalam demokrasi.

Yang salah rakyatnya.

 

Karena demokrasi .

Dari, oleh, dan untuk rakyat.

 

Tapi kondisi rakyat .

Mayoritas miskin dan bodoh.

 

Mayoritas tamat SMP ke bawah.

Siapa yang salah?

 

(Sumber republika)