SEJARAH MUNCULNYA HALAL BIHALAL
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Asal mula halal bihalal
Budayawan Dr Umar Khayam menyatakan tradisi Lebaran adalah terobosan
akulturasi budaya Jawa dan Islam.
Kearifan para ulama di Jawa mampu memadukan
kedua budaya demi kerukunan dan kesejahteraan masyarakat.
Tradisi Lebaran meluas ke seluruh Indonesia, dan melibatkan penduduk berbagai pemeluk agama.
Di negara Islam Timur Tengah dan Asia (selain
Indonesia), sehabis umat Islam melakukan salat Idul Fitri tidak ada tradisi
berjabatan tangan secara massal untuk saling memaafkan.
Yang ada beberapa orang secara sporadis
berjabatan tangan sebagai tanda keakraban.
Menurut ajaran Islam, saling memaafkan tidak ditetapkan waktunya setelah selesai puasa
Ramadan.
Kapan saja setelah merasa berbuat salah kepada
orang lain, maka dia harus segera minta maaf.
Allah lebih menghargai orang yang memberi maaf
kepada orang lain.
Al-Quran surah Ali Imran (aurah ke-3) ayat 133-134.
۞ وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ
ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
Dan bersegera kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.
Budaya
sungkem
Dalam budaya Jawa, sungkem kepada orang lebih tua adalah perbuatan terpuji.
Sungkem bukan simbol kerendahan derajat, tapi
justru menunjukkan perilaku utama.
Tujuan
sungkem.
1. Lambang penghormatan.
2. Permohonan maaf atau “nyuwun ngapura”.
Istilah “ngapura” tampaknya berasal dari bahasa
Arab “ghafura”.
Para ulama di Jawa ingin mewujudkan tujuan puasa Ramadan.
Selain meningkatkan iman dan takwa, juga agar dosanya
diampuni Allah.
Orang berdosa kepada Allah bisa langsung mohon
pengampunan kepada-Nya.
Tetapi, apakah semua dosanya bisa terhapus jika
dia masih bersalah kepada orang orang lain yang dia belum minta maaf kepada
mereka?
Para ulama punya ide di hari Lebaran itu orang perlu saling
memaafkan kesalahan masing-masing.
Kemudian dilakukan secara kolektif dalam bentuk
halal bihalal.
Disebut Lebaran, karena puasa telah lebar
(selesai), dan dosa-dosanya telah lebur (terhapus).
Tradisi Lebaran dan halal bihalal adalah perpaduan budaya Jawa dan Islam.
Sejarah halal
bihalal
Sejarah asal mula halal bihalal ada beberapa versi.
Menurut sumber Keraton Surakarta, tradisi halal
bihalal dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang terkenal dengan sebutan
Pangeran Sambernyawa.
Untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran, dan
biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para
punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
Semua punggawa dan prajurit dengan tertib
melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sambernyawa ditiru organisasi
Islam, dengan istilah halal bihalal.
lnstansi pemerintah dan swasta mengadakan halal
bihalal yang diikuti warga masyarakat berbagai
agama.
Halal bihalal berfungsi sebagai media pertemuan segenap warga
masyarakat.
Dengan adanya acara saling memaafkan, maka
hubungan antarmasyarakat menjadi lebih akrab penuh kekeluargaan.
Halal bihalal punya efek positif bagi kerukunan warga
masyarakat.
Tradisi halal bihalal perlu dilestarikan dan
dikembangkan.
Makna Idul Fitri
Ada 3 pengertian Idul Fitri.
1.
Kembali kepada
kesucian.
2.
Kembali kepada
fitrah.
3.
Kembali makan
dan minum seperti biasa.
Di kalangan ulama ada yang mengartikan Idul
Fitri dengan kembali kepada kesucian.
Selama bulan Ramadan umat Islam melatih diri
menyucikan jasmani dan rohaninya dengan harapan dosanya diampuni oleh Allah.
Masuk Lebaran mereka menjadi suci lahir dan
batin.
Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali kepada fitrah
atau naluri religius.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 183
menjelaskan tujuan puasa agar menjadi orang takwa.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ
ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu
berpuasa seperti diwajibkan atas orang-orang sebelum mu agar kamu bertakwa.
Ada yang mengartikan Idul Fitri dengan kembali diperbolehkan
lagi makan dan minum siang hari seperti biasa.
Dalam bahasa Arab, pengertian ketiga dianggap paling tepat.
Disimpulkan memasuki Idul Fitri, umat Islam diharapkan suci
lahir batin dan meningkat kualitas religiusitasnya.
Salah satu ciri manusia religius adalah peduli nasib
kaum yang sengsara.
Dalam Surat Al-Ma’un ayat 1 -3 disebutkan,
adalah dusta belaka kalau ada orang mengaku beragama tetapi tidak mempedulikan
nasib anak yatim.
Penyebutan anak yatim adalah representasi kaum sengsara.
Umat Islam yang mampu wajib memberi zakat fitrah kepada kaum
fakir miskin.
Pemberian zakat itu paling lambat sebelum salat
Idul Fitri.
Agar umat Islam bergembira merayakan Idul Fitri.
Jangan ada orang miskin yang sedih karena tidak
ada yang dimakan.
Agama Islam sangat menekankan harmonisnya hubungan kaya dan miskin.
Orang kaya wajib mengeluarkan zakat mal
(harta), untuk dibagikan kepada 8 asnaf (kelompok), di antaranya fakir miskin.
Idul Fitri adalah puncak
pendidikan mental selama 1 bulan untuk mewujudkan manusia suci lahir batin, punya kualitas
keberagamaan tinggi, dan menjaga hubungan sosial harmonis.
(Sumber internet)



