Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label DESAIN ANAK SMK KALAHKAN DOKTOR LUAR NEGERI. Show all posts
Showing posts with label DESAIN ANAK SMK KALAHKAN DOKTOR LUAR NEGERI. Show all posts

Wednesday, January 13, 2021

8370. DESAIN ANAK SMK KALAHKAN DOKTOR LUAR NEGERI

 


DESAIN ANAK SMK KALAHKAN DOKTOR LUAR NEGERI

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

 

 

 

 

Arfi dan Arie, Lulusan SMK yang Ahli Design Engineering Internasional

 

 

 

Kakak beradik menggarap proyek berbagai negara.

 

 

Arfi’an Fuadi, 28, tingal di Jalan Canden, Salatiga, Jawa Tengah.

 

 

 

Di sebelah ruang tamu ada ruang kecil berisi 3 unit komputer.

 

Arfi, adiknya M. Arie Kurniawan,  dan 2 karyawannya mengerjakan order design engineering dari berbagai negara.

 

 

 

 

Tahun lalu Arie menang kompetisi 3D design engineering untuk jet engine bracket.

 

Yaitu penggantung mesin jet pesawat yang diselenggarakan General Electric (GE) Amerika Serikat.

 

 

Arie mengalahkan sekitar 700 peserta dari 56 negara.

 

 

 

Lomba membuat alat penggantung mesin jet seringan mungkin dengan tetap mempertahankan kekuatan angkut mesin jet seberat 9.500 pon.

 

 

Arfi berhasil mengurangi berat dari 2 kilogram lebih menjadi 327 gram saja.

 

 

Berkurang 84 persen bobotnya.

 

 

Arie mengalahkan para pakar design engineering yang tingkat pendidikannya jauh di atasnya.

 

 

 

Juara ke-2 diraih seorang PhD dari Swedia yang bekerja di Swedish Air Force.

 

 

Yang ke-3 lulusan Oxford University yang bekerja di Airbus.

 

 

 

Arie hanya lulusan SMK Teknik Mekanik Otomotif.

 

 

Sekilas tak masuk akal.

 

 

Bagaimana lulusan SMK belum pernah mendapat materi CAD (computer aided design) mampu mengalahkan doktor dan mahasiswa S-3 yang bekerja di perusahaan pembuat pesawat?

 

 

CAD adalah program komputer untuk menggambar suatu produk atau bagian dari suatu produk.

 

 

 

llmu desain teknik diperoleh dan Arie dan kakaknya, Arfi, secara otodidak.

 

 

 

Hampir setiap hari melakukan percobaan dengan program di komputernya.

 

 

 

Mereka juga belajar dari referensi di berbagai situs tentang design engineering.

 

 

 

Mereka dulu komputer tidak punya dan belajar komputer di rumah saudara.

 

 

Lama-lama kami menguasai.

 

 

Para tetangga yang mau beli computer minta dipilihkan.

 

Arfi lulusan SMK Negeri 7 Semarang tahun 2005 pernah bekerja sebagai tukang cetak foto, di bengkel sepeda motor, sampai jualan susu keliling kampung.

 

 

 

 

Sang adik jadi tukang menurunkan pasir dari truk sampai tukang cuci motor.

 

 

 

Mereka menyadari, penghasilan orang tua pas-pasan, mau tidak mau harus bekerja apa saja asal halal.

 

Pada 2009 Arfi bisa menyalurkan bakat dan minatnya di bidang program komputer.

 

 

 

Pada 9 Desember 2009 dia mendirikan perusahaan design engineering.

 

 

Namanya D-Tech Engineering Salatiga.

 

 

 

Saksi bisunya adalah komputer AMD 3000+.

 

 

 

Komputer itu dibeli dari uang urunan keluarga dan gaji Arfi saat masih bekerja di PT Pos Indonesia.

 

 

 

”Gaji saya sekitar Rp 700 ribu sebagai penjaga malam kantor pos.

 

 

 

Lalu ada sisa uang beasiswa adik dan dibantu bapak, jadilah saya bisa membeli komputer ini,” kenangnya.

 

 

 

Setelah diskusi dengan adik, Arfi pun menetapkan bidang 3D design engineering sebagai fokus garapan mereka.

 

 

 

 

Sebab, yakin bidang itu booming dalam beberapa tahun ke depan.

 

 

”Kami pun langsung belajar secara otodidak aplikasi CAD, perhitungan material dengan FEA (finite element analysis), dan lain-lain,” jelasnya.

 

 

 

Tak lama kemudian, D-Tech menerima order pertama.

 

 

 

Setelah mencari di situs freelance, mereka mendapat pesanan desain jarum untuk alat ukur dari pengusaha Jerman.

 

 

 

Si pengusaha bersedia membayar USD 10 per set.

 

 

 

Arfi hanya mampu mengerjakan desain 3 set jarum selama 2 minggu.

 

”Kalau sekarang mungkin bisa 10 menit jadi.

 

 

 

Dulu lama karena download atau kirim e-mail ke warnet.

 

 

 

Modem kami hanya punya kecepatan 2 kbps.

 

 

Hanya bisa untuk lihat e-mail.

 

 

 

Di luar dugaan, garapan D-Tech menuai apresiasi si pemesan.

 

 

Si pemesan bersedia menambah USD 5 dari kesepakatan harga awal.

 

 

 

”Kami sangat senang mendapat apresiasi seperti itu.

 

 

 

Dan memotivasi kami untuk terus maju dan berkembang,” tegas Arfi.

 

 

 

Sejak itu order terus mengalir tak pernah sepi.

 

 

 

Model desain yang dipesan pun makin beragam.

 

 

 

Mulai kandang sapi yang dirakit tanpa paku yang dipesan orang Selandia Baru sampai desain pesawat penyebar pupuk yang dipesan perusahaan Amerika Serikat.

 

 

 

”Pernah ada yang minta desain mobil lama GT40 dengan handling yang sama.

 

 

 

Untuk proyek itu, si pemilik sampai harus membongkar komponen mobilnya dan difoto satu-satu untuk kami teliti.

 

 

 

Jadi, kami yang menentukan mesin yang harus dibeli, sasisnya model bagaimana dan seterusnya.

 

 

Hasilnya, kata si pemesan, 95 persen mirip,” jelasnya.

 

 

Selama 5 tahun ini, D-Tech telah mengerjakan sedikitnya 150 proyek desain.

 

 

 

 

 

 

Mereka bisa membangun rumah orang tuanya dan membeli mobil.

 

 

 

 Tapi, capaian mencolok itu mengundang tanda tanya para tetangga.

 

 

 

”Kami dicurigai memelihara tuyul.

 

 

Soalnya, pekerjaannya tidak jelas, hanya di rumah, tapi  menghasilkan uang banyak.

 

 

 

Mereka tidak tahu pekerjaan dan prestasi yang kami peroleh,” cerita Arfi seraya tertawa.

 

 

 

Sayangnya, dari 150 proyek itu, hanya 1 yang dipesan klien dalam negeri.

 

 

 

”Satu-satunya klien Indonesia adalah dari sebuah perusahaan cat.

 

 

 

Mereka beberapa kali memesan desain mesin pencampur cat,” lanjutnya.

 

 

 

Meski punya pengalaman dan diakui berbagai perusahaan internasional, Arfi dan Arie  belum bisa berkiprah di desain teknik Indonesia.

 

 

 

Penyebabnya, mereka hanya berijazah SMK.

 

 

 

”Kalau ditanya apakah tidak ingin membantu perusahaan nasional, kami tentu mau.

 

 

 

Tapi, apakah mereka mau?

 

 

 

Di Indonesia yang ditanya pertama kali lulusan apa dan dari universitas mana,” ujarnya.

 

 

 

Stigma hanya ijazah SMK ditambah sistem pendidikan Indonesia kurang adil ikut mengandaskan keinginan Arie melanjutkan S-1 di Teknik Elektro Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

 

 

 

Arie tidak bisa masuk jurusan itu karena hanya lulusan SMK mekanik otomotif.

 

 

 

”Saya ingin kuliah di jurusan itu karena ingin memperdalam ilmu elektro.

 

 

 

Kalau mesin saya bisa belajar sendiri.

 

 

Tapi, saya ditolak karena kata pihak Undip jurusannya tidak sesuai dengan ijazah saya.

 

 

Padahal, lulusan SMA yang sebenarnya juga tidak sesuai diterima.

 

 

 

Ini kan tidak adil namanya,” cetus Arie.

 

Meski ditolak, Arie tidak kecewa.

 

 

Bersama kakak, dia tetap ingin menunjukkan prestasi yang mengharumkan bangsa.

 

 

 

Dan dibuktikan menjuarai kompetisi design engineering di Amerika yang diikuti para ahli dari berbagai negara.

 

 

 

Mereka tak segan menularkan ilmunya kepada anak muda agar melek teknologi 3D design engineering.

 

 

 

”Ada beberapa anak SMK yang datang ke kami untuk belajar.

 

 

Sekarang ada yang sudah kerja di bidang itu.

 

 

 

Ada juga yang bakal ikut kompetisi Asian Skills Competition sebagai peserta termuda,” jelasnya.

 

 

 

Mereka juga punya keinginan mengembangkan teknologi energi terbarukan.

 

 

 

Salah satunya dengan mengembangkan desain pembangkit listrik tenaga angin.

 

 

 

”Kami bekerja sama dengan anak-anak SMK untuk mengembangkan biodiesel dari minyak jelantah.

 

 

Mas Ricky Elson (pembuat mobil listrik yang dibawa Dahlan Iskan dari Jepang, Red) pernah menghubungi lewat Facebook, ingin menjalin kerja sama dengan kami.

 

 

Tentu saja kami terima,” ungkapnya.

 

 

Dengan semua upaya itu, mereka punya satu impian.

 

 

Yakni mengembangkan sumber daya lokal Salatiga untuk menjadikan kota kecil itu pusat pengembangan manufaktur teknologi kelas dunia.

 

 

 

Layaknya Silicon Valley di San Francisco, Amerika Serikat.

 

 

 

”Kami ingin membuktikan  Indonesia bisa menjadi pusat industri manufaktur dunia.

 

 

Terlebih lagi, teknologi 3D printing bakal menjadi tulang punggung industri masa depan.

 

 

 

Itulah kenapa 3D design engineering sangat penting.”

 

(Sumber: jpnn com)