Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Showing posts with label BEDANYA DAKWAH DAN MENAFSIRKAN AYAT AL-QURAN. Show all posts
Showing posts with label BEDANYA DAKWAH DAN MENAFSIRKAN AYAT AL-QURAN. Show all posts

Wednesday, August 18, 2021

10510. BEDANYA DAKWAH DAN MENAFSIRKAN AYAT AL-QURAN

 



BEDANYA DAKWAH DAN MENAFSIRKAN AYAT AL-QURAN

Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

 

 

Al-Quran adalah mukjizat sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad.

 

Al-Quran juga petunjuk untuk  semua manusia kapan pun dan di mana pun.

 

Al-Quran punya banyak keistimewaan.

 

Salah satu keistimewaan Al-Quran adalah susunan bahasanya  unik dan mempesona.

 

Serta mengandung makna yang bisa dipahami siapa pun yang paham bahasanya.

 

Meskipun berbeda tingkat pendidikannya.

 

Redaksi ayat Al-Quran, seperti redaksi yang diucapkan atau ditulis.

Hanya dapat dijangkau maksudnya secara pasti oleh pemilik redaksi.

 

Hal ini menimbulkan banyak macam penafsiran.


Para sahabat Nabi yang menyaksikan turunnya ayat Al-Quran.

 

Serta mengetahui konteksnya.

 

Juga memahami secara alamiah struktur bahasa dan arti kosakatanya.

 

terkadang berbeda pendapat dalam memahami maksud ayat Al-Quran.

 

Tafsir adalah penjelasan tentang maksud firman Allah.

Sesuai kemampuan musafir.

 

Kepastian arti suatu kosa kata atau ayat tidak mungkin dicapai.

 

Jika pandangan hanya tertuju kepada kosakata.

 

Atau ayat secara berdiri sendiri.

 

Mufasir ialah orang yang menerangkan maksud ayat Al-Quran.

 

Mufasir adalah orang yang ahli dalam penafsiran.

 

Nabi Muhammad bertugas menjelaskan maksud firman Allah.

 

Al-Quran surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 43-44.

 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ


Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang punya pengetahuan jika kamu tidak tahu.

 

 

بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

 

Keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.

 

Semua penjelasan Nabi pasti benar.

 

Hal ini dibuktikan adanya teguran Allah dalam Al-Quran kepada Nabi.

 

Tentang sikap dan ucapan Nabi yang “kurang tepat”.

 

Al-Quran surah Ali Imran (surah ke-3) ayat 128.

 

 

لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ

 

Tidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka atau Allah menerima tobat mereka, atau mengazab mereka. Sesungguhnya mereka orang zalim.

 

 

Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 1-4.

 

عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ

 

أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ

 

Muhammad bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapat pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?.

 

 

 Nabi Muhammad adalah orang maksum.

 

Artinya Nabi dijaga oleh Allah tidak akan berbuat salah.

 

Nabi orang maksum yang terjaga dari salah dan dosa.

 

Penjelasan Nabi dalam memahami firman Allah sebagai pedoman mutlak.

 

Jangan ada penafsiran bertentangan dengan penjelasan Nabi.

 

 Penafsiran Nabi beraneka macam dalam cara, motif, dan hubungan antara penafsiran dengan ayat yang ditafsirkan.

 

 

Misalnya, Nabi menafsirkan “salat wustha” dengan “salat Asar”.

 

 

Penafsiran itu disebut “Muthabiq”.

 

Karena maknanya “sama dan sepadan” dengan yang ditafsirkan.

 

 

Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 238.

 

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ


Jagalah  segala salat (mu), dan (jagalah) salat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk.

 

Nabi menafsirkan “perintah berdoa” dengan “beribadah”.

 

Penafsiran ini disebut  “Talazum”.

 

 

Artinya, tiap doa pasti ibadah dan tiap ibadah mengandung doa.

 

Al-Quran surah Al-Mukmin (surah ke-40) ayat 60.

 

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ


Tuhanmu berfirman,”Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan. Sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina”.

 

 

Nabi menafsirkan “akhirat” dengan “kubur”.

 

Penafsiran ini disebut “Tadhamun”.

Karena kubur adalah sebagian dari akhirat.

 

Penjelasan Nabi tentang maksud ayat Al-Quran tidak banyak kita ketahui.

 

Karena riwayat yang diterima generasi setelah Nabi tidak banyak.

 

Sebagian riwayat tidak jelas autentiknya.

 

Dan Nabi tidak menafsirkan semua ayat Al-Quran.

 

Para ulama terpaksa  berusaha memahami ayat Al-Quran.

 

Berdasar kaidah disiplin ilmu tafsir, kemampuan, dan syarat tertentu.

Allah memerintahkan merenungkan ayat Al-Quran.

 

Dan mengecam orang yang sekadar ikut pendapat atau tradisi lama, tanpa dasar.

 

Al-Quran diturunkan untuk semua manusia kapan pun dan di mana pun.

 

Maka  semua manusia pada zaman kapan pun dituntut memahami Al-Quran.

 

Seperti tuntutan kepada masyarakat zaman Nabi.

 

Pikiran orang dipengaruhi  kecerdasannya, disiplin ilmu yang ditekuni.

 

Pengalaman, penemuan ilmiah, kondisi sosial, politik.

Dan faktor lainnya.

 

Sehingga hasil pikiran tiap orang berbeda.

 

Tiap orang dianjurkan merenungkan, memahami, dan menafsirkan ayat Al-Quran.

 

Sesuai kemampuannya.

Hal itu perintah Al-Quran sendiri.

 

meskipun hasilnya berbeda dengan pendapat lain.

Harus ditampung.

 

Semuanya konsekuensi logis  perintah Al-Quran.

 

Selama penafsiran dilakukan sadar dan penuh tanggung jawab.

Kebebasan yang bertanggung jawab.

Ini “batasan” dalam menafsirkan Al-Quran.

 

Layaknya “batasan” yang disyaratkan dalam tiap disiplin ilmu.

 

Mengabaikan pembatasan dapat menimbulkan malapetaka hidup.

 

Para sahabat Nabi terkadang  berbeda pendapat dalam memahami maksud ayat Al-Quran.

 

Sehingga muncul pembatasan penafsiran Al-Quran.

 

Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi yang paling tahu maksud firman Allah.

 

Berpendapat “Tafsir Al-Quran” terbagi 4 bagian, yaitu:

 

1.       Dipahami orang Arab secara umum berdasar pengetahuan bahasa.

2.      Diketahui semua orang.

3.      Hanya dipahami ulama.

4.      Hanya diketahui   Allah dan Rasul-Nya.

 

Ada 2 macam pembatasan, yaitu:

1.      Menyangkut materi ayat (bagian ke-4).

2.      Menyangkut syarat penafsir (bagian ke-3).

 

Dalam segi materi ada ayat Al-Quran yang hanya diketahui Allah dan Rasul.

 

Jika Rasulullah menerima penjelasan dari Allah.

 

Hal ini mengandung kemungkinan.

Ada ayat Al-Quran yang tidak dipahami.

Misalnya, Ya Sin, Alif Lam Mim, dan sejenisnya.

 

Allah membagi ayat Al-Quran ke dalam:

1.      Muhkamat (jelas).

2.      Mutasyabihat (samar).

 

Al-Quran surah Ali Imran (surah ke-3) ayat 7.

 

 

Allah yang menurunkan Al-Quran) kepadamu. Di antara (isi) nya ada ayat yang muhkamat itu pokok isi Al-Quran dan yang lain mutasyaabihaat. Ada pun orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya selain Allah. Orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) selain orang-orang yang berakal.

 

Ada ayat Al-Quran yang diketahui secara umum sesuai redaksinya.

 

Tetapi tidak dipahami maksudnya.

 

Misalnya, masalah metafisika, perincian ibadah an sich.

 

Dan semacamnya.

 

Yang tidak termasuk dalam wilayah jangkauan akal manusia.

Syarat Penafsir Al-Quran.

1.      Menguasai bahasa Arab dalam berbagai bidangnya.

2.      Menguasai ilmu Al-Quran, sejarah turunnya, hadis Nabi, dan ushul fiqih.

3.      Menguasai prinsip pokok keagamaan.

4.      Menguasai disiplin ilmu materi bahasan ayat.

 

Menafsirkan berbeda dengan berdakwah atau ceramah terkait tafsir ayat Al-Quran.

 

 

Orang yang tidak memenuhi syarat.

 

Boleh menyampaikan uraian tafsir.

 

Selama uraiannya berdasar pemahaman para ahli tafsir.

 

 

Seorang mahasiswa yang membaca kitab “Tafsir An-Nur” karya Prof. Hasby As-Shiddiqie.

 

 

Atau “Tafsir Al-Azhar” karya Prof Hamka.

 

 

Kemudian memberi kesimpulan yang dibacanya.

 

Bukan berfungsi menafsirkan ayat.

 

 

Faktor penyebab keliru dalam tafsir ayat Al-Quran.

 

1.      Subjektivitas mufasir.

2.      Keliru menerapkan metode atau kaidah.

3.      Dangkalnya ilmu alat.

4.      Dangkalnya pengetahuan tentang materi uraian pembicaraan ayat.

 

5.      Tidak memperhatikan konteks, asbabun nuzul, hubungan antar ayat, dan kondisi sosial masyarakat.

 

6.      Tidak memperhatikan pembicara dan jamaah pendengarnya.

 

Sekarang, ilmu modern makin meluas.

 

Dibutuhkan kerja sama para pakar berbagai disiplin ilmu.

 

Untuk bersama menafsirkan ayat Al-Quran.

 

 

Daftar Pustaka

1.      Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  

2.      Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.