BEDANYA
DAKWAH DAN MENAFSIRKAN AYAT AL-QURAN
Oleh:
Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Al-Quran
adalah mukjizat sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad.
Al-Quran
juga petunjuk untuk semua manusia kapan pun
dan di mana pun.
Al-Quran
punya banyak keistimewaan.
Salah
satu keistimewaan Al-Quran adalah susunan bahasanya unik dan mempesona.
Serta
mengandung makna yang bisa dipahami siapa pun yang paham bahasanya.
Meskipun
berbeda tingkat pendidikannya.
Redaksi
ayat Al-Quran, seperti redaksi yang diucapkan atau ditulis.
Hanya
dapat dijangkau maksudnya secara pasti oleh pemilik redaksi.
Hal
ini menimbulkan banyak macam penafsiran.
Para sahabat Nabi yang menyaksikan turunnya ayat Al-Quran.
Serta
mengetahui konteksnya.
Juga
memahami secara alamiah struktur bahasa dan arti kosakatanya.
terkadang
berbeda pendapat dalam memahami maksud ayat Al-Quran.
Tafsir
adalah penjelasan tentang maksud firman Allah.
Sesuai
kemampuan musafir.
Kepastian
arti suatu kosa kata atau ayat tidak mungkin dicapai.
Jika
pandangan hanya tertuju kepada kosakata.
Atau
ayat secara berdiri sendiri.
Mufasir
ialah orang yang menerangkan maksud ayat Al-Quran.
Mufasir
adalah orang yang ahli dalam penafsiran.
Nabi
Muhammad bertugas menjelaskan maksud firman Allah.
Al-Quran
surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 43-44.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي
إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang punya pengetahuan
jika kamu tidak tahu.
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ
الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ
Keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka
memikirkan.
Semua
penjelasan Nabi pasti benar.
Hal
ini dibuktikan adanya teguran Allah dalam Al-Quran kepada Nabi.
Tentang
sikap dan ucapan Nabi yang “kurang tepat”.
Al-Quran
surah Ali Imran (surah ke-3) ayat 128.
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ
أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
Tidak
ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka atau Allah menerima tobat
mereka, atau mengazab mereka. Sesungguhnya mereka orang zalim.
Al-Quran
surah Abasa (surah ke-80) ayat 1-4.
عَبَسَ
وَتَوَلَّىٰ
أَنْ
جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ
وَمَا
يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ
أَوْ
يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ
Muhammad
bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah
kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin)
mendapat pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?.
Nabi Muhammad adalah orang maksum.
Artinya
Nabi dijaga oleh Allah tidak akan berbuat salah.
Nabi
orang maksum yang terjaga dari salah dan dosa.
Penjelasan
Nabi dalam memahami firman Allah sebagai pedoman mutlak.
Jangan
ada penafsiran bertentangan dengan penjelasan Nabi.
Penafsiran Nabi beraneka macam dalam cara,
motif, dan hubungan antara penafsiran dengan ayat yang ditafsirkan.
Misalnya,
Nabi menafsirkan “salat wustha” dengan “salat Asar”.
Penafsiran
itu disebut “Muthabiq”.
Karena
maknanya “sama dan sepadan” dengan yang ditafsirkan.
Al-Quran
surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 238.
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Jagalah segala salat (mu), dan (jagalah) salat
wustha. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk.
Nabi
menafsirkan “perintah berdoa” dengan “beribadah”.
Penafsiran
ini disebut “Talazum”.
Artinya,
tiap doa pasti ibadah dan tiap ibadah mengandung doa.
Al-Quran
surah Al-Mukmin (surah ke-40) ayat 60.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ
الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Tuhanmu
berfirman,”Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan. Sesungguhnya orang
yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam
keadaan hina dina”.
Nabi
menafsirkan “akhirat” dengan “kubur”.
Penafsiran
ini disebut “Tadhamun”.
Karena
kubur adalah sebagian dari akhirat.
Penjelasan
Nabi tentang maksud ayat Al-Quran tidak banyak kita ketahui.
Karena
riwayat yang diterima generasi setelah Nabi tidak banyak.
Sebagian
riwayat tidak jelas autentiknya.
Dan
Nabi tidak menafsirkan semua ayat Al-Quran.
Para
ulama terpaksa berusaha memahami ayat Al-Quran.
Berdasar
kaidah disiplin ilmu tafsir, kemampuan, dan syarat tertentu.
Allah
memerintahkan merenungkan ayat Al-Quran.
Dan
mengecam orang yang sekadar ikut pendapat atau tradisi lama, tanpa dasar.
Al-Quran
diturunkan untuk semua manusia kapan pun dan di mana pun.
Maka semua manusia pada zaman kapan pun dituntut memahami
Al-Quran.
Seperti
tuntutan kepada masyarakat zaman Nabi.
Pikiran
orang dipengaruhi kecerdasannya, disiplin
ilmu yang ditekuni.
Pengalaman,
penemuan ilmiah, kondisi sosial, politik.
Dan
faktor lainnya.
Sehingga
hasil pikiran tiap orang berbeda.
Tiap
orang dianjurkan merenungkan, memahami, dan menafsirkan ayat Al-Quran.
Sesuai
kemampuannya.
Hal
itu perintah Al-Quran sendiri.
meskipun
hasilnya berbeda dengan pendapat lain.
Harus
ditampung.
Semuanya
konsekuensi logis perintah Al-Quran.
Selama
penafsiran dilakukan sadar dan penuh tanggung jawab.
Kebebasan
yang bertanggung jawab.
Ini
“batasan” dalam menafsirkan Al-Quran.
Layaknya
“batasan” yang disyaratkan dalam tiap disiplin ilmu.
Mengabaikan
pembatasan dapat menimbulkan malapetaka hidup.
Para
sahabat Nabi terkadang berbeda pendapat
dalam memahami maksud ayat Al-Quran.
Sehingga
muncul pembatasan penafsiran Al-Quran.
Ibnu
Abbas, salah seorang sahabat Nabi yang paling tahu maksud firman Allah.
Berpendapat
“Tafsir Al-Quran” terbagi 4 bagian, yaitu:
1.
Dipahami orang Arab secara umum berdasar
pengetahuan bahasa.
2.
Diketahui
semua orang.
3.
Hanya
dipahami ulama.
4.
Hanya
diketahui Allah dan Rasul-Nya.
Ada
2 macam pembatasan, yaitu:
1.
Menyangkut
materi ayat (bagian ke-4).
2.
Menyangkut
syarat penafsir (bagian ke-3).
Dalam
segi materi ada ayat Al-Quran yang hanya diketahui Allah dan Rasul.
Jika
Rasulullah menerima penjelasan dari Allah.
Hal
ini mengandung kemungkinan.
Ada
ayat Al-Quran yang tidak dipahami.
Misalnya,
Ya Sin, Alif Lam Mim, dan sejenisnya.
Allah
membagi ayat Al-Quran ke dalam:
1.
Muhkamat
(jelas).
2.
Mutasyabihat
(samar).
Al-Quran
surah Ali Imran (surah ke-3) ayat 7.
Allah
yang menurunkan Al-Quran) kepadamu. Di antara (isi) nya ada ayat yang muhkamat
itu pokok isi Al-Quran dan yang lain mutasyaabihaat. Ada pun orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat yang
mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari takwilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui takwilnya selain Allah. Orang yang mendalam ilmunya
berkata, “Kami beriman kepada ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) selain
orang-orang yang berakal.
Ada
ayat Al-Quran yang diketahui secara umum sesuai redaksinya.
Tetapi
tidak dipahami maksudnya.
Misalnya,
masalah metafisika, perincian ibadah an sich.
Dan
semacamnya.
Yang
tidak termasuk dalam wilayah jangkauan akal manusia.
Syarat
Penafsir Al-Quran.
1.
Menguasai
bahasa Arab dalam berbagai bidangnya.
2.
Menguasai
ilmu Al-Quran, sejarah turunnya, hadis Nabi, dan ushul fiqih.
3.
Menguasai
prinsip pokok keagamaan.
4.
Menguasai
disiplin ilmu materi bahasan ayat.
Menafsirkan
berbeda dengan berdakwah atau ceramah terkait tafsir ayat Al-Quran.
Orang
yang tidak memenuhi syarat.
Boleh
menyampaikan uraian tafsir.
Selama
uraiannya berdasar pemahaman para ahli tafsir.
Seorang
mahasiswa yang membaca kitab “Tafsir An-Nur” karya Prof. Hasby As-Shiddiqie.
Atau
“Tafsir Al-Azhar” karya Prof Hamka.
Kemudian
memberi kesimpulan yang dibacanya.
Bukan
berfungsi menafsirkan ayat.
Faktor
penyebab keliru dalam tafsir ayat Al-Quran.
1.
Subjektivitas
mufasir.
2.
Keliru
menerapkan metode atau kaidah.
3.
Dangkalnya
ilmu alat.
4.
Dangkalnya
pengetahuan tentang materi uraian pembicaraan ayat.
5.
Tidak
memperhatikan konteks, asbabun nuzul, hubungan antar ayat, dan kondisi sosial
masyarakat.
6.
Tidak
memperhatikan pembicara dan jamaah pendengarnya.
Sekarang, ilmu modern makin meluas.
Dibutuhkan
kerja sama para pakar berbagai disiplin ilmu.
Untuk
bersama menafsirkan ayat Al-Quran.
Daftar
Pustaka
1.
Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
0 comments:
Post a Comment