MUSYAWARAH HUKUMNYA WAJIB
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Musyawarah
artinya perundingan atau perembukan.
Kata “musyawarah” terambil dari akar kata
“sy-w-r-“.
Pada mulanya
berarti “mengeluarkan madu dari sarang lebah”.
Maknanya
berkembang mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari
yang lain, termasuk “pendapat”.
Musyawarah bisa berarti
“mengatakan atau mengajukan sesuatu”.
Musyawarah
pada dasarnya hanya dipakai untuk hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.
Manusia
kenal 3 cara menetapkan masalah masyarakat, yaitu:
1. Keputusan
oleh penguasa.
2. Keputusan
berdasar pandangan minoritas.
3. Keputusan
berdasar mayoritas.
Musyawarah
yang diwajibkan oleh Islam bukan seperti bentuk pertama, karena membuat musyawarah
lumpuh.
Bentuk
kedua tidak sesuai makna musyawarah.
Sebagian ulama menolak kewenangan mayoritas
berdasar firman Allah.
Al-Quran
surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 100.
قُلْ
لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا
اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakan:”Tidak
sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik
hatimu, maka bertakwalah kepada Allah, hai orang-orang berakal, agar kamu
mendapat keberuntungan.
Al-Quran surah Az-Zukhruf (surah ke-43) ayat
78.
لَقَدْ
جِئْنَاكُمْ بِالْحَقِّ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَكُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
Sesungguhnya
Kami benar-benar membawa kebenaran
kepadamu, tetapi kebanyakan di antaramu benci kepada kebenaran itu.
Sebagian
ulama tidak sependapat ayat Al-Quran di atas menolak kewenangan mayoritas.
Karena
ayat itu bukan bicara dalam konteks
musyawarah, tetapi dalam konteks petunjuk Allah yang diberikan kepada
para Nabi dan ditolak oleh sebagian
besar anggota masyarakatnya pada zaman itu.
Sebagian
ulama membenarkan keputusan berdasar pendapat mayoritas, tetapi
tidak mutlak.
Sebagian ulama berpendapat keputusan jangan langsung diambil berdasar pendapat mayoritas, tetapi
hendaknya dilakukan diskusi
berulang-ulang hingga tercapai kesepakatan.
Karena
musyawarah dilakukan orang pilihan yang punya sifat terpuji dan tidak punya
kepentingan pribadi atau golongan, serta
dilaksanakan sewajarnya agar disepakati bersama.
Apabila terdapat orang yang tidak menerima
keputusan, hal itu menunjukkan
indikasi adanya hal yang kurang
berkenan di hati dan pikiran orang pilihan.
Perlu
dibicarakan lebih lanjut
agar mencapai mufakat dan hasil terbaik.
ltu
salah satu perbedaan musyawarah dalam Islam dengan demokrasi secara umum.
Jika pembicaraan berlarut-larut tanpa mufakat,
dan terpaksa memilih pendapat mayoritas.
Bisa
dikatakan semua pendapat adalah baik,
tetapi dipilih pendapat yang paling baik.
Kaidah
agama mengajarkan:
1. Jika
ada 2 dua pilihan yang samabaiknya, maka dipilih yang
lebih banyak sisi baiknya.
2. Jika
keduanya buruk, maka dipilih yang paling sedikit keburukannya.
Musyawarah
dalam Islam harus dikaitkan dengan “Perjanjian dengan Allah”.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat
124.
۞ وَإِذِ
ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ
لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya
dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari
keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang
yang zalim".
Dalam
Islam, tidak dibenarkan musyawarah dalam bidang yang telah ada ketetapannya dari Allah
secara tegas dan pasti.
Dan
tidak boleh menetapkan hal yang bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
Dalam
musyawarah model Islam, perincian, pola, dan caranya diserahkan kepada
masyarakat.
Karena
masyarakat bisa berbeda dan bervariasi sesuai perkembangan zaman.
Al-Quran memberi kesempatan tiap kelompok
masyarakat menyesuaikan sistem musyawarahnya
sesuai kondisi sosialnya.
Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 48
menyatakan tiap umat diberikan aturan dan jalan yang terang.
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ
وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ
أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً
وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ
فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di
antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu.
Daftar
Pustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan,
1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai
Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.
Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment