ORANG
BODOH WAJIB TAKLID
(Seri
ke-4)
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

1. RISALAH
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
2. Karya
Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.
3. Tahun
1287 sampai 1366 Hijriah.
4. Penjelasan
wajibnya taqlid bagi orang yang tidak memiliki keahlian untuk berijithad.
5. Menurut
pandangan jumhur ulama, setiap orang yang tidak memiliki keahlian untuk sampai
pada tingkat kemampuan sebagai mujtahid mutlak.
6. Meskipun
ia telah mampu menguasai beberapa cabang keilmuan yang dipersyaratkan di dalam
melakukan ijtihad.
7. Maka
wajib baginya untuk mengikuti (taqlid) pada satu qaul dari para imam mujtahid
dan mengambil fatwa mereka.
8. Agar
ia dapat keluar dan terbebaskan dari ikatan beban (taklif) yang mewajibkannya
untuk mengikuti siapa saja yang ia kehendaki dari salah satu imam mujtahid.
9. Allah
berfirman,”Maka bertanyalah kalian semua kepada ahli ilmu jika kalian semua
tidak mengetahui.”
10. Allah
mewajibkan bertanya bagi orang yang tidak mengetahui.
11. Sikap bertanya
adalah wujud sikap taqlid seseorang kepada orang yang alim.
12. Firman
Allah ini berlaku secara umum untuk semua golongan yang dikhithabi (obyek
sasaran perintah). َ
13. Secara
umum, firman Allah ini mewajibkan untuk bertanya segala sesuatu yang tidak kita
ketahui, sesuai dengan kesepakatan jumhur ulama.
14. Orang
yang beridentitas awam, pasti ada sejak zaman generasi sahabat, tabi’in dan
hingga zaman setelahnya.
15. Mereka
wajib meminta fatwa kepada para mujtahid dan mengikuti fatwa-fatwa mereka dalam
hokum syari’ah dan menerapkan sesuai petunjuk ulama.
16. Para
mujtahid dan ulama bersegera menjawab pertanyaan mereka tanpa memberi isyarah
untuk menuturkan dalil.
17. Para
mujtahid dan ulama tidak melarang orang awam minta fatwa tanpa ada
pengingkaran.
18. Kondisi
demikian yang lantas disepakati adanya kewajiban bagi orang awam untuk mengikuti
pendapat seorang mujtahid.
19. Orang
awam tidak memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami Kitab dan Sunah.
20. Tentu
pemahaman orang awam tidak dapat diterima, jika tidak cocok dengan pemahaman
ulama ahlul haq yang agung dan terpilih.
21. Orang yang ahli bid’ah dan orang yang sesat,
mereka memahami hukum-hukum secara batil dari Kitab dan Sunah.
22. Apa
pun yang diambil oleh ahli bid’ah, tidak dapat dipegang sebagai kebenaran.
23. Orang
awam tidak diwajibkan untuk tetap konsisten mengikuti satu mazhab saja dalam
menyikapi setiap masalah baru yang muncul.
24. Meskipun
ia telah menetapkan untuk mengikuti 1 mazhab tertentu, seperti mazhabnya Imam
Syafi’i, tidak selamanya ia harus mengikuti madzhab ini.
25. Bahkan diperkenankan baginya untuk pindah pada
mazhab yang lain selain madzhab Syafi‟i.
26. Orang awam
tidak memiliki kemampuan melakukan pengkajian masalah dan istidlal (melakukan
pencarian sumber dalil).
27. Orang awam tidak memiliki kemampuan membaca
sebuah kitab sebagai referensi dalam sebuah mazhab.
28. Jika ia
mengatakan bahwa saya adalah bermazhab Syafi‟i, maka pernyataan demikian tidak sah
sebagai pengakuan, kalua hanya sekedar ucapan belaka.
29. َTetapi
menurut sebuah pendapat yang lain menyatakan bahwa ketika seorang awam itu
konsisten mengikuti satu madzhab tertentu maka wajiblah baginya untuk
menetapkan mazhab pilihannya.
30. Karena
jelas seorang awam itu meyakini bahwa mazhab yang ia pilih adalah mazhab yang
benar.
31. Maka
konsekuensi yang harus ia terima adalah wajib menjalankan apa yang menjadi
ketentuan mazhab yang diyakininya.
32. Orang
yang taqlid boleh mengikuti selain imamnya dalam sebuah masalah yang timbul
padanya.
33. Misalnya,
dia taqlid pada satu imam dalam melaksanakan salat Zuhur, dan ia taqlid dan
mengikuti imam lain dalam melaksanakan salat Ashar.
34. Jadi
taqlid setelah selesainya melakukan sebuah amal atau ibadah adalah boleh.
35. Untuk
memahami hal ini dapatlah digambarkan sebuah masalah.
36. Jika
orang bermazhab Syafi’i melakukan salat dan ia menyangka atas sahnya salat
menurut pandangan mazhabnya.
37. Ternyata
salatnya batal menurut mazhab yang dianutnya dan sah bila menurut pendapat yang
lain.
38. Maka
baginya boleh langsung taqlid pada mazhab lain yang mengesahkan salatnya.
39. Dengan
demikian cukup terpenuhi kewajiban salatnya.
Daftar
Pustaka.
1. Internet
Faza Media.
2. Risalah
Ahlussunnah Wal Jamaa’h: Karya Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari (Tahun 1287 H sampai 1366 Hijriah).
0 comments:
Post a Comment