Tuesday, November 19, 2019

3754. PENJELASAN SUNAH DAN BID'AH (2)


PENJELASAN SUNAH DAN BID’AH
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
1.    RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
2.    Karya Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.
3.    Tahun 1287 sampai 1366 Hijriah.
4.    Pasal penjelasan tentang sunah dan bid’ah
5.    Lafadz “as-sunnah” dengan dibaca “dhammah” sin-nya dan diiringi dengan “tasydid”, sebagaimana dituturkan oleh Imam al-Baqa‟ dalam kitab Kulliyat-nya secara etimologi adalah “thariqah” (jalan), mekipun yang tidak diridai.
6.    Menurut terminologi syara’ as-sunnah adalah “thariqah (jalan) yang diridai dalam menempuh agama”, sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rasulullah atau selain beliau.
7.    Yakni mereka yang memiliki otoritas sebagai panutan dalam masalah agama, seperti para sahabat.
8.    Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah, “Tetaplah kalian untuk berpegang teguh pada sunahku dan sunahnya Khulafaur Rasyidin setelahku.”
9.    Menurut terminologi “urf” adalah apa yang dipegangi secara konsisten oleh tokoh yang menjadi panutan, apakah ia sebagai nabi atau wali.
10. Istilah “as-sunni” adalah bentuk penisbatan dari lafadz “as-sunnah” dengan membuang “ta‟ untuk penisbatan.
11. Bid‟ah sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Zaruq dalam kitab „Iddat al-Murid menurut terminologi syara‟ adalah: Menciptakan hal perkara baru dalam agama seolah-olah ia bagian dari urusan agama, padahal sebenarnya bukan, dalam tataran wacana, penggambaran, maupun dalam hakikatnya.”
12. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah,“Barang siapa menciptakan perkara baru dalam urusanku, padahal bukan bagian darinya, maka hal itu ditolak.”
13. Rasulullah bersabda,”Dan segala bentuk perkara yang baru adalah bid’ah.” َ
14. Para ulama menjelaskan tentang esensi dari makna 2 hadis di atas, dikembalikan kepada perubahan suatu hukum dengan mengukuhkan sesuatu yang sebenarnya bukan termasuk ibadah, tetapi diyakini sebagai konsep ibadah.
15. Jadi bid’ah artinya bukan segala bentuk pembaruan yang bersifat umum.
16. Kadang-kadang hal baru itu berlandaskan dasar syari’ah secara asalnya,  sehingga ia menjadi bagian dari syari’at itu sendiri, atau berlandaskan furu’us syyari’ah, sehingga dapat dianalogkan kepada syari’at. ًِ
17. Allamah Muhammad Waliyuddin asy-Syibtsiri dalam Syarh al-Arba‟in an-Nawawiyyah memberikan komentar atas sebuah hadis Nabi.
18. Rasulullah bersabda,”Barang siapa membuat persoalan baru atau mengayomi seseorang yang membuat pembaruan, maka ditimpakan kepadanya laknat Allah.” ُ
19. Termasuk dalam kerangka interpretasi hadits ini, yaitu berbagai bentuk akad-akad fasidah, menghukumi dengan kebodohan dan ketidakadilan, dan lain-lain dari berbagai bentuk penyimpangan terhadap ketentuan syara'.
20. Keluar dari bingkai pemahaman terhadap hadits ini yakni segala hal yang tidak keluar dari dalil syara’.
21. Terutama yang berkaitan dengan masalah ijtihadiyah yang tidak terdapat korelasi yang tegas antara masalah tersebut dengan dalilnya, kecuali sebatas perkiraan mujtahid.
22. Dan seperti menulis mushaf, mengintisarikan pendapat imam mazhab, menyusun kitab nahwu ,dan ilmu hisab.
23. Imam Ibnu Abdis Salam membagi perkara yang baru ke dalam hukum yang lima.
24. Beliau berkata, “Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada zaman Rasulullah.”
25. Macam-macam bid’ah:
1)    Bid’ah wajib.
a.    Seperti mempelajari ilmu nahwu dan mempelajari lafaz-lafaz yang gharib yang terdapat dalam al-Quran atau as-Sunnah, yang pemahaman terhadap syari’ah menjadi tertangguhkan pada sejauh mana seseorang dapat memahami maknanya.
2)    Bid’ah haram.
a.    Seperti aliran Qadariyah, Jabariyah dan Mujassimah.
3)    Bid’ah mubah.
a.    Seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok pesantren dan madrasah-madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak dikenal pada zaman generasi pertama Islam.
4)    Bid’ah makruh.
a.    Seperti berlebihan menghiasai masjid, menghiasi mushaf dan lain sebagainya.
5)    Bid’ah mubah.
a.    Seperti bersalaman selesai salat Subuh dan Asar.
b.    Berlebihan dalam makanan dan minuman, pakaian.
c.    Dan lainnya.
26. Setelah kita mengetahui apa yang telah dituturkan di muka, maka adanya klaim bid’ah, kegiatan seperti:
1)    Memakai tasbih.
2)    Melafazkan niat.
3)    Membaca tahlil ketika bersedekah setelah kematian, dengan catatan tidak adanya perkara yang mencegah untuk bersedekah tersebut.
4)    Menziarahi makam.
5)    Dan lainnya.
6)    Maka kesemuanya bukan termasuk bid’ah.

Daftar Pustaka.
1.    Internet Faza Media.
2.    Risalah Ahlussunnah Wal Jamaa’h: Karya Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim  Asy’ari (Tahun 1287 H sampai 1366 Hijriah).


Related Posts:

0 comments:

Post a Comment