GURU
“WAJIB” DAN GURU “HARAM”
DI
SEKOLAH KITA
Oleh :
Drs. Yusron Hadi, MM
(Kepala
SMP Negeri 2 Buduran Sidoarjo)

(Dimuat
majalah Media Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur
Edisi
Februari 2003 halaman 6 dan 7)
PENDAHULUAN
Penggolongan
guru di sekolah kita didekati dengan istilah hukum dalam agama Islam,
pendekatan ini bukanlah untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah
hukum tersebut. Tetapi hanya sekedar untuk memudahkan pemahaman kita, karena
arti dari istilah hukum tersebut sangat akrab bagi kita.
Abdullah
Gymnastiar (2002), mengatakan : “Tanpa diawali keberanian menilai dengan jujur
diri sendiri, maka tidak akan ada perubahan dan perbaikan. Orang yang tidak
berani melihat kekurangan dirinya berarti sudah menipu dirinya sendiri.”
I.
GURU “WAJIB”
Tipe
guru ini memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada.
Sehingga jika dia tidak ada, akan membuat para siswa, guru, dan pegawai yang
lain merasa sangat kehilangan. Dia disenangi karena pribadinya yang sangat
mengesankan. Wajahnya selalu jernih dengan senyum tulus yang dapat menyenangkan
siapapun yang berjumpa dengannya.
Tutur
katanya santun, tidak pernah melukai hati siapapun. Pembicaraannya sangat
bijak, dia ramah, sabar dan bersedia memahami tiap murid, suka membantu, adil
dan tegas terhadap murid – muridnya. Dia pandai mengajar dan membangkitkan
motivasi serta memiliki rasa humor yang menyegarkan, sehingga dia sangat
disenangi murid-muridnya.
Penampilannya
selalu rapi, bersih dan bersahaja, tidak sombong meskipun ilmu, kedudukan dan
kekayaannya sangat tinggi. Dia tidak suka membedakan dan menonjolkan diri, dia
sabar, pemaaf dan tidak pernah memendam perasaan benci dan dendam kepada
siapapun.
Etos
kerjanya sangat tinggi, sehingga lingkungannya terpengaruh semangat kerjanya.
Dia sangat menyenangi pekerjaannya sebagai guru. Baginya bekerja adalah ibadah,
dan kepuasan batin lebih diutamakan dibanding kesejahteraan dirinya.
Tidak
ada istilah cari muka, jilat ke atas, sikut samping atau injak bawah. Ibadahnya
sangat baik, tanpa ada pihak manapun yang terganggu. Setiap berdoa, dia selalu
menambahkan doa khusus untuk murid-muridnya, agar kelak menjadi manusia dewasa
yang lebih berhasil dibandingkan dirinya. Dia tidak pernah sungkan bertanya dan
minta pendapat kepada siapapun. Hal ini membuat dia cepat berubah dalam
memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukannya. Semangat menambah ilmu sangat
tinggi. Dia selalu menyediakan waktu, dana, dan tenaga untuk memperluas
wawasan. Dia tidak memandang muridnya sebagai bawahan, tetapi sebagai mitra
potensial. Dia tidak mengharapkan muridnya kelak berterima kasih padanya, dia
melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan antusias, semangat, tenang dan
senang.
Keadaan
keluarganya yang serasi, harmonis, dan tampak berbahagia menjadi contoh pribadi
yang berusaha menjaga keseimbangan hak dan kewajiban dalam bekerja,
bermasyarakat, maupun berumah tangga.
GURU
“SUNNAH”
Tipe
guru ini memiliki ciri : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan.
Tetapi jika dia tidak ada, kelihatannya para siswa, guru, dan pegawai yang lain
tidak terlalu merasakan sebagai suatu kehilangan. Sebenarnya tipe guru ini
hampir mirip dengan guru “Wajib”. Dia berprestasi, pribadi menyenangkan, dan
etos kerjanya tinggi. Hanya saja ketika dia tidak ada, lingkungannya tidak
terlalu merasa kehilangan. Mungkin kualitas ketulusannya belum membekas dalam
hati, sebab kenangan indah dalam hati hanya bisa diukir dengan perbuatan yang
berasal dari hati juga. Barangkali sikap, perilaku, dan prestasi kerja yang
dilakukannya hanyalah demi uang, pangkat, dan pujian semata.
GURU
“MUBAH”
Ciri
tipe guru ini adalah ada dan tiadanya sama saja. Kehadirannya tidak membawa
manfaat atau kerugian apapun, dan kepergiannya tidak membuat kehilangan. Dia
tidak memiliki semangat, tidak mempunyai motivasi. Dia melaksanakan tugasnya
sebagai guru hanya asal mengajar, asal bekerja. Sehingga kehidupannya tidak
menarik, datar- datar saja. Dia hanya menghabiskan jatah umur saja.
GURU
“MAKRUH”
Ciri
Tipe guru ini adalah kehadirannya akan menimbulkan masalah, dan
ketidakhadirannya tidak menjadi masalah. Ketika dia berada di sekolah akan
menjadi masalah, karena kehadirannya akan membuat suasana tidak nyaman.
kenyamanan terwujud justru ketika dia tidak ada. Kemunculannya akan mengganggu
lingkungan sekitar. Tercium bau keringatnya, dan bau mulutnya tidak segar. Jika
berbicara menyinggung perasaan, dan waktu bergurau sangat vulgar, sehingga
membuat malu pendengarnya. Pekerjaannya sebagai guru tidak tuntas, mengajar
seenaknya dan mengganggu kinerja yang lain.
GURU
“HARAM”
Tipe
guru ini sangat merugikan dan tidak diharapkan kehadirannya. Akhlak dan
perilakunya sangat buruk. Dia sering menfitnah, mengadu domba, penuh tipu daya
dan tidak jujur. Dia tidak melaksanakan kewajibannya sebagai guru, dan suka
mengambil yang bukan haknya. Dia hanya melakukan sesuatu yang dianggap
menguntungkan dirinya saja, tanpa peduli aturan dan hak-hak orang lain. Etos
kerjanya sangat buruk, dia bukan menyelesaikan masalah, tetapi pembuat masalah.
Ketika dia tidak ada, maka lingkungannya akan slametan dalam suasana bergembira
ria.
KESIMPULAN
Tentu
saja, siapa pun boleh menambahkan ciri-ciri yang lain pada setiap tipe guru di
atas. Semoga hal tersebut dapat menjadi bahan renungan buat kita semua, agar
mampu mengubah diri kita menjadi lebih baik, dan selalu berusaha untuk menjadi “guru yang wajib ada”, semoga!
DAFTAR
RUJUKAN
1. Gymnastiar,
Abdullah, 2002 : Lima Tipe Karyawan / Pejabat di Kantor Kita. Penerbit : MQS
Pustaka Grafika, Bandung.
2. Harefa,
Andrias, 2001: Pembelajaran di Era Otonomi. Penerbit Buku Kompas, Jakarta
0 comments:
Post a Comment