WASPADA
TERHADAP DOKTER
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. KATA
DOKTER KITA HARUS HATI-HATI KEPADA DOKTER.
2. Terutama
di Rumah Sakit SWASTA.
3. Ini
mungkin tulisan yang cukup aneh.
4. Kok
bisa, seorang dokter justru meminta kepada pasien untuk berhati-hati kepada
pelayanan dokter.
5. Tetapi
saran ini diberikan oleh dokter Billy yang ditulis dalam "Konsul
Sehat" (http://konsulsehat/. web.id).
6. Konsul
sehat adalah situs untuk kemajuan edukasi masyarakat dalam bidang kesehatan.
7. Seperti
yang diceritakan dr. Billy dalam artikel tersebut.
8. Selama
beberapa hari dr. Billy mengurusi abangnya yang sakit demam berdarah (DBD).
9. Dokter
ini membuatkan surat pengantar untuk dirawat inap di salah satu RS SWASTA yang
terkenal cukup baik pelayanannya.
10. Sejak
masuk UGD, Billy menemani sampai masuk ke kamar perawatan, dan setiap hari dia yang
menunggu.
11. Jadi
dia sangat tahu perkembangan kondisi abangnya.
12. "Abang
saya paksa untuk rawat inap karena trombositnya 82 ribu.
13. Agak
mengkhawatirkan," katanya.
14. Padahal
sebenarnya si abang menolak karena merasa diri sudah sehat, tidak demam, tidak
mual, hanya merasa badannya agak lemas.
15. Mulai
di UGD Billy sudah merasa ada yang 'mencurigakan'.
16. Karena
Billy tidak menyatakan bahwa dia adalah dokter pada petugas di RS.
17. Jadi
dia bisa dengar berbagai keterangan/penjelasan dan pertanyaan dari dokter dan
perawat yang menurutnya 'menggelikan'.
18. Pasien
pun diperiksa ulang darahnya.
19. Ini
masih bisa diterima.
20. Hasil
trombositnya tetap sama, 82 ribu.
21. Ketika
abangnya akan di EKG, si abang sudah mulai 'ribut' .
22. Karena
Desember lalu baru tes EKG dengan treadmill dan hasilnya sangat baik.
23. Lalu
Billy menenangkan bahwa itu prosedur di Rumah Sakit.
24. Tetapi
yang membuat Billy heran adalah si Abang harus *disuntik obat Ranitidin* (obat
untuk penyakit lambung).
25. Padahal
dia tidak sakit lambung, dan tidak mengeluh perih sama sekali.
26. Obat
ini disuntikkan ketika Billy mengantarkan sampel darah ke lab.
27. Oleh dokter
jaga diberi resep untuk dibeli, diresepkan untuk 3 hari.
28. Padahal
besok paginya dokter penyakit dalam akan berkunjung, dan biasanya obatnya pasti
ganti lagi.
29. Belum
lagi resepnya pun isinya tidak tepat untuk DBD.
30. Jadi
resep tidak dibeli.
31. Dokter
penyakit dalamnya setelah ditanya ke temannya yang praktek di RS tersebut.
32. Katanya
dipilihkan yang dia rekomendasikan, karena 'bagus dan pintar'.
33. Ditambah
lagi dia dokter tetap di RS tersebut, jadi pagi-sore selalu ada di RS.
34. Malamnya,
via telepon, dokter penyakit dalam memberi instruksi periksa lab macam-macam.
35. Setelah
Billy lihat, banyak yang 'nggak nyambung'.
36. Jadi
Billy minta Abang untuk hanya menyetujui sebagian yang masih rasional.
37. Besoknya,
Billy datang ke RS agak siang.
38. Dokter
penyakit dalam sudah visite dan tidak komentar apa pun soal pemeriksaan lab
yang ditolak.
39. Billy
diminta perawat untuk menebus resep ke apotek.
40. Ketika
Billy melihat resepnya, dia heran.
41. Di
resep tertulis obat Ondansetron suntik, obat anti mual/muntah untuk orang yang
sakit kanker dan menjalani kemoterapi.
42. Padahal
Abangnya sama sekali tidak mual apalagi muntah.
43. Tertulis
juga Ranitidin suntik, yang tidak diperlukan karena Abangnya tidak sakit
lambung.
44. Bahkan
parasetamol bermerek pun diresepkan lagi.
45. Padahal
Abang sudah bilang bahwa dia punya banyak.
46. Karena
bingung, Billy cek di internet.
47. Apakah
ada protokol baru penanganan DBD yang dia lewatkan atau kegunaan baru dari
Ondansetron.
48. Ternyata
tidak.
49. Akhirnya
Billy hanya membeli suplemen vitamin saja dari resep.
50. Pas
Billy menyerahkan obat ke perawat, perawat tanya 'obat suntiknya mana?'
51. Billy
jawab bahwa pasien tidak setuju diberi obat-obat itu.
52. Si
perawat malah seperti menantang.
53. Akhirnya
dengan terpaksa Billy sampaikan bahwa profesi dia adalah dokter, dan dia yang
merujuk pasien ke RS.
54. "Abang
saya menolak obat-obat itu setelah tanya pada saya".
55. Malah
saya dipanggil ke nurse station dan diminta menandatangani surat refusal
consent (penolakan pengobatan) oleh kepala perawat, papar Billy.
56. "Saya
beritahu saja bahwa pasien 100% sadar, jadi harus pasien yang menandatangani,
itu pun setelah dijelaskan oleh dokternya langsung.
57. Sementara
dokter saat visite nggak menjelaskan apapun mengenai obat-obat yang dia
berikan.
58. Saya
tinggalkan kepala perawat tersebut yang 'bengong'." katanya.
59. Saat
Billy menunggu Abangnya, pasien di ranjang sebelahnya ternyata sakit DBD juga.
60. Dan
dia sudah *diresepkan 5 botol antibiotik infus yang mahal* dan sudah 2 botol
yang dipakai.
61. Padahal
kondisi fisik dan hasil labnya tidak ada infeksi bakteri.
62. Pasien
tersebut ditangani oleh dokter penyakit dalam yang lain.
63. Saat
dokter penyakit dalam pasien tersebut visite, dia hanya ngomong 'sakit ya?',
'masih panas?', 'ya sudah lanjutkan saja dulu terapinya'.
64. Visite nggak sampai 3 menit.
65. Besoknya
dokter penyakit dalam yang menangani Abangnya Billy visite kembali dan tidak
berkomentar apa pun soal penolakan membeli obat yang dia resepkan.
66. Dia
hanya ngomong bahwa kalau trombositnya sudah naik, maka boleh pulang.
67. "Saya
jadi membayangkan, nggak heran PONARI dan "orang pandai" dkk laris,
karena dokter ternyata pengobatannya nggak rasional.
68. Kasihan,
banyak pasien yang terpaksa diracun oleh obat-obat yang nggak diperlukan.
69. Dan
"dibuat miskin" untuk membeli obat-obat yang mahal.
70. Ini
belum biaya dokter ahli yang hrs 'dibayar' cukup mahal yang ternyata nggak
banyak memberi penjelasan kepada pasien.
71. Kadang
keluarga sengaja berkumpul & menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu
dokter visite." papar dokter Billy.
72. Beberapa
waktu sebelumnya Billy juga pernah menunggui saudaranya yang lain yang dirawat
inap di salah satu RS swasta yang katanya terbaik di salah satu kota kecil di
Jateng akibat sakit tifoid.
73. Kejadian
serupa terjadi pula, sangat banyak obat yang tidak rasional yang diresepkan
oleh dokter penyakit dalamnya.
74. "Kalau
ini nggak segera dibereskan, saya nggak bisa menyalahkan masyarakat kalau
mereka lebih memilih pengobatan alternatif atau berobat ke LN.
75. Semoga
info ini bisa berguna sebagai pelajaran berharga untuk pembaca semua agar
berhati-hati dan kritis terhadap pengobatan dokter," tulis Billy.
76. Pertanyaan
kita sekarang, apakah semua pasien harus ditunggui oleh saudaranya yang
berprofesi dokter, agar tidak mendapat pengobatan sembarangan?
77. Sahabatmu,
dr. Billy Nugraha.
(Sumber: internet)
0 comments:
Post a Comment