Thursday, December 6, 2018

1631. HUKUM ISLAM


HUKUM ISLAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum dalam Islam?” Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
1.    Kata “hukum” (menurut KBBI V) dapat diartikan “peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah”, “undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan kehidupan masyarakat”, “patokan (kaidah, ketentuan)  mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu”, “keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan)”, atau “vonis”.
2.    Hukum dalam ajaran Islam terdapat lima model.
a.    Ke-1, wajib/fardu.
Yaitu suatu perintah yang harus dikerjakan dan harus dipatuhi. Jika dikerjakan mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan berdosa.
b.    Ke-2, sunah.
Yaitu berupa suatu anjuran untuk dikerjakan dan dilaksanakan. Jika dikerjakan mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak berdosa.
c.    Ke-3, haram.
Yaitu suatu larangan yang keras. Jika dikerjakan berdosa, dan jika tidak dikerjakan (ditinggalkan) mendapatkan pahala.
d.    Ke-4, makruh.
Yaitu suatu larangan yang tidak keras. Kalau dilakukan dan dilanggar tidak berdosa, tetapi jika ditinggalkan mendapatkan pahala.
e.    Ke-5, mubah.
Yaitu berupa pilihan bebas yang boleh dikerjakan dan boleh pula tidak dikerjakan. Jika dikerjakan atau ditinggalkan keduanya tidak berpahala dan tidak berdosa.
3.    Para ulama menjelaskan bahwa urutan dalil hukum fikih dalam Islam adalah berikut ini.
a.    Al-Quran.
b.    Hadis Nabi.
c.    Ijma para ulama.
d.    Kias (Qias).
e.    Sebagian ulama menambahkan dengan ihtisan, istidlal, urf,  dan istisab.

4.    Pengambilan hukum dalam Islam terbagi dalam empat macam.
a.    Ke-1, hukum yang diambil dari dalil dan nash yang tegas, yakin adanya dan yakin pula maksudnya yang menunjukkan kepada hukum tersebut.
      Hukum seperti ini selalu tetap, tidak berubah, wajib dijalankan oleh seluruh umat Islam, dan tidak ada seorang pun yang berhak membantahnya (seperti wajib salat lima waktu, zakat, puasa, haji, dan syarat jual beli dengan kerelaan).
b.    Ke-2, hukum yang  diambil dari dalil atau nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukumnya.
      Misalnya tentang berwudu dengan mengusap kepala dalam Al-Quran surah Al-Maidah (surah ke-5) ayat 6.

وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
                  Dan usaplah (sapulah) kepalamu.
      Mengusap kepala dalam berwudu adalah wajib, tetapi dalam memahaminya para ulama berbeda pendapat apakah mengusap seluruh kepala atau cukup mengusap sebagian kepala.
c.    Ke-3, hukum yang tidak terdapat dalil atau nash secara pasti (qat’i) maupun dugaan (zanni), tetapi para ulama sepakat (ijma) atas hukumnya.  Seluruh umat Islam wajib mengikuti hukum yang disepakati secara “ijma” oleh para ulama.
d.    Ke-4, hukum yang tidak berasal dari dalil yang pasti (qat’i) mapun dugaan (zanni), dan tidak ada kesepakatan ijma dari para ulama atas hukum itu.    Seperti hukum fikih dalam berbagai mazhab yang disusun oleh para ahli yang disesuaikan dengan akal pikiran dan kondisi lingkungan masyarakatnya, serta dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Daftar Pustaka.
1.    Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum Fikih Lengkap).  Penerbit Sinar Baru Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung, 2017.
2.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
3.    Tafsirq.com online


Related Posts:

0 comments:

Post a Comment