HUKUM ISLAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hukum dalam Islam?”
Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
1. Kata “hukum” (menurut KBBI V) dapat
diartikan “peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah”, “undang-undang, peraturan, dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan kehidupan masyarakat”, “patokan (kaidah,
ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya)
yang tertentu”, “keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam
pengadilan)”, atau “vonis”.
2. Hukum dalam ajaran Islam terdapat lima
model.
a. Ke-1, wajib/fardu.
Yaitu suatu perintah yang harus dikerjakan dan harus dipatuhi. Jika
dikerjakan mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan berdosa.
b. Ke-2, sunah.
Yaitu berupa suatu anjuran untuk dikerjakan dan dilaksanakan. Jika
dikerjakan mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak berdosa.
c. Ke-3, haram.
Yaitu suatu larangan yang keras. Jika dikerjakan berdosa, dan jika tidak
dikerjakan (ditinggalkan) mendapatkan pahala.
d. Ke-4, makruh.
Yaitu suatu larangan yang tidak keras. Kalau dilakukan dan
dilanggar tidak berdosa, tetapi jika ditinggalkan mendapatkan pahala.
e. Ke-5, mubah.
Yaitu berupa pilihan bebas yang boleh dikerjakan dan boleh pula
tidak dikerjakan. Jika dikerjakan atau ditinggalkan keduanya tidak berpahala
dan tidak berdosa.
3. Para ulama menjelaskan bahwa urutan dalil
hukum fikih dalam Islam adalah berikut ini.
a. Al-Quran.
b. Hadis Nabi.
c. Ijma para ulama.
d. Kias (Qias).
e. Sebagian ulama menambahkan dengan ihtisan,
istidlal, urf, dan istisab.
4. Pengambilan hukum dalam Islam terbagi
dalam empat macam.
a. Ke-1, hukum yang diambil dari dalil dan nash
yang tegas, yakin adanya dan yakin pula maksudnya yang menunjukkan kepada hukum
tersebut.
Hukum seperti ini selalu tetap, tidak berubah, wajib dijalankan oleh
seluruh umat Islam, dan tidak ada seorang pun yang berhak membantahnya (seperti
wajib salat lima waktu, zakat, puasa, haji, dan syarat jual beli dengan
kerelaan).
b. Ke-2, hukum yang diambil dari dalil atau nash yang tidak yakin
maksudnya terhadap hukumnya.
Misalnya tentang berwudu dengan mengusap kepala dalam Al-Quran surah
Al-Maidah (surah ke-5) ayat 6.
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
Dan usaplah (sapulah) kepalamu.
Mengusap kepala dalam berwudu adalah wajib, tetapi dalam memahaminya
para ulama berbeda pendapat apakah mengusap seluruh kepala atau cukup mengusap sebagian
kepala.
c. Ke-3, hukum yang tidak terdapat dalil
atau nash secara pasti (qat’i) maupun dugaan (zanni), tetapi para ulama sepakat
(ijma) atas hukumnya. Seluruh umat Islam
wajib mengikuti hukum yang disepakati secara “ijma” oleh para ulama.
d. Ke-4, hukum yang tidak berasal dari dalil
yang pasti (qat’i) mapun dugaan (zanni), dan tidak ada kesepakatan ijma dari
para ulama atas hukum itu. Seperti
hukum fikih dalam berbagai mazhab yang disusun oleh para ahli yang disesuaikan
dengan akal pikiran dan kondisi lingkungan masyarakatnya, serta dapat berubah
sesuai dengan perkembangan zaman.
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum
Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru
Algensindo. Cetakan ke-80, Bandung, 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment