Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sunday, September 24, 2017

295. KAPAN

KAPAN DATANGNYA HARI KIAMAT?
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kapan Datangnya Hari Kiamat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Hari Kiamat (menurut KBBI V) adalah hari kebangkitan sesudah mati, yaitu orang yang telah meninggal dunia dihidupkan kembali untuk diadili perbuatannya, atau hari kiamat adalah hari akhir zaman, artinya dunia seisinya rusak binasa dan lenyap.
     Al-Quran dan hadis Nabi yang membahas tentang hari akhir dari bermacam-macam aspek, tidak membicarakan sedikit pun tentang masa datangnya hari kiamat.
    Bahkan secara tegas dalam berbagai ayat Al-Quran dan hadis Nabi menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui datangnya hari kiamat.
     Al-Quran An-Naziat, surah ke-79 ayat 42-44.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا   إِلَىٰ رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا

      “(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya?. Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmu dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya)”.
     Banyak ayat Al-Quran yang mengandung makna serupa, dan hadis Nabi menginformasikannya bahwa malaikat Jibril pernah bertanya kepada Nabi Muhammad dalam rangka mendidik umat Islam, “Kapankah datangnya hari kiamat?” Nabi menjawab, “Yang ditanya tentang hari kiamat, tidak lebih  mengetahui daripada yang bertanya".
     Al-Quran Al-Isra, surah ke-17 ayat 51.
أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ ۚ فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا ۖ قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هُوَ ۖ قُلْ عَسَىٰ أَنْ يَكُونَ قَرِيبًا

      “Atau suatu makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu”, maka mereka akan bertanya, “Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakan, “Yang telah menciptakanmu pertama kali”. Kemudian mereka akan menggelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata, “Kapankah itu (akan terjadi)?” Katakan, “Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat”.
     Al-Quran Al-Qamar, surah ke-54 ayat 1.

اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ

      “Telah dekat (datangnya) kiamat itu dan telah terbelah bulan”.
     Al-Quran surah Al-Anbiya’, surah ke-21 ayat 1.

اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ

      “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian dan berpaling (darinya)”.
      Nabi bersabda, “Aku diutus dengan perbandingan waktu antara zaman diutusku dengan hari kiamat adalah seperti ini (sambil Nabi menggandengkan kedua jari-jarinya, yaitu jari telunjuk dan tengah).
     Hadis itu dapat diartikan bahwa saat terjadinya hari kiamat adalah dekat dengan zaman Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul, tetapi arti dekat itu tidak bisa dipahami bahwa kedekatan itu hanya dalam arti besok, seribu atau sepuluh ribu tahun ke depan.
     Mungkin yang dimaksudkan “dekat” adalah apabila dibandingkan dengan umur alam semesta yang telah berlalu ratusan tahun, bisa juga hadis Nabi dan ayat Al-Quran tersebut tidak menginformasikan kedekatan dalam arti waktu.
      Nabi diperintahkan menjawab pertanyaan kapan terjadinya hari kiamat dengan jawaban, “Boleh jadi, hari kiamat sudah dekat”, sedangkan dalam Al-Quran Al-Anbiya’, surah ke-21 ayat 1 di atas menggunakan kata kerja masa lampau untuk sesuatu yang belum terjadi, artinya hari kiamat adalah sesuatu yang pasti terjadi.
     Yang dimaksudkan hari kiamat sudah “dekat” adalah hari kiamat “pasti datangnya”, karena “semua hal yang akan datang adalah dekat, dan segala yang telah berlalu dan tidak akan kembali adalah jauh”.
           Agaknya informasi Al-Quran tentang kedekatan terjadinya hari kiamat adalah lebih dimaksudkan agar menjadikan manusia selalu siap menghadapi kehadirannya, seperti dijelaskan dalam  Al-Quran surah Yusuf , surah ke-12 ayat 107.

أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

      “Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedangkan mereka tidak menyadarinya?”
      Al-Quran menjelaskan bahwa pihak yang bertanya tentang waktu kedatangan hari kiamat adalah orang-orang musyrik, bukan orang-orang yang beriman.
     Orang-orang musyrik meminta agar hari kiamat segera didatangkan, tetapi  orang-orang yang beriman merasa takut akan kedatangan hari kiamat, karena orang yang beriman sangat yakin bahwa hari kiamat adalah benar dan pasti terjadi.
     Al-Quran surah Asy- Syura, surah ke-42 ayat 18.

يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ ۗ أَلَا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ لَفِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ

      “Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang terjadinya kiamat benar-benar dalam kesesatan yang jauh”.
      Ketakutan dan kekhawatiran tentang terjadinya hari kiamat akan mengantarkan orang yang beriman untuk melakukan sebanyak mungkin amal perbuatan yang baik, sehingga mereka dapat memperoleh kebahagiaan abadi di akhirat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

295. KAPAN

KAPAN DATANGNYA HARI KIAMAT?
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kapan Datangnya Hari Kiamat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Hari Kiamat (menurut KBBI V) adalah hari kebangkitan sesudah mati, yaitu orang yang telah meninggal dunia dihidupkan kembali untuk diadili perbuatannya, atau hari kiamat adalah hari akhir zaman, artinya dunia seisinya rusak binasa dan lenyap.
     Al-Quran dan hadis Nabi yang membahas tentang hari akhir dari bermacam-macam aspek, tidak membicarakan sedikit pun tentang masa datangnya hari kiamat.
    Bahkan secara tegas dalam berbagai ayat Al-Quran dan hadis Nabi menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui datangnya hari kiamat.
     Al-Quran An-Naziat, surah ke-79 ayat 42-44.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا فِيمَ أَنْتَ مِنْ ذِكْرَاهَا   إِلَىٰ رَبِّكَ مُنْتَهَاهَا

      “(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit, kapankah terjadinya?. Siapakah kamu (sehingga) dapat menyebutkan (waktunya)? Kepada Tuhanmu dikembalikan kesudahannya (ketentuan waktunya)”.
     Banyak ayat Al-Quran yang mengandung makna serupa, dan hadis Nabi menginformasikannya bahwa malaikat Jibril pernah bertanya kepada Nabi Muhammad dalam rangka mendidik umat Islam, “Kapankah datangnya hari kiamat?” Nabi menjawab, “Yang ditanya tentang hari kiamat, tidak lebih  mengetahui daripada yang bertanya".
     Al-Quran Al-Isra, surah ke-17 ayat 51.
أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ ۚ فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا ۖ قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هُوَ ۖ قُلْ عَسَىٰ أَنْ يَكُونَ قَرِيبًا

      “Atau suatu makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu”, maka mereka akan bertanya, “Siapakah yang akan menghidupkan kami kembali?” Katakan, “Yang telah menciptakanmu pertama kali”. Kemudian mereka akan menggelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata, “Kapankah itu (akan terjadi)?” Katakan, “Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat”.
     Al-Quran Al-Qamar, surah ke-54 ayat 1.

اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ

      “Telah dekat (datangnya) kiamat itu dan telah terbelah bulan”.
     Al-Quran surah Al-Anbiya’, surah ke-21 ayat 1.

اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ

      “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian dan berpaling (darinya)”.
      Nabi bersabda, “Aku diutus dengan perbandingan waktu antara zaman diutusku dengan hari kiamat adalah seperti ini (sambil Nabi menggandengkan kedua jari-jarinya, yaitu jari telunjuk dan tengah).
     Hadis itu dapat diartikan bahwa saat terjadinya hari kiamat adalah dekat dengan zaman Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul, tetapi arti dekat itu tidak bisa dipahami bahwa kedekatan itu hanya dalam arti besok, seribu atau sepuluh ribu tahun ke depan.
     Mungkin yang dimaksudkan “dekat” adalah apabila dibandingkan dengan umur alam semesta yang telah berlalu ratusan tahun, bisa juga hadis Nabi dan ayat Al-Quran tersebut tidak menginformasikan kedekatan dalam arti waktu.
      Nabi diperintahkan menjawab pertanyaan kapan terjadinya hari kiamat dengan jawaban, “Boleh jadi, hari kiamat sudah dekat”, sedangkan dalam Al-Quran Al-Anbiya’, surah ke-21 ayat 1 di atas menggunakan kata kerja masa lampau untuk sesuatu yang belum terjadi, artinya hari kiamat adalah sesuatu yang pasti terjadi.
     Yang dimaksudkan hari kiamat sudah “dekat” adalah hari kiamat “pasti datangnya”, karena “semua hal yang akan datang adalah dekat, dan segala yang telah berlalu dan tidak akan kembali adalah jauh”.
           Agaknya informasi Al-Quran tentang kedekatan terjadinya hari kiamat adalah lebih dimaksudkan agar menjadikan manusia selalu siap menghadapi kehadirannya, seperti dijelaskan dalam  Al-Quran surah Yusuf , surah ke-12 ayat 107.

أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

      “Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedangkan mereka tidak menyadarinya?”
      Al-Quran menjelaskan bahwa pihak yang bertanya tentang waktu kedatangan hari kiamat adalah orang-orang musyrik, bukan orang-orang yang beriman.
     Orang-orang musyrik meminta agar hari kiamat segera didatangkan, tetapi  orang-orang yang beriman merasa takut akan kedatangan hari kiamat, karena orang yang beriman sangat yakin bahwa hari kiamat adalah benar dan pasti terjadi.
     Al-Quran surah Asy- Syura, surah ke-42 ayat 18.

يَسْتَعْجِلُ بِهَا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِهَا ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا مُشْفِقُونَ مِنْهَا وَيَعْلَمُونَ أَنَّهَا الْحَقُّ ۗ أَلَا إِنَّ الَّذِينَ يُمَارُونَ فِي السَّاعَةِ لَفِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ

      “Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang terjadinya kiamat benar-benar dalam kesesatan yang jauh”.
      Ketakutan dan kekhawatiran tentang terjadinya hari kiamat akan mengantarkan orang yang beriman untuk melakukan sebanyak mungkin amal perbuatan yang baik, sehingga mereka dapat memperoleh kebahagiaan abadi di akhirat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

294. AKHRAT 2

MEMAHAMI  KEHIDUPAN AKHIRAT
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kehidupan Akhirat Menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Pengadilan dalam hari akhirat menggunakan “timbangan” yang sangat adil  sehingga tidak ada pihak yang teraniaya sedikit pun.
     Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 47.

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ

      “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, sehingga tidak ada orang yang dirugikan sedikit pun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pasti Kami mendatangkan (pahala) nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan”.
     Apakah timbangan itu sesuatu yang bersifat material atau hanya kiasan tentang keadilan mutlak, tidaklah banyak pengaruhnya dalam akidah, selama diyakini bahwa ketika itu tidak ada lagi penganiayaan sedikit pun.
    Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 8-9.
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
  
   “Timbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan), maka siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka orang-orang yang beruntung, dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”.
      Al-Quran surah Al-Haqqah, surah ke-69 ayat 19-31.

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ  إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ   قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ
وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْ ۜ
هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ خُذُوهُ فَغُلُّوهُ ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ.

     “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan), “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lampau”.
     “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.  Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, hartaku sekali-kali tidak memberikan manfaat kepadaku, telah hilang kekuasaanku dariku”. (Allah berfirman), “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala”.
      Al-Quran surah As-Shaffat, surah ke-37 ayat 22-23 yang menjelaskan bahwa dalam perjalanan menuju surga atau neraka, maka manusia melalui jalan yang disebut “sirathal”.

۞ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ.

     “(Kepada malaikat diperintahkan), “Kumpulkan orang-orang yang zalim dan  teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka  jalan “sirathal” ke neraka”.
      Al-Quran surah Ya Sin, surah ke-36 ayat 66.
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰ أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
.
      “Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami menghapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan, maka betapakah mereka dapat melihat (nya)”.
      Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 71-72.
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
      “Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”.
      Berdasarkan ayat Al-Quran di atas, maka sebagian ulama berpendapat bahwa terdapat jalan yang dinamakan “shirathal”, yaitu berupa “jembatan” yang harus dilalui oleh setiap orang yang akan menuju surga.
     Di bawah jalan berupa “jembatan” itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya,  maka orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan dan cara sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka.
     Ada orang yang melewati jembatan “sirathal” bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda, dan ada yang merangkak, tetapi akhirnya sampai juga  di surga.
    Sedangkan orang-orang kafir akan melewati jembatan “sirathal” dan menelusurinya,   tetapi mereka berjatuhan ke dalam neraka yang sesuai dengan tingkat kedurhakaan mereka.
      Kata “sirath” berasal dari kata “saratha” yang arti harfiahnya adalah “menelan”, kata “sirath” bisa diartikan “jalan yang lebar”, karena lebarnya maka seolah-olah jalan itu menelan setiap orang yang berjalan melewatinya.
      Terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa jembatan “sirathal” adalah jembatan yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
       Sebagian ulama yang sangat rasional menolak pendapat bahwa jembatan “sirathal” adalah “jembatan” yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
     Akidah Islam harus berdasarkan dalil Al-Quran dan hadis Nabi yang pasti, sedangkan penafsiran tentang adanya jembatan “sirathal” bukan termasuk masalah akidah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

294. AKHIRAT 2

MEMAHAMI  KEHIDUPAN AKHIRAT
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kehidupan Akhirat Menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Pengadilan dalam hari akhirat menggunakan “timbangan” yang sangat adil  sehingga tidak ada pihak yang teraniaya sedikit pun.
     Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 47.

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ

      “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, sehingga tidak ada orang yang dirugikan sedikit pun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pasti Kami mendatangkan (pahala) nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan”.
     Apakah timbangan itu sesuatu yang bersifat material atau hanya kiasan tentang keadilan mutlak, tidaklah banyak pengaruhnya dalam akidah, selama diyakini bahwa ketika itu tidak ada lagi penganiayaan sedikit pun.
    Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 8-9.
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
  
   “Timbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan), maka siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka orang-orang yang beruntung, dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”.
      Al-Quran surah Al-Haqqah, surah ke-69 ayat 19-31.

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ  إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ   قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ
وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْ ۜ
هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ خُذُوهُ فَغُلُّوهُ ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ.

     “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan), “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lampau”.
     “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.  Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, hartaku sekali-kali tidak memberikan manfaat kepadaku, telah hilang kekuasaanku dariku”. (Allah berfirman), “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala”.
      Al-Quran surah As-Shaffat, surah ke-37 ayat 22-23 yang menjelaskan bahwa dalam perjalanan menuju surga atau neraka, maka manusia melalui jalan yang disebut “sirathal”.

۞ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ.

     “(Kepada malaikat diperintahkan), “Kumpulkan orang-orang yang zalim dan  teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka  jalan “sirathal” ke neraka”.
      Al-Quran surah Ya Sin, surah ke-36 ayat 66.
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰ أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
.
      “Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami menghapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan, maka betapakah mereka dapat melihat (nya)”.
      Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 71-72.
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
      “Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”.
      Berdasarkan ayat Al-Quran di atas, maka sebagian ulama berpendapat bahwa terdapat jalan yang dinamakan “shirathal”, yaitu berupa “jembatan” yang harus dilalui oleh setiap orang yang akan menuju surga.
     Di bawah jalan berupa “jembatan” itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya,  maka orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan dan cara sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka.
     Ada orang yang melewati jembatan “sirathal” bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda, dan ada yang merangkak, tetapi akhirnya sampai juga  di surga.
    Sedangkan orang-orang kafir akan melewati jembatan “sirathal” dan menelusurinya,   tetapi mereka berjatuhan ke dalam neraka yang sesuai dengan tingkat kedurhakaan mereka.
      Kata “sirath” berasal dari kata “saratha” yang arti harfiahnya adalah “menelan”, kata “sirath” bisa diartikan “jalan yang lebar”, karena lebarnya maka seolah-olah jalan itu menelan setiap orang yang berjalan melewatinya.
      Terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa jembatan “sirathal” adalah jembatan yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
       Sebagian ulama yang sangat rasional menolak pendapat bahwa jembatan “sirathal” adalah “jembatan” yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
     Akidah Islam harus berdasarkan dalil Al-Quran dan hadis Nabi yang pasti, sedangkan penafsiran tentang adanya jembatan “sirathal” bukan termasuk masalah akidah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

294. AKHIRAT 2

MEMAHAMI  KEHIDUPAN AKHIRAT
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kehidupan Akhirat Menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Pengadilan dalam hari akhirat menggunakan “timbangan” yang sangat adil  sehingga tidak ada pihak yang teraniaya sedikit pun.
     Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 47.

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ

      “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, sehingga tidak ada orang yang dirugikan sedikit pun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pasti Kami mendatangkan (pahala) nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan”.
     Apakah timbangan itu sesuatu yang bersifat material atau hanya kiasan tentang keadilan mutlak, tidaklah banyak pengaruhnya dalam akidah, selama diyakini bahwa ketika itu tidak ada lagi penganiayaan sedikit pun.
    Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 8-9.
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
  
   “Timbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan), maka siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka orang-orang yang beruntung, dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”.
      Al-Quran surah Al-Haqqah, surah ke-69 ayat 19-31.

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ  إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ   قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ
وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْ ۜ
هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ خُذُوهُ فَغُلُّوهُ ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ.

     “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan), “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lampau”.
     “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.  Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, hartaku sekali-kali tidak memberikan manfaat kepadaku, telah hilang kekuasaanku dariku”. (Allah berfirman), “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala”.
      Al-Quran surah As-Shaffat, surah ke-37 ayat 22-23 yang menjelaskan bahwa dalam perjalanan menuju surga atau neraka, maka manusia melalui jalan yang disebut “sirathal”.

۞ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ.

     “(Kepada malaikat diperintahkan), “Kumpulkan orang-orang yang zalim dan  teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka  jalan “sirathal” ke neraka”.
      Al-Quran surah Ya Sin, surah ke-36 ayat 66.
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰ أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
.
      “Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami menghapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan, maka betapakah mereka dapat melihat (nya)”.
      Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 71-72.
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
      “Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”.
      Berdasarkan ayat Al-Quran di atas, maka sebagian ulama berpendapat bahwa terdapat jalan yang dinamakan “shirathal”, yaitu berupa “jembatan” yang harus dilalui oleh setiap orang yang akan menuju surga.
     Di bawah jalan berupa “jembatan” itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya,  maka orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan dan cara sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka.
     Ada orang yang melewati jembatan “sirathal” bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda, dan ada yang merangkak, tetapi akhirnya sampai juga  di surga.
    Sedangkan orang-orang kafir akan melewati jembatan “sirathal” dan menelusurinya,   tetapi mereka berjatuhan ke dalam neraka yang sesuai dengan tingkat kedurhakaan mereka.
      Kata “sirath” berasal dari kata “saratha” yang arti harfiahnya adalah “menelan”, kata “sirath” bisa diartikan “jalan yang lebar”, karena lebarnya maka seolah-olah jalan itu menelan setiap orang yang berjalan melewatinya.
      Terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa jembatan “sirathal” adalah jembatan yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
       Sebagian ulama yang sangat rasional menolak pendapat bahwa jembatan “sirathal” adalah “jembatan” yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
     Akidah Islam harus berdasarkan dalil Al-Quran dan hadis Nabi yang pasti, sedangkan penafsiran tentang adanya jembatan “sirathal” bukan termasuk masalah akidah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

294. AKHIRAT 2

MEMAHAMI  KEHIDUPAN AKHIRAT
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kehidupan Akhirat Menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Pengadilan dalam hari akhirat menggunakan “timbangan” yang sangat adil  sehingga tidak ada pihak yang teraniaya sedikit pun.
     Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 47.

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ

      “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, sehingga tidak ada orang yang dirugikan sedikit pun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pasti Kami mendatangkan (pahala) nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan”.
     Apakah timbangan itu sesuatu yang bersifat material atau hanya kiasan tentang keadilan mutlak, tidaklah banyak pengaruhnya dalam akidah, selama diyakini bahwa ketika itu tidak ada lagi penganiayaan sedikit pun.
    Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 8-9.
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
  
   “Timbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan), maka siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka orang-orang yang beruntung, dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”.
      Al-Quran surah Al-Haqqah, surah ke-69 ayat 19-31.

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ  إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ   قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ
وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْ ۜ
هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ خُذُوهُ فَغُلُّوهُ ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ.

     “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan), “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lampau”.
     “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.  Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, hartaku sekali-kali tidak memberikan manfaat kepadaku, telah hilang kekuasaanku dariku”. (Allah berfirman), “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala”.
      Al-Quran surah As-Shaffat, surah ke-37 ayat 22-23 yang menjelaskan bahwa dalam perjalanan menuju surga atau neraka, maka manusia melalui jalan yang disebut “sirathal”.

۞ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ.

     “(Kepada malaikat diperintahkan), “Kumpulkan orang-orang yang zalim dan  teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka  jalan “sirathal” ke neraka”.
      Al-Quran surah Ya Sin, surah ke-36 ayat 66.
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰ أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
.
      “Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami menghapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan, maka betapakah mereka dapat melihat (nya)”.
      Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 71-72.
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
      “Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”.
      Berdasarkan ayat Al-Quran di atas, maka sebagian ulama berpendapat bahwa terdapat jalan yang dinamakan “shirathal”, yaitu berupa “jembatan” yang harus dilalui oleh setiap orang yang akan menuju surga.
     Di bawah jalan berupa “jembatan” itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya,  maka orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan dan cara sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka.
     Ada orang yang melewati jembatan “sirathal” bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda, dan ada yang merangkak, tetapi akhirnya sampai juga  di surga.
    Sedangkan orang-orang kafir akan melewati jembatan “sirathal” dan menelusurinya,   tetapi mereka berjatuhan ke dalam neraka yang sesuai dengan tingkat kedurhakaan mereka.
      Kata “sirath” berasal dari kata “saratha” yang arti harfiahnya adalah “menelan”, kata “sirath” bisa diartikan “jalan yang lebar”, karena lebarnya maka seolah-olah jalan itu menelan setiap orang yang berjalan melewatinya.
      Terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa jembatan “sirathal” adalah jembatan yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
       Sebagian ulama yang sangat rasional menolak pendapat bahwa jembatan “sirathal” adalah “jembatan” yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
     Akidah Islam harus berdasarkan dalil Al-Quran dan hadis Nabi yang pasti, sedangkan penafsiran tentang adanya jembatan “sirathal” bukan termasuk masalah akidah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

294. AKHIRAT 2

MEMAHAMI  KEHIDUPAN AKHIRAT
(Seri ke-2)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

        Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Kehidupan Akhirat Menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Pengadilan dalam hari akhirat menggunakan “timbangan” yang sangat adil  sehingga tidak ada pihak yang teraniaya sedikit pun.
     Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 47.

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ

      “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, sehingga tidak ada orang yang dirugikan sedikit pun, dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pasti Kami mendatangkan (pahala) nya, dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan”.
     Apakah timbangan itu sesuatu yang bersifat material atau hanya kiasan tentang keadilan mutlak, tidaklah banyak pengaruhnya dalam akidah, selama diyakini bahwa ketika itu tidak ada lagi penganiayaan sedikit pun.
    Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 8-9.
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
  
   “Timbangan pada hari itu adalah kebenaran (keadilan), maka siapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka orang-orang yang beruntung, dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami”.
      Al-Quran surah Al-Haqqah, surah ke-69 ayat 19-31.

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ  إِنِّي ظَنَنْتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ
فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ   قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ
وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْ ۜ
هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ خُذُوهُ فَغُلُّوهُ ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ.

     “Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini)”. Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku, maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai, dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan), “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lampau”.
     “Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata, “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku.  Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, hartaku sekali-kali tidak memberikan manfaat kepadaku, telah hilang kekuasaanku dariku”. (Allah berfirman), “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya, Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala”.
      Al-Quran surah As-Shaffat, surah ke-37 ayat 22-23 yang menjelaskan bahwa dalam perjalanan menuju surga atau neraka, maka manusia melalui jalan yang disebut “sirathal”.

۞ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْجَحِيمِ.

     “(Kepada malaikat diperintahkan), “Kumpulkan orang-orang yang zalim dan  teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka  jalan “sirathal” ke neraka”.
      Al-Quran surah Ya Sin, surah ke-36 ayat 66.
وَلَوْ نَشَاءُ لَطَمَسْنَا عَلَىٰ أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّىٰ يُبْصِرُونَ
.
      “Dan jikalau Kami menghendaki pastilah Kami menghapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan, maka betapakah mereka dapat melihat (nya)”.
      Al-Quran surah Maryam, surah ke-19 ayat 71-72.
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا
      “Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kepastian yang sudah ditetapkan. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”.
      Berdasarkan ayat Al-Quran di atas, maka sebagian ulama berpendapat bahwa terdapat jalan yang dinamakan “shirathal”, yaitu berupa “jembatan” yang harus dilalui oleh setiap orang yang akan menuju surga.
     Di bawah jalan berupa “jembatan” itu terdapat neraka dengan segala tingkatannya,  maka orang-orang mukmin akan melewatinya dengan kecepatan dan cara sesuai dengan kualitas ketakwaan mereka.
     Ada orang yang melewati jembatan “sirathal” bagaikan kilat, atau seperti angin berhembus, atau secepat lajunya kuda, dan ada yang merangkak, tetapi akhirnya sampai juga  di surga.
    Sedangkan orang-orang kafir akan melewati jembatan “sirathal” dan menelusurinya,   tetapi mereka berjatuhan ke dalam neraka yang sesuai dengan tingkat kedurhakaan mereka.
      Kata “sirath” berasal dari kata “saratha” yang arti harfiahnya adalah “menelan”, kata “sirath” bisa diartikan “jalan yang lebar”, karena lebarnya maka seolah-olah jalan itu menelan setiap orang yang berjalan melewatinya.
      Terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa jembatan “sirathal” adalah jembatan yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
       Sebagian ulama yang sangat rasional menolak pendapat bahwa jembatan “sirathal” adalah “jembatan” yang lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh dan lebih tajam dibandingkan dengan  pedang.
     Akidah Islam harus berdasarkan dalil Al-Quran dan hadis Nabi yang pasti, sedangkan penafsiran tentang adanya jembatan “sirathal” bukan termasuk masalah akidah.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.