TSA’LABAH,
PENDOSA YANG BERTOBAT.
NABI
MENGURUS JENAZAHNYA.
Oleh:
Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala
SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

Tsa’labah bin Abdurrahman, seorang
sahabat Nabi. Sekaligus pelayan Nabi. Pada suatu hari. Dia berjalan di depan sebuah
rumah. Milik seorang wanita Ansar. Pintu rumah terbuka. Tsa’labah memandang ke
dalamnya.
Wanita Ansar sedang mandi. Tsa’labah
terpesona beberapa saat. Melihat pemandangan tersebut. Beberapa waktu kemudian.
Dia tersadar. Dia amat takut dan malu. Kalau Nabi mengetahui perbuatannya.
Apalagi jika turun wahyu. Yang
menjelaskan perbuatan maksiatnya. Tsa’labah segera berlari menjauh. Bersembunyi di
pegunungan. Di antara Mekah dan Madinah. Ada yang meriwayatkan. Tsa’labah
terjerumus perzinaan.
Nabi merasa kehilangan sahabatnya. Nabi
mencari-cari pelayannya. Menanyakan kepada para sahabatnya. Tetapi, tak ada
seorang pun yang mengetahui. Tsa’labah menghilang secara “misterius”.
Waktu berjalan 40 hari. Nabi mendapatkan
wahyu. Malaikat Jibril memberi tahu
Nabi. Tsa’labah bersembunyi di pegunungan. Terletak di antara Mekah dan
Madinah. Nabi mengutus Umar bin Khattab dan Salman Al-Farisi untuk mencarinya. Membawa
Tsa’labah pulang ke Madinah.
Kedua sahabat mencari Tsa’labah. Keberadaan
Tsa’labah sulit ditemukan. Pada malam hari. Mereka bertemu seorang pengembala.
Yang bernama Dzufafa. Umar bin Khattab bertanya kepadanya. Dzufafa berkata,”Mungkin
yang kalian maksudkan, seorang pemuda
yang melarikan diri dari neraka Jahanam?”
“Bagaimana kau tahu, dia lari dari neraka Jahanam?”
tanya Umar bin Khattab. “Pada tengah malam. Dia keluar dari kelompok kami. Dia
naik ke atas bukit. Dia menangis tersedu-sedu. Sambil meletakkan tangan di atas
kepalanya,” jawab Dzufafah.
Dia menangis histeris,”Ya Allah, ampunilah
dosaku. Ya Allah. janganlah Engkau menelanjangiku di pengadilan akhirat nanti.”
“Ya, benar. Orang itu yang kami cari” kata Umar dan Salman serentak.
Dzufafa mengantar kedua sahabat. Menuju
tempat Tsa’labah berada. Ketika bertemu Tsa’labah mereka menyampaikan salam
Nabi. Dan menjelaskan tugas yang diberikan kepada mereka.
Tsa’labah berkata,” Apakah Nabi mengetahui
dosaku?” “Aku tak tahu,”kata Umar bin Khattab. Tetapi, Nabi menyebut namamu
dengan suara lirih. Kemudian mengutus kami dengan sembunyi. Untuk menjemputmu.”
Tsa’labah berkata,”Wahai Umar, pertemukan
aku dengan Nabi. Ketika Nabi sedang salat. Atau Bilal sedang ikamah.” Umar
menjawab,”Baiklah.” Mereka bertiga kembali ke Madinah.
Mereka langsung menuju masjid. Ketika Nabi
sedang salat. Begitu mendengar suara
Nabi, Tsa’labah pingsan. Tsa’labah amat rindu mendengarkan suara Nabi. Dia sangat
kangen berjumpa dengan Nabi. Tetapi, juga merasa ketakutan. Akan dimarahi Nabi.
Karena perbuatan dosanya.
Konflik perasaan begitu mendalam. Mencapai
puncaknya. Ketika mendengar suara Nabi. Tsa’labah jatuh pingsan. Nabi menutup
salatnya. Dengan mengucap salam. Nabi melihat Umar bin Khattab dan Salman
Al-Farisi.
Nabi diajak menjumpai Tsa’labah. Yang
sedang pingsan. Nabi mengangkat
kepalanya. Di taruh di pangkuan beliau. Nabi berusaha menyadarkannya.
Begitu tersadar. Nabi bersabda,”Wahai Tsa’labah, apa yang membuatmu lari
dariku?” “Dosaku. Ya, Rasulullah,” kata Tsa’labah.
Nabi bersabda,”Maukah kamu kuajarkan
suatu bacaan. Yang bisa menghapus dosa dan kesalahan.” Tsa’labah mengiyakan. Nabi
bersabda,”Ucapkan: Allahumma rabbana atina fiddunya hasanah, wafil ahirati
hasanah, waqina adabannar.” Ya Allah.
Bahagiakan hidup kami di dunia dan di akhirat. Jauhkan kami dari siksa api
neraka.
Tsa’labah berkata,”Ya Rasulullah. Dosaku
lebih besar daripada itu.” Nabi bersabda,” Tetapi, ampunan Allah lebih besar.”
Tsa’labah diam saja. Dia merasa dosanya
amat besar. Nabi menyuruh Tsa’labah pulang.
Tsa’labah jatuh sakit. Selama tiga hari
dia berbaring. Di tempat tidurnya. Salman Al-Farisi melaporkan kesadaan
Tsalabah kepada Nabi. Nabi mengunjunginya. Kepala Tsa’labah ditaruh di pangkuan
beliau.
Tsa’labah menarik kepalanya. Nabi
bersabda,”Mengapa kamu menarik kepalamu dari pangkuanku. Ya, Tsa’labah?”
“Karena saya penuh dosa. Ya,
Rasul,”jawab Tsa’labah. Nabi bersabda,” Apakah yang kamu rasakan?” “Saya merasakan
banyak semut merayap di sekujur kulit dan tulangku. Ya Nabi,” kata Tsa’labah.
Nabi bersabda,”Apakah yang kamu inginkan?”
Ampunan Allah,” jawab Tsa’labah. Nabi memberikan pengajaran tentang hakikat dosa
dan tobat. Tentang keluasan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun. Manusia dilarang
berputus asa dari ramat Allah.
Tsa’labah amat menyesal. Dia merasa telah
berbuat dosa. Air matanya bercucuran. Wajahnya menampakkan penyesalan mendalam.
Mendadak, dia teringat dosanya. Dia berteriak penuh ketakutan. Dia meninggal
dunia.
Nabi mengajak beberapa sahabat mengurus
jenazahnya. Nabi ikut memandikan dan mengafaninya. Ikut menyalati memikul jenazahnya.
Nabi berjalan sambil berjinjit. Berjalan dengan ujung jari kaki saja yang berjejak.
Sahabat
bertanya,” Wahai Nabi, saya melihat engkau berjalan berjinjit. Apakah yang terjadi?”
Nabi bersabda,”Aku hampir tak bisa meletakkan
kakiku di tanah. Karena banyaknya malaikat yang ikut mengiringi jenazahnya.”
Daftar Pustaka
1. Syaikh
Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta.
2006.
2. Ghani,
Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani,
Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
4. Kisah
Para Sahabat.
0 comments:
Post a Comment