Saturday, July 1, 2017

118. TSALABAH

TSA’LABAH, PENDOSA YANG BERTOBAT.
NABI MENGURUS JENAZAHNYA.
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.
Kepala SMP Negeri 1 Balongbendo, Sidoarjo

       Tsa’labah bin Abdurrahman, seorang sahabat Nabi. Sekaligus pelayan Nabi. Pada suatu hari. Dia berjalan di depan sebuah rumah. Milik seorang wanita Ansar. Pintu rumah terbuka. Tsa’labah memandang ke dalamnya.
      Wanita Ansar sedang mandi. Tsa’labah terpesona beberapa saat. Melihat pemandangan tersebut. Beberapa waktu kemudian. Dia tersadar. Dia amat takut dan malu. Kalau Nabi mengetahui perbuatannya.
      Apalagi jika turun wahyu. Yang menjelaskan perbuatan maksiatnya. Tsa’labah  segera berlari menjauh. Bersembunyi di pegunungan. Di antara Mekah dan Madinah. Ada yang meriwayatkan. Tsa’labah terjerumus perzinaan.
      Nabi merasa kehilangan sahabatnya. Nabi mencari-cari pelayannya. Menanyakan kepada para sahabatnya. Tetapi, tak ada seorang pun yang mengetahui. Tsa’labah menghilang secara “misterius”.
      Waktu berjalan 40 hari. Nabi mendapatkan wahyu. Malaikat Jibril memberi tahu  Nabi. Tsa’labah bersembunyi di pegunungan. Terletak di antara Mekah dan Madinah. Nabi mengutus Umar bin Khattab dan Salman Al-Farisi untuk mencarinya. Membawa Tsa’labah pulang ke Madinah.
      Kedua sahabat mencari Tsa’labah. Keberadaan Tsa’labah sulit ditemukan. Pada malam hari. Mereka bertemu seorang pengembala. Yang bernama Dzufafa. Umar bin Khattab bertanya kepadanya. Dzufafa berkata,”Mungkin yang kalian maksudkan,  seorang pemuda yang melarikan diri dari neraka Jahanam?”
     “Bagaimana kau tahu, dia lari dari neraka Jahanam?” tanya Umar bin Khattab. “Pada tengah malam. Dia keluar dari kelompok kami. Dia naik ke atas bukit. Dia menangis tersedu-sedu. Sambil meletakkan tangan di atas kepalanya,” jawab Dzufafah.
     Dia menangis histeris,”Ya Allah, ampunilah dosaku. Ya Allah. janganlah Engkau menelanjangiku di pengadilan akhirat nanti.” “Ya, benar. Orang itu yang kami cari” kata Umar dan Salman serentak. 
      Dzufafa mengantar kedua sahabat. Menuju tempat Tsa’labah berada. Ketika bertemu Tsa’labah mereka menyampaikan salam Nabi. Dan menjelaskan tugas yang diberikan kepada mereka.
     Tsa’labah berkata,” Apakah Nabi mengetahui dosaku?” “Aku tak tahu,”kata Umar bin Khattab. Tetapi, Nabi menyebut namamu dengan suara lirih. Kemudian mengutus kami dengan sembunyi. Untuk menjemputmu.”
      Tsa’labah berkata,”Wahai Umar, pertemukan aku dengan Nabi. Ketika Nabi sedang salat. Atau Bilal sedang ikamah.” Umar menjawab,”Baiklah.” Mereka bertiga kembali ke Madinah.
    Mereka langsung menuju masjid. Ketika Nabi sedang salat.  Begitu mendengar suara Nabi, Tsa’labah pingsan. Tsa’labah amat rindu mendengarkan suara Nabi. Dia sangat kangen berjumpa dengan Nabi. Tetapi, juga merasa ketakutan. Akan dimarahi Nabi. Karena perbuatan dosanya.
     Konflik perasaan begitu mendalam. Mencapai puncaknya. Ketika mendengar suara Nabi. Tsa’labah jatuh pingsan. Nabi menutup salatnya. Dengan mengucap salam. Nabi melihat Umar bin Khattab dan Salman Al-Farisi.
      Nabi diajak menjumpai Tsa’labah. Yang sedang pingsan. Nabi mengangkat   kepalanya. Di taruh di pangkuan beliau. Nabi berusaha menyadarkannya. Begitu tersadar. Nabi bersabda,”Wahai Tsa’labah, apa yang membuatmu lari dariku?” “Dosaku. Ya, Rasulullah,” kata Tsa’labah.
      Nabi bersabda,”Maukah kamu kuajarkan suatu bacaan. Yang bisa menghapus dosa dan kesalahan.” Tsa’labah mengiyakan. Nabi bersabda,”Ucapkan: Allahumma rabbana atina fiddunya hasanah, wafil ahirati hasanah, waqina adabannar.”  Ya Allah. Bahagiakan hidup kami di dunia dan di akhirat. Jauhkan kami dari siksa api neraka.
    Tsa’labah berkata,”Ya Rasulullah. Dosaku lebih besar daripada itu.” Nabi bersabda,” Tetapi, ampunan Allah lebih besar.” Tsa’labah diam saja. Dia  merasa dosanya amat besar. Nabi menyuruh Tsa’labah pulang.
     Tsa’labah jatuh sakit. Selama tiga hari dia berbaring. Di tempat tidurnya. Salman Al-Farisi melaporkan kesadaan Tsalabah kepada Nabi. Nabi mengunjunginya. Kepala Tsa’labah ditaruh di pangkuan beliau.
     Tsa’labah menarik kepalanya. Nabi bersabda,”Mengapa kamu menarik kepalamu dari pangkuanku. Ya, Tsa’labah?” “Karena  saya penuh dosa. Ya, Rasul,”jawab Tsa’labah. Nabi bersabda,” Apakah yang kamu rasakan?” “Saya merasakan banyak semut merayap di sekujur kulit dan tulangku. Ya Nabi,” kata Tsa’labah.
      Nabi bersabda,”Apakah yang kamu inginkan?” Ampunan Allah,” jawab Tsa’labah. Nabi memberikan pengajaran tentang hakikat dosa dan tobat. Tentang keluasan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun. Manusia dilarang berputus asa dari ramat Allah.
     Tsa’labah amat menyesal. Dia merasa telah berbuat dosa. Air matanya bercucuran. Wajahnya menampakkan penyesalan mendalam. Mendadak, dia teringat dosanya. Dia berteriak penuh ketakutan. Dia meninggal dunia.
     Nabi mengajak beberapa sahabat mengurus jenazahnya. Nabi ikut memandikan dan mengafaninya. Ikut menyalati memikul jenazahnya. Nabi berjalan sambil berjinjit. Berjalan dengan ujung jari kaki saja yang berjejak.
      Sahabat bertanya,” Wahai Nabi, saya melihat engkau berjalan berjinjit. Apakah yang terjadi?” Nabi bersabda,”Aku hampir tak  bisa meletakkan kakiku di tanah. Karena banyaknya malaikat yang ikut mengiringi jenazahnya.”
 Daftar Pustaka
1.    Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2.    Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3.    Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004   
4.    Kisah Para Sahabat.
     






Related Posts:

0 comments:

Post a Comment