ALAT
CORONA MASJID SALMAN
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

1. Ventilator
Salman, 05 April 2020
2. Oleh :
Dahlan Iskan
3. Dosen
ITB ini tidak terkena Covid-19, tapi mengisolasi diri di Masjid Salman, ITB,
Bandung.
4. Di
situ sang dosen merenung: bagaimana bisa membantu penderita Covid-19.
5. Sesuai
dengan keahliannya.
6. Maka
terciptalah ventilator made in Indonesia.
7. Namanya:
Vent-I.
8. Inilah
alat kesehatan yang sangat diperlukan saat ini --di samping alat pelindung diri
(APD).
9. Presiden
Donald Trump bertengkar dengan para gubernur di Amerika.
10. Ya
gara-gara semua rumah sakit kekurangan ventilator.
11. Akhirnya
Trump menggunakan UU pertahanan: minta pabrik mobil Ford, GM, dan pabrik turbin
GE memproduksi ventilator.
12. Itu
pun sulit sekali.
13. Jumlah
yang meninggal akibat Covid-19 di Amerika terus membumbung.
14. Sampai
kontainer berpendingin dijajar di halaman rumah sakit di New York: dijadikan
kamar mayat tambahan.
15. Itu
pula yang dibayangkan Dr. Ir. Syarif Hidayat --dosen ITB yang lagi lockdown di
Masjid Salman itu.
16. ”Sudah
dua minggu ini saya tidak pulang.
17. Siang
malam mengerjakan rancangan ventilator ini,” katanya.
18. Saya
ternyata pernah beberapa kali bertemu Dr. Syarif Hidayat.
19. Dulu.
Saat beberapa kali ke ITB --untuk memberikan kuliah umum.
20. Ventilator
penemuan Syarif ini sudah mendekati babak final.
21. Kemarin
tim dari Kementerian Kesehatan sudah datang ke Masjid Salman.
22. Untuk
menguji ventilator pertama made in Indonesia itu.
23. Alat
tersebut dikalibrasi. Diuji. Dites.
24. ”Mudah-mudahan
beberapa hari lagi izin dari Kementerian Kesehatan keluar,” ujar Syarif.
25. Syarif
sangat optimistis.
26. Ia sudah konsultasi dengan tim dari Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.
27. Unpad
sudah memberikan rekomendasi.
28. Alat
tersebut bisa dipakai. Bisa berfungsi.
29. Dengan
rekomendasi FK Unpad itulah Syarif maju ke Kementerian Kesehatan.
30. Lewat
tengah malam, ketika ide ventilator itu lahir, Syarif perlu uang untuk membuat
modelnya.
31. Tapi
ia tidak mau jauh-jauh mencari dana.
32. Itu
terlalu lama dan rumit.
33. Ia
minta saja uang ke pengurus Masjid Salman.
34. Menggunakan
dana masjid.
35. Itu
tidak sulit.
36. Syarif
sendiri pernah menjadi ketua takmir Masjid Salman.
37. Bahkan
2 periode.
38. Ia
tahu uang yang ia minta itu masih dalam kemampuan masjid.
39. Dan ia
optimistis karyanya itu tidak akan sia-sia.
40. Saya
percaya itu.
41. Saya
pun langsung memesan 50 buah.
42. Agar
proyek Syarif ini cepat berkembang.
43. Saya
tahu ventilator Syarif ini --ia memberi nama Vent-I, singkatan dari Ventilator
Portable Indonesia-- bukan yang sangat wah.
44. Wujud
fisiknya tidak akan secantik ventilator bikinan luar negeri.
45. Yang
sudah kompak itu.
46. Tapi
saya setuju: yang terpenting adalah fungsinya.
47. Syarif
sendiri tidak mau memberikan harapan yang berlebihan.
48. ”Vent-I ini khusus untuk pasien yang di luar
ICU,” katanya.
49. Justru
itu yang penting.
50. Terutama
dalam keadaan wabah seperti ini.
51. Sedapat
mungkin pasien dicegat dulu di ruang perawatan.
52. Jangan
sampai banyak yang masuk ICU.
53. Tidak
akan ada ICU yang mampu menampung.
54. Tanpa
bantuan ventilator, oksigen yang masuk tubuh sangat minim.
55. Akhirnya
fungsi bagian-bagian tubuh yang lain terganggu.
56. Ujung-ujungnya
pasien menjadi gawat --harus masuk ICU.
57. Padahal,
saat ini, umumnya rumah sakit hanya punya 2 ventilator.
58. Maksimum
3 buah --khusus di rumah sakit besar.
59. Itu
pun hanya ada di ICU.
60. Praktis
tidak ada rumah sakit yang punya ventilator di luar ICU.
61. Itu
lantaran harga ventilator memang mahal.
62. Bisa
mencapai Rp 300 juta/unit.
63. Memang
sudah ada ventilator portable.
64. Bikinan
Tiongkok. Yang harganya bisa Rp 25 juta/unit.
65. Tapi,
kini, tidak ada barangnya.
66. Jadi
rebutan sedunia.
67. New
York saja, satu kota, memerlukan 70.000 ventilator saat ini.
68. Trump
tidak percaya. Dikira satu rumah sakit hanya perlu 2 atau 3 ventilator.
69. Kelangkaan
itu pula yang membuat rumah sakit mulai bikin skenario darurat: pasien yang
sudah tidak ada harapan jangan diberi ventilator.
70. Atau
ventilator yang sudah terpasang pun dicabut saja.
71. Kalau
pasien yang sudah lama dipasangi ventilator itu tidak mendapat kemajuan.
72. Itulah
yang dibayangkan Syarif: jangan sampai terjadi.
73. Kelangkaan
ventilator harus diatasi.
74. ”Kalau
perlu ventilator ini bisa dipakai Indonesia untuk meningkatkan diplomasi,” kata
Syarif.
75. Ia
yakin Indonesia bisa ekspor Vent-I besar-besaran.
76. Untuk
itu Syarif membuka diri: silakan saja.
77. Siapa
pun yang punya kemampuan bisa memproduksi Vent-I.
78. Syarif
memperkirakan pabrik elektronik seperti Polytron dan pabrik mesin seperti Pura
Barutama mampu mengerjakannya.
79. Demikian
juga BUMN seperti PT Dirgantara Indonesia dan PT Len Bandung.
80. Syarif
siap menyerahkan gambar desain yang siap produksi.
81. Syarif
sudah memikirkan rantai pasoknya.
82. Ia sudah menghindarkan diri dari sistem pasok
alat kesehatan.
83. Agar
komponen Vent-I itu mudah didapat di pasar bebas.
84. ”Kalau
menggunakan komponen alat-alat kesehatan tidak mungkin lagi.
85. Sudah
langka di seluruh dunia,” katanya.
86. Misalnya
saja pompa.
87. Syarif
memakai pompa air yang ada di pasar.
88. Demikian
juga selang.
89. Syarif menggunakan selang mesin cuci baju itu.
90. Biaya
total satu unit Vent-I ini bisa ditekan menjadi sekitar Rp 12,5 juta.
91. Sangat
hemat untuk negara miskin.
92. Tentu
Syarif masih menunggu izin edar dari Kemenkes.
93. Beberapa
hari lagi.
94. Tim
Kemenkes sendiri sudah sangat proaktif. Mereka yang sudah datang ke Bandung.
95. Teman-teman
Syarif di ITB tidak heran atas penemuannya kali ini.
96. Syarif
dikenal sebagai dosen yang sering menemukan teknologi baru.
97. Ventilator
ini, kata seorang temannya, segini bagi Syarif --sambil teman itu menjentikkan
jari kelingkingnya.
98. Syarif
pernah menemukan teknologi kapal.
99. Khusus
untuk memasang kabel bawah laut. Kabel listrik maupun kabel optik.
100. Sebutkan
di mana ada kabel bawah laut --di situ pasti ada nama Syarif Hidayat.
101. Ia itu
Si Doel Anak Betawi dalam versi yang cerdas dan kreatif. Ia lahir di Jakarta.
102. Hanya
SMA-nya di SMAN3 Bandung.
103. Lalu
masuk tehnik elektro (arus kuat) ITB.
104. Gelar
masternya juga diraih di ITB.
105. Sedang
gelar doktor ia peroleh dari Tokyo University, Jepang.
106. Waktu
saya telepon kemarin, Syarif masih terus di lokasi lockdown-nya.
107. Salat
malamnya pun dilakukan di bengkel daruratnya itu, di Masjid Salman itu.
108. Nikmat
apa lagi yang masih akan kita dustakan dari Masjid Salman ini.
(Sumber: internet Dahlan Iskan)
0 comments:
Post a Comment