AIR BERNAJIS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang air yang bernajis?”
Ustad Sulaiman Rasjid menjelaskannya.
1. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 222 menjelaskan bahwa Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا
النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا
تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah,”Haid itu adalah
kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu
haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka
telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang
yang menyucikan diri.
2. Macam-macam pembagian air.
a. Pertama, air yang suci dan menyucikan. Yaitu
air yang boleh diminum serta sah digunakan untuk membersihkan dan menyucikan
benda yang lain.
b. Kedua, air yang suci tetapi tidak
menyucikan. Yaitu air yang zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk
menyucikan sesuatu.
c. Ketiga air yang terkena najis. Yaitu air
yang tidak boleh dipakai lagi, karena hukumnya najis.
d. Keempat, air yang makruh yaitu air dalam
bejana yang terkena sinar panas matahari, selain dalam bejana emas dan
perak. Air tersebut makruh jika dipakai
untuk menyucikan anggota tubuh, tetapi tidak makruh untuk menyucikan pakaian.
3. Kata “najis” (menurut KBBI V) dapat
diartikan “kotor yang menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah
kepada Allah, seperti terkena jilatan anjing”, “kotoran (tinja, air kencing)”,
atau “jijik”.
4. Air yang bernajis adalah air yang terkena
najis, sehingga air itu tidak sah dipakai untuk bersuci karena hukumnya najis.
5. Air yang bernajis terdapat dua model.
a. Pertama, air yang sudah berubah salah
satu sifatnya karena terkena najis, yaitu rasanya, warnanya, atau baunya telah
berubah karena terkena najis, maka air seperti ini yang volumenya sedikit
maupun banyak tidak boleh dipakai lagi, karena hukumnya najis.
b. Kedua, air yang bernajis tetapi salah
satu sifatnya tidak berubah, yaitu rasanya, warnanya, dan baunya tidak berubah.
Air yang seperti ini jika volumenya sedikit, artinya kurang dari dua “kulah”,
maka tidak boleh dipakai lagi, karena hukumnya sama dengan najis.
6. Air yang bernajis tetapi salah satu
sifatnya tidak berubah yang volumenya berjumlah banyak, artinya volumenya
berjumlah lebih dari dua kulah, maka hukum air itu tetap suci dan menyucikan.
7. Rasulullah bersabda,”Air itu tidak dapat
dinajisi sesuatu, kecuali telah berubah rasa, warna, dan baunya.”
8. Artinya jika air itu tidak berubah rasa,
warna, dan baunya maka air tersebut tetap suci.
9. Rasulullah bersabda,”Jika air cukup dua
kulah, maka air tersebut tidak dapat dinajisi oleh sesuatu pun.”
10. Artinya jika terdapat volume air yang
berjumlah dua kulah atau lebih, maka air tersebut tetap suci.
11. Kulah adalah ukuran panjang, lebar, dan
tingginya 1,25 hasta.
12. Hasta adalah satuan ukuran sepanjang
lengan bawah, sama dengan seperempat depa (dari siku sampai ke ujung jari
tengah).
Daftar Pustaka.
1. Rasjid, Sulaiman. Fikih Islam (Hukum
Fikih Lengkap). Penerbit Sinar Baru
Algensindo, cetakan ke-80, Bandung, 2017.
2. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
3. Tafsirq.com online




0 comments:
Post a Comment