HAKIKAT QATH’I DAN ZHANNY
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan pendapat para ulama tentang hakikat
Qath’i dan Zhanny?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1. Ayat “qath’i” adaah ayat yang bersifat “pasti”.
2. Ayat “zhanny” adalah ayat yang bersifat
“tidak pasti”.
3. Ayat “qathi dalalah” adalah ayat yang
“pasti sumbernya” dan “pasti kandungan maknanya”.
4. Proses yang dilalui sehingga suatu ayat Al-Quran
dapat dinilai sebagai “qath’i dalalah” adalah “ayat yang menunjuk kepada makna
tertentu yang harus dipahami dari teksnya, tidak mengandung kemungkinan takwil,
dan tidak ada tempat (peluang) untuk memahami maknanya, selain makna tersebut
dari teks tersebut”.
5. Sebagian ulama mendefinisikan “qath’i dalalah”
adalah “sesuatu yang menunjuk kepada hukum dan tidak mengandung kemungkinan atau
makna selainnya.”
6. Ulama yang lain mendefinisikan “qath’i dalalah”
adalah “tidak adanya kemungkinan untuk memahami dari suatu lafal, kecuali
maknanya yang dasar itu.”
7. Para ulama berkata,”Sangat jarang ada
sesuatu yang pasti dalam dalil syara, jika berdiri sendiri, karena apabila
dalil syara’ tersebut bersifat ahad, maka jelas tidak dapat memberikan
kepastian”.
8. Karena “ahad” sifatnya “zhanny” (tidak
pasti), sedangkan apabila dalil tersebut bersifat mutawatir lafalnya, maka
untuk menarik makna yang pasti dibutuhkan “premis” (muqaddimat) yang tentunya
harus bersifat “qathi” (pasti).
9. Dalam hal ini, premis tersebut harus
bersifat mutawatir, yang tidak mudah ditemukan, karena kenyataan membuktikan
bahwa premis-premis tersebut semuanya atau sebagian besarnya bersifat ahad yang
artinya “zhanny” (tidak pasti).
10. Sesuatu yang bersandar kepada “zhanny” (tidak
pasti), tentu akan menghasilkan sesuatu yang “zhanny” (tidak pasti) pula.
11. Para ulama menjelaskan bahwa yang
dimaksud “muqaddimat” atau “premis-premis” adalah berikut ini.
1) Riwayat kebahasaan.
2) Riwayat yang berkaitan dengan gramatika (nahwu).
3) Riwayat yang berkaitan dengan perubahan
kata (sharaf).
4) Redaksi yang dimaksud bukan kata “bertimbal’
(ambigu/musytarak).
5) Redaksi yang dimaksud bukan kata “metaforis”
(majaz).
6) Tidak mengandung peralihan makna.
7) Sisipan (idhmar).
8) Pendahuluan dan pengakhiran (taqdim wa
ta’khir).
9) Pembatalan hukum (nasikh).
10) Tidak mengandung penolakan yang logis.
12. Mulai ke-1 sampai ke-3 semuanya bersifat “zhanny”
(tidak pasti), karena riwayat yang menyangkut hal-hal tersebut kesemuanya “ahad’.
13. Mulai ke-4 sampai ke-10 hanya dapat diketahui
melalui “al-istiqra' al-tam” (metode induktif yang sempurna) dan hal ini
mustahil.
14. Yang dapat dilakukan hanya “al-istiqra’ naqish”
(metode induktif yang tidak sempurna) dan ini tidak menghasilkan kepastian.
15. Dengan kata lain, yang dihasilkan adalah
sesuatu yang bersifat “zhanny” (tidak pasti).
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan
Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment