Wednesday, July 24, 2019

2748. AYAT YANG QATH'I


AYAT YANG QATH’I DALAM AL-QURAN
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.
          Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pendapat para ulama tentang ayat-ayat yang qath’i dalam Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1.     Ayat “qath’i” adalah ayat yang artinya bersifat “pasti”, sedangkan ayat “zhanny” adalah ayat yang artinya bersifat “tidak pasti”.
2.    Sebagian ulama berkesimpulan bahwa apabila ayat Al-Quran ditinjau terpisah secara berdiri sendiri, maka tidak ada yang ayat “qath’i” (pasti) dalam Al-Quran, tetapi “kepastian makna” (qath’iyyah al-dalalah) suatu nash muncul dari sekumpulan dalil “zhanny” (tidak pasti) yang semuanya mengandung “kemungkinan makna yang sama”.
3.    Terhimpunnya makna yang sama dari dalil-dalil yang beraneka ragam itu memberikan kekuatan tersendiri, yang berbeda dari keadaan masing masing dalil tersebut ketika terpisah dan berdiri sendiri.
4.    Kekuatan himpunan tersebut menjadikan ayat tersebut tidak bersifat “zhanny” (tidak pasti) lagi, ayat tersebut meningkat menjadi semacam “mutawatir maknawi”, maka ayat itu disebut  “qath’i dalalah” (kepastian makna).
5.    Misalnya, nash ayat Al-Quran yang berbunyi “aqimu shalah” (dirikanlah salat), maka nash ini “zhanny” (tidak pasti) yang menunjuk bahwa salat adalah perintah wajib, meskipun redaksinya berbentuk perintah, karena banyak ayat Al-Quran yang menggunakan redaksi perintah, tetapi dinilai bukan sebagai perintah wajib.
6.    Kepastian tersebut datang dari pemahaman terhadap yang lain, meskipun dengan redaksi atau konteks berbeda, tetapi disepakati bahwa semuanya mengandung makna yang sama.
7.    Dalam contoh “aqimu shalah” (tegakkan salat), ditemukan banyak ayat Al-Quran atau hadis yang menjelaskannya.
1)    Pujian kepada orang yang melakukan salat.
2)    Celaan dan ancaman bagi orang yang meremehkan atau meninggalkan salat.
3)    Perintah kepada mukalaf untuk melaksanakan salat dalam keadaan apa pun sehat, sakit, damai, perang, berdiri, duduk, berbaring atau dengan isyarat.
4)    Diketahui secara turun-temurun sejak zaman Rasulullah, para sahabat, dan generasi sesudahnya, semuanya tidak pernah meninggalkan salat.
8.    Kumpulan nash yang memberikan makna tersebut, yang kemudian disepakati oleh umat, melahirkan pendapat bahwa penggalan ayat “aqimu shalah” secara “pasti” atau “qath’i” mengandung makna wajibnya salat.
9.    Disepakati bahwa tidak ada kemungkinan arti lain yang dapat ditarik darinya, sehingga sangat jelas bahwa salat adalah perintah wajib bagi setiap umat Islam.
10. Kewajiban melakukan salat yang ditarik dari “aqimu shalah” (tegakkan salat) menjadi aksioma (pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian).
11. Di sini berlaku “ma’lum min al-din bi al-dharurah” (sesuatu yang sudah sangat jelas dan aksiomatik dalam ajaran agama).
12.  Biasanya, para ulama “ushul fiqh” menunjuk kepada “ijmak” (kata sepakat dari para ulama mengenai suatu hal), kesesuaian pendapat untuk menetapkan sesuatu yang bersifat “qath’i” (pasti).
13. Jika menunjuk kepada nash atau “dalil naqli” secara berdiri sendiri, maka akan dapat terbuka peluang, bagi orang yang tidak mengetahui ijmak itu, untuk mengalihkan makna yang dimaksud dan telah disepakati itu ke makna yang lain.
14. Para ulama langsung menunjuk kepada “ijmak”, agar tidak timbul makna yang lain, karena suatu ayat Al-Quran atau hadis mutawatir dapat menjadi “qath'i” (pasti) dan “zhanny” (tidak pasti) pada saat yang sama.
15. Misalnya, firman Allah yang berbunyi “wa imsahu bi ru’usikuma” (dan basuhlah kepalamu) adalah:
1)    “Qath’i dalalah” (kepastian makna) menyangkut wajibnya “membasuh kepala” dalam berwudu.
2)    Tetapi menjadi “zhanny dalalah” (ketidakpastian makna) dalam hal “batas atau kadar” kepala yang harus dibasuh.
16. Ke-qath’i-an (kepastian) dan ke-zhanniy-an (ketidakpastian) tersebut disebabkan karena para ulama berijmak (bersepakat) menyatakan kewajiban membasuh kepala dalam berwudu berdasarkan berbagai argumentasi.
17. Para ulama berbeda pendapat tentang arti dan kedudukan “ba” pada lafal “bi ru’usikum”.
18. Dengan demikian, kedudukan ayat tersebut menjadi “qath’i bii’tibar wa zhanny bi I’tibar akhar” (dalam satu sisi bersifat “qathi”/pasti), tetapi pada sisi lain bersifat “zhanny”/tidak pasti.  
19. Artinya dalam  satu sisi menunjuk kepada makna yang pasti, tetapi pada sisi lain memberikan berbagai alternatif makna.
20. Dari sini jelas bahwa masalah “qath'iy” (pasti) dan “zhanniy” (tidak pasti) bermuara kepada sejumlah argumentasi yang maknanya disepakati oleh ulama (mujma' 'alayh), sehingga tidak mungkin lagi timbul makna yang lain darinya kecuali makna yang telah disepakati itu.
21. Dalam hal kesepakatan tersebut, kita perlu mencatat beberapa butir masalah.
1)    Meskipun para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan ijmak (kesepakatan)  sebagai dalil, tetapi agaknya tidak diragukan bahwa para pendahulu (salaf) yang hidup pada abad-abad pertama tentu mempunyai banyak alasan untuk sepakat menetapkan arti suatu ayat, sehingga pada akhirnya ia menjadi “qath'iy dalalah” (kepastian makna), sehingga mengabaikan persepakatan mereka dapat menimbulkan kebingungan dan kesimpangsiuran di kalangan umat.
2)    Harus disadari bahwa dalam banyak kitab sering ditemukan pernyataan ijmak (kesepakatan) menyangkut berbagai masalah, tetapi pada hakikatnya masalah tersebut tidak memiliki ciri ijmak.
3)    Umat Islam, termasuk sebagian ulamanya, sering beranggapan bahwa suatu masalah telah menjadi kesepakatan para ulama, padahal sesungguhnya hal tersebut baru kesepakatan antarulama mazhabnya, sehingga hal yang disepakati ke-qath'iy-annya (kepastiannya) haruslah diteliti dengan cermat.
22. Demikianlah beberapa pokok pikiran menyangkut masalah “qath'iy” (pasti).
23. Adapun persoalan “zhanniy” (tidak pasti), agaknya telah menjadi jelas dengan memahami istilah “qath'iy” (pasti) yang diuraikan di atas.

Daftar Pustaka
1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.    Tafsirq.com online.


Related Posts:

  • 782. BATASBATAS TANAH SUCI MEKAH Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang … Read More
  • 782. BATASBATAS TANAH SUCI MEKAH Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang … Read More
  • 782. BATASBATAS TANAH SUCI MEKAH Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang … Read More
  • 782. BATASBATAS TANAH SUCI MEKAH Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang … Read More
  • 782. BATASBATAS TANAH SUCI MEKAH Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang … Read More

0 comments:

Post a Comment