HUMOR
SONTOLOYO
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

1. ASAL
MUASAL SONTOLOYO
2. Ada
yang nanya, kok dipanggil sontoloyo sih boss, gimana cerita awalnya?.
3. Pertanyaan
menarik.
4. Menjadi
orang lahir dikelilingi saudara tetua pakde, paklik, eyang, mbah yang memiliki
panggilan khusus di desa Jawa Timur yang aslinya kampung halaman kedua orang
tua saya itu.
5. Saya
merasa berilmu (padahal yang berilmu pakde, mbak, eyang dll).
6. Itu ego
dan sombong saya tentang pelajaran agama.
7. Sebelum
akhirnya saya mengetahui ilmu agama saya super cetek alias payah sekali.
8. Panggilan
khusus seperti abah, ustad, kiai, gus pak yai adalah sebutan saudara sedarah
saya yang pastinya 1 atau 2 lapis lebih tua, sepuh ke atas.
9. Pada
jaman dulu, sebutan itu kehormatan besar.
10. Dicapainya
bukan waktu cepat.
11. Bukan
dengan mudah.
12. Harus
memakai pembuktian dan makan waktu lama, baru orang bisa dipanggil ustad, kiai,
buya dan lain sebagainya.
13. Jaman
sekarang, ustadz di TV adalah gelaran asal disebut dan ditempel tanpa sebuah
proses “earning”.
14. Dan
banyak gelar lainya, yang menyandang yang menempelkannya.
15. Bukan
sebutan karena masyarakat mendapat manfaat ilmu yang memanggilnya.
16. Disinilah
(urusan agama) asal kenakalan saya yang memberi saya sebutan si sontoloyo
wowiek itu sering diucapkan.
17. Nama
panggilan mencerminkan sisi negatif tentunya.
18. Kalau
dipikir, ya memang pantas saya menyandangnya.
19. Sejak
usia 9 tahun, kali pertama mungkin sontoloyo disematkan ke saya.
20. Bayangkan,
dalam sebuah kelas nyantri atau pengajian yang diajarkan kiai pini sepuh yang
terhormat.
21. Saya
bisa motong bicara mereka.
22. Itu
kebandelan saya.
23. Suatu
hari, "Nyuwon sewu pak yai. Kenapa kita sholat bacaannya nggak sama dengan
Rosulullah?,"
24. Pertanyaan
ini membuat kiai besar di daerah saya tersendak kaget.
25. Tapi
dia khan pak de saya juga.
26. Dia
bisa dengan nada bergetar karena menahan kesal wibawanya di tantang anak 9
tahun.
27. Dan bertanya
balik, "Apa buktinya bacaan sholat Rosulullah beda dengan kita?,"
28. Saya
jawab, "Iya. Waktu kita baca tahiyat akhir.
29. Kita
setelah baca shahadat kita baca sholawat.
30. Allohuma
sholi ala Muhammad wa ala ali Muhammad.
31. Nah,
nabi Muhamad baca apa?
32. Aluhuma
sholi ala ana?!!.
33. Kita
membaca : ya Allah berikan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad.
34. Nah
beliau baca apa?
35. Berikan
kesejahteran ke saya.
36. Khan
beda bacanya dengan kita?
37. Waduh,
pak kiai (pak de saya) petinggi NU itu dan di juluki salah satu kiai senior
tersebut murka dan berkata.
38. Kamu
dasar sontoloyo!
39. Sana
keluar wudhu sholat tobat sana.
40. Ya
saya ngeloyor keluar ruang dari acara sakral pengajian akbar.
41. Maaf,
saya hanya anak usia 9 tahun.
42. Apa
sih yang saya tahu, makanya saya tanya.
43. Beberapa
bulan berselang, ada haul nasional.
44. Menghormati
ulama besar pendiri NU, di daerah saya diadakannya.
45. Dalam
sebuah khotbah pak kiai cerita tentang sholat.
46. Dan
saya mengacungkan tangan lagi.
47. Saya
tanya, "Kok bacaan doa iftitah di awal tidak membaca persis seperti al
Quran.
48. Di Al
Quran bacaannya “wa ana awalul muslimin”, sementara bacaan sholat “ wa ana
minal muslimin”.
49. Kok
beda sama al Quran, kok boleh “improvisasi” ya.
50. dan...kembali
saya di usir sama pak yai.
51. Dia
paklik saya.
52. Kesel
mangkel dia.
53. "Kowe
emang sontoloyo,"
54. Selang
berapa waktu terlewati, kali ini saya sudah SMA.
55. Seorang
Kiai muda ceramah berapi-api ala Habib Rizieq.
56. Mucrat
semua liur ke depan mike rasanya.
57. Berhubung
pesantrennya punya mbah sendiri di kota ini, saya dapat duduk barisan depan.
58. Dia
menceritakan kehebatan Rasulullah membina kerukunan keluarga dengan istri.
59. Dia menegur
kesalahan istri sopan sekali.
60. Suatu
hari istri Rasululah (siti Aisyah) salah meletakkan gula di tehnya.
61. Dia
bukan menaruh gula tetapi menaruh garam.
62. Jadi
tehnya asin.
63. Rosulullah
meminum dan terasa asin.
64. Rasulullah
memanggil istrinya Aisyah dan memuji lalu memintanya meminumnya.
65. Aisyah
minum teh tersebut terasa asin kemudian minta maaf.
66. Peristiwa
itu tidak membuat malu sipapun, yang tahu hanya Rasulullah dan istrinya.
67. Sebuah
cerita bijak bukan?
68. Tapi
tidak buat saya.
69. Entah
saya yang memang sontoloyo beneran atau bagaimana.
70. Denger
cerita itu, saya mangkel.
71. Kecewa.
72. Saya
kesel.
73. Asli saya naik pitam!!
74. "Waduh!"
mengkelap darah saya naik ke ubun-ubun.
75. "Ini ustad geblek juga," kata saya
dalam hati.
76. Saya
hanya berusia 15 tahun waktu itu.
77. Saya
berdiri dan langsung ambil mike.
78. "Pak
ustad, Anda kalau ceramah yang bener dong kalau kasih contoh!!!,"
79. Semua
terdiam ketika saya bicara begitu.
80. Ustad merah
mukanya, mendengar saya langsung melabrak.
81. "Begini
ya," saya dengan belagunya bicara.
82. "Yang
namanya gula putih rafinasi itu bahannya dari tebu, baru ada di abad 17 atau
18, jaman revolusi industri.
83. Jaman
dulu jaman RAsulullah, adanya gula aren dari kelapa/korma, warnanya coklat.
Nggak putih.
84. Beda
sama garam, sejak dulu putih.
85. Jadi
istri Rasululah pasti nggak bakal salah.
86. Itu
cerita dari mana.
87. Hadis?
88. Hadis
apa?
89. Atau
kalau ngarang ya nggak usah bawa-bawa Rasulullah kenapa?,"
90. Kalimat
itu terakhir saya ucapkan karena banser NU keburu mengiring saya keluar
ruangan.
91. Ya
seperti biasa, si sontoloyo ini, yang hijau ilmu agamanya ini, di bawa keluar
ruangan lagi.
92. Dan
mbah-mbah saya, pini sepuh langsung ceramahin saya, saya di omeli abis-abisan.
93. Ya
beginilah pengalaman keagamaan saya.
94. Diomelin
mulu.
95. Salah
mulu.
96. Selang
waktu berjalan.
97. Masih
fresh graduate. lama di negeri orang.
98. Ada
undangan pertemuan para ahli agama.
99. Saya
hanya sebagai oberver.
100. Mewakili
keluarga.
101. Tema acara membahas tafsir al Quran agar bisa
mengikuti perkembangan jaman.
102. Ada
saham, forex, internet, narkoba dan banyak hal muncul karena perkembangan zaman
dan tafsir harus juga secanggih perkembangan jaman.
103. Waktu
itu ada otokritik dari Tuan Mahathir Muhamad PM Malaysia (masa itu)
mengingatkan dunia Islam, jangan pakai tafsir lama zaman Bani Abbas dari
kerajaan Abbasiyah 10 abad lalu di pakai secara buta.
104. Generasi
sekarang harus up date dan punya tafsir mengikuti kemajuan zaman.
105. Mengartikan
setiap hikmah kehidupan di zaman modern ini.
106. Makanya
ada symposium ini.
107. Pertemuan
waktu itu sangat terbuka, para doktor lulusan terbaik negeri 1000 menara Mesir,
Yaman, Saudi, para ikhwan, dari ikhawanul muslimin mesir, HT dan banyak doktor
doktor agama dan ulama senior dari organisasi Islam besar tanah air hadir.
108. Mantap
deh pertemuan nasional di Bandung kala itu.
109. Acara
4 hari fokus group diskusi itu diawali dengan metode diskusi di awalnya.
110. Ternyata
makan 3 jam, masih belum menemukan formatnya.
111. Entah
angin apa ketika nama saya mewakili organisasi pesantren di panggil untuk
memberikan pendapat.
112. Pak
kiai pakde saya kasih mike ke saya.
113. "Tuh.
Bicara." katanya..
114. Dengan
diawali kalimat sapaan standar, saya memulai bicara dan memberi usulan.
115. Saya
berkata, "Bapak ibu yang terhormat. Bagaimana kalau diskusi awal kita
tidak menggunakan referensi al Quran sebagai acuan, tetapi pakai akal sehat
saja dulu, pakai common sense?
116. Al
Quran itu terlalu mulia. Kita gunakan terakhir.
117. Jangan
apa-apa berdasarkan ayat ini.
118. Atau
berdasar perawi ini.
119. Atau
berdasar tafsir itu.
120. Wah
kita kelelahan karena berdebat nanti.
121. Kita
pakai akal sehat aja.
122. Karena
menghindari multi tafsir."
123. Wah,
kalimat saya langsung di debat keras.
124. Wah
ngak bisa!!!
125. Kita kan
lagi bicarakan al Quran dan lain komentar pedas-pedas lainnya.
126. Saya
ya cuek saya, toh saya lagi pegang mike.
127. Saya
lanjutkan begini, saya tanya. "Siapa yang percaya di ruangan ini Nabi
Muhammad adalah nabi terakhir."
128. Semua
diam dan semua angkat tangan tinggi-tinggi.
129. Kenapa?
saya bertanya.
130. Karena
di al-Quran ada mengatakan, “katamul nabiyin”, katam terakhir, nabi terakhir.
131. Jawab doktor
yang duduk di barisan depan.
132. Tuh kan
kita bawa ke Quran lagi?
133. Kata
saya..lalu saya lanjutkan , Ok saya tanya sekarang: Nabi Muhammad itu apa nabi
terakhir, apa KENABIAN berakhir?
134. Semua
terdiam.
135. Mereka
otaknya yang mulai cari data di al Quran.
136. Ngak
ada tuh data itu.
137. Saya
tanya lagi apakah kenabian berakhir?
138. Sebelum
ada yang menjawab, “Saya lanjutkan dengan pertanyaan: Siapa Presiden terakhir
di lndonesia?
139. Gus
Dur, (waktu itu beliau presiden)
140. Apakah
kepresidenan di lndonesia berakhir? Tidak kan.
141. "Sekali
lagi apakah kenabian berakhir?"
142. Maka
saya jawab sendiri, terserah Allah. Itu hak Allah, emang manusia yang atur?
143. Wah..ruangan
mendadak bubar, suara makian hujatan kesaya kembali menggelora. Ini edan ini
orang, dasar ngak ngerti agama.
144. Sontoloyo..turun
luh!!!
145. Saya
menatap pini sepuh NU di sisi pakde paklik saya..wajah mereka semua
sama..datar, sambil tangan tetap nge-wirid tasbih, dan semuanya berkata dengan
gerak wajah..lanjutkan kalau kamu berani bicara.
146. Saya
celingukan, kembali mike saya dekatkan ke bibir saya dan melanjutkan bicara,”Begini
bapak-bapak sekalian ...selamat berbuka puasa.”
(Sumber:
internet)
0 comments:
Post a Comment