Thursday, April 9, 2020

4106. UMAT PERTENGAHAN


UMAT PERTENGAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
1.    Kata “umat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “para penganut (pemeluk, pengikut) suatu agama”, “penganut nabi”, dan “makhluk manusia”.
2.    Kata “ummat” terambil dari kata “amma-yaummu”, yang artinya “menuju”, “menumpu”, dan “meneladani” .
3.    Dari akar kata “ummat” lahir antara lain kata “um” (ibu) dan “imam” (pemimpin).
4.    Keduanya (ibu dan pemimpin) menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapan anggota masyarakat.
5.    Ulma berbeda pendapat  jumlah anggota 1 umat:
1)    Sebagian berpendapat 1umat jumlahnya 100 orang.
2)    Sebagian lain berpendapat 1 umat 40 orang.
6.    Al-Quran dan hadis Nabi tidak membatasi pengertian umat hanya pada kelompok manusia, tetapi binatang termasuk umat.

7.    Al-Quran surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 38.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

     Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dihimpunkan.
8.    Rasulullah bersabda,“Semut adalah umat dan umat-umat Allah”.
9.    Rasulullah bersabda,“Seandainya anjing bukan umat dan umat-umat Allah, niscaya saya perintahkan untuk dibunuh”.
10. Al-Quran surah An- Nahl (surah ke-16) ayat 120.

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (umat) yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan).
11. Rasulullah bersabda,“Semua umatku masuk surga, kecuali yang tidak mau”.
12. Para sahabat bertanya, "Ya, Rasul, siapakah orang yang tidak mau masuk surga?”
13. Rasulullah bersabda, “Siapa pun yang patuh kepadaku, dia akan masuk surga dan yang durhaka adalah yang tidak mau taat kepadaku”.
14. Kata “umat” digunakan untuk manusia yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta untuk manusia durhaka dan kafir.

15. Al-Quran surah Al-Ra'd (surah ke-13) ayat 30.
كَذَٰلِكَ أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهَا أُمَمٌ لِتَتْلُوَ عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَٰنِ ۚ قُلْ هُوَ رَبِّي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ مَتَابِ

      Demikian, Kami telah mengutusmu pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu membacakan kepada mereka (Al-Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakan, “Dia Tuhanku tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertobat.

16. Dalam Al-Quran kata “umat” dalam bentuk tunggal ditemukan 52 kali.
17. Terdapat 9 arti kata “umat”, yaitu:
1)    “kelompok”.
2)    “agama (tauhid)”.
3)    “waktu yang panjang”.
4)    “kaum”,
5)    “pemimpin”.
6)    “generasi yang lalu”.
7)    “umat Islam”.
8)    “orang-orang kafir”.
9)    “manusia seluruhnya”.
18. Benang merahnya adalah “himpunan”.
19. Benang merah adalah sesuatu yang menghubungkan beberapa hal sehingga menjadi satu kesatuan.
20. Kata “umat” mempunyai makna indah, luwes, dan lentur.
21. Umat dapat mencakup aneka makna dan menampung berbagai perbedaan dalam kebersamaan.
22. Al-Quran memilih kata “umat” untuk menunjukkan “himpunan pengikut Nabi Muhammad atau umat Islam”.
23. Sebagai isyarat “umat Islam” dapat menampung segala perbedaan dalam kelompok.
24. Betapapun kecilnya jumlah mereka, selama masih dalam arah sama, yaitu beriman kepada Allah disebut umat.

25. Al-Quran surah Al-Anbiya (surah ke-21) ayat 92.

إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

    Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agamamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
26. Dalam kata “umat” terselip makna yang mendalam.
27. Umat mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya dan cara hidup.
28. Untuk menuju satu arah, harus jelas jalannya, harus bergerak maju dengan gaya dan cara tertentu, pada saat sama membutuhkan waktu mencapainya.
29. Al-Quran surah Yusuf (surah ke-12) ayat 45 menggunakan kata “umat” yang artinya “waktu”.

وَقَالَ الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ

      Dan berkatalah orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya, “Aku akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakbirkan mimpi itu, maka utuslah aku (kepadanya).”

30. Al-Quran surah Az-Zukhruf (surah ke-43) ayat 22 memakai kata “umat” yang artinya “jalan”, atau “gaya dan cara hidup”.

بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ

      Bahkan mereka berkata,“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.”
31. Kata “umat” punya keistimewaan dibanding kata “nation” atau “qabilah” yang artinya “suku”.
32. Kata “umat” dalam konteks sosiologis artinya “himpunan manusiawi yang seluruh anggotanya bersama menuju satu arah, bahu membahu, dan bergerak secara dinamis di bawah kepemimpinan bersama.”

33. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 143 menyatakan umat Islam adalah “ummatan wasatha”.

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

      Dan demikian (pula) Kami telah menjadikanmu (umat Islam), umat adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
34. Pada awalnya, kata “wasath” artinya “semua yang baik sesuai dengan objeknya” dan “sesuatu yang baik berada di antara 2 ekstrem”.
1)    Keberanian adalah “pertengahan sifat ceroboh dan takut”.
2)    Kedermawanan adalah “pertengahan sikap boros dan kikir”.
3)    Kesucian adalah “pertengahan kedurhakaan dorongan nafsu menggebu dan impotensi”.
35. Kata “wasath” berkembang maknanya menjadi “tengah”.
36. Orang menghadapi 2 pihak bermusuhan dituntut menjadi “wasath” (wasit) dan berada di tengah agar adil.
37. Muncul makna “wasath” (adil).
38. Ummatan wasatha adalah umat moderat, posisinya berada di tengah, agar dapat dilihat semua pihak dari segenap penjuru.
39. Umat Islam adalah “ummatan wasatha”, artinya:
1)    Menjadi “syuhada” (saksi).
2)    Menjadi teladan dan “patron” (pola) bagi yang lain.
3)    Menjadikan Rasulullah contoh teladan dan saksi pembenaran bagi semua aktivitasnya.
40. Umat Islam dalam “posisi pertengahan” menyebabkan:
1)    Tidak hanyut oleh materialisme dan kebendaan semata.
2)    Tidak mengantar membumbung tinggi ke alam rohani saja yang tidak berpijak di bumi.
41. Posisi pertengahan membuat umat Islam harus mampu memadukan aspek jasmani, rohani, material, spiritual dalam segala sikap dan perilakunya.
42. Posisi umat Islam sebagai “ummat wasathiyat” (umat moderat dalam posisi pertengahan), mengundang umat Islam untuk:
1)    berinteraksi.
2)    berdialog.
3)    terbuka dengan semua pihak dalam berbagai agama, budaya, dan peradaban.
43. Umat Islam tidak dapat menjadi saksi yang baik dan berlaku adil, jika umat Islam bersikap tertutup atau menutup diri dari lingkungan dan perkembangan zaman.

Daftar Pustaka
1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.    Tafsirq.com online.



Related Posts:

0 comments:

Post a Comment