GAJI BESAR TANPA TANGGUNG JAWAB
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. VENTILATOR
TENGKURAP
2. Oleh : Dahlan Iskan
3. Mulailah
berlatih prone –tidur dengan posisi tengkurap.
4. Alias
guring batiharap.
5. Kebalikan
dari telentang.
6. Prone
dan ventilator jadi pembicaraan di media Barat.
7. Penderita
Covid-19 ditolong dengan ventilator banyak meninggal.
8. Sebaliknya,
pasien diminta melakukan prone banyak terselamatkan.
9. Tidak
mudah guring batiharap.
10. Saya
pernah dilatih khusus mengeluarkan dahak dari saluran pernafasan.
11. Agar
setelah transplantasi hati selesai –14 tahun lalu– dahak tidak masuk paru.
12. Saya harus
dianestesi lebih dari 12 jam –operasinya 8 jam.
13. Keesokan
harinya, ketika saya siuman, instruksi pertama perawat ICU: keluarkan dahak.
14. Berhasil.
Berkat latihan itu.
15. Kini
saya latihan prone. Jaga-jaga.
16. Mengapa
di pasien Covid-19 ventilator justru membunuh?
17. Menurut
ahli di Barat tiupan oksigen membuat dahak masuk ke paru-paru.
18. Padahal
dahak bervirus Corona menyebabkan paru buntu –tidak bisa mengalirkan oksigen ke
darah.
19. Banyak
pasien dibiarkan meninggal tanpa diberi bantuan ventilator.
20. Bukan soal
kekurangan ventilator tapi ventilator tidak banyak membantu –bahkan mempercepat
kematian.
21. Media Amerika
banyak memberitakan ini.
22. Apakah
universitas di Indonesia yang mengembangkan teknologi ventilator lokal harus
berhenti menjelang finis?
23. Sekarang
tidak hanya Masjid Salman ITB yang mengembangkan ventilator: Vent-I.
24. Juga
ITS, Politeknik Surabaya, dan UGM.
25. Sampai
universitas di Sumbawa –Universitas Teknologi Sumbawa didirikan Dr
Zulkieflimansyah jauh sebelum jadi gubernur NTB.
26. Apakah
ventilator non-invasive seperti Vent-I tetap diperlukan?
27. “Harus!,”
tegas Dr. dr (dan banyak gelar lainnya) Ike Sri Rejeki dari Bandung.
28. Dr Ike
adalah ahli anestesi dan perawatan intens.
29. Dia
mengepalai departemen itu di RS Hasan Sadikin.
30. Juga
mengepalai bidang studi itu di Universitas Padjadjaran.
31. Dr Ike
juga pemimpin redaksi Jurnal Anestesi Perioperatif.
32. Saya
bingung menebak orang mana dia.
33. “Ike
itu kan nama Sunda. Tapi Sri Rejeki nama Jawa. Dokter ini orang mana?” tanya
saya.
34. “Hahaha
orang Indonesia pak,” jawabnya.
35. “Saya Sunda 100 persen, hanya bapak ibu saya
lama di Jogja,” tambahnya.
36. Dia asli
Unpad 100 persen. Gelar dokter, spesialis, master, doktor, dan saya tidak
hafal, semua diraih di Unpad.
37. Dokter
Ike adalah ‘Ketua RT’ di ICU.
38. Dia
akrab dengan batang seperti ventilator.
39. Ventilator
ramai diperbincangkan di Amerika yang sifatnya invasive.
40. Yakni
ventilator biasanya di ruang ICU.
41. Yang
penggunaannya harus melalui pembuatan lubang di tenggorokan.
42. Dari
lubang tenggorokan selangnya dimasukkan ke saluran pernafasan.
43. Saya pernah
menjalani itu.
44. Saat
transplantasi dulu.
45. Itu tidak
sama dengan yang coba dikembangkan perguruan tinggi tersebut.
46. Yang dikembangkan
adalah ventilator non-invasive.
47. Tidak
pakai perlubangan tenggorokan.
48. Hanya
lewat hidung.
49. “Sangat
bermanfaat untuk sekarang,” ujar Dr Ike.
50. Alat
itu belum dimiliki rumah sakit.
51. Yakni
ventilator non-invasive independen.
52. Memang
RS kita memilikinya.
53. Tapi
fungsi itu menyatu di alat ventilator invasive.
54. Yang,
ehm, yang mahal itu.
55. Harus
ditaruh di ruang ICU itu.
56. Di
alat itu ada mode invasive dan mode non-invasive.
57. Sebaiknya,
kata dr Ike, penanganan pasien saat ini lebih fokus di stage II.
58. Itu
disebut tahap sedang (moderate).
59. “Agar pasien tidak ke stage III,” ujar Dr Ike.
60. Kalau
sudah masuk tahap III (severe) penanganannya harus di ICU dan lebih sulit.
61. “Salah
satu usaha di tahap II ini adalah ventilator non-invasive itu,” ujar Dr Ike.
62. “Itu
bisa mencegah hipoksemia,” tambahnya.
63. Hipoksemia
adalah sesak nafas akibat kurangnya oksigen dalam saluran darah.
64. Alat
seperti Vent-I penting diadakan.
65. Justru
karena independensinya.
66. Pengoperasiannya
mudah. Dokter umum bisa.
67. Bahkan
perawat sekali pun.
68. Ini
kesempatan dalam negeri untuk berkembang –dari teknologi yang dianggap terlalu
sederhana.
69. Saya menghargai
proses merangkak.
70. Ada
bayi tanpa merangkak bisa langsung membaca DI’s Way.
71. Proses
merangkak harus dihargai.
72. Saya
mengagumi yang mau membuat langkah –sesederhana apa pun.
73. Apalagi
kalau bagian dari proses merangkak.
74. Kurangnya
penghargaan proses seperti itu membuat tidak kunjung sampai tujuan.
75. Terus diinginkan langsung canggih.
76. Baru
bisa lolos uji kalau mencapai standar ‘itu’.
77. Maunya
langsung melebihi tercanggih.
78. Penemuan
sederhana langsung dihina –cuma begitu.
79. Saya ingat
Geely.
80. Pabrik
mobil raksasa di Tiongkok.
81. Yang
kini mengambil alih Volvo.
82. Yang jadi
pemegang saham terbesar Mercedes-Benz.
83. Dulunya
1986, hanya bengkel mobil.
84. Diizinkan
membuat mobil sangat jelek sekali –lebih jelek dibanding mobil listriknya Kang
Dasep Ahmadi.
85. Geely
berkembang. Menjadi raksasa permobilan seperti sekarang.
86. Tapi
ya sudahlah.
87. Kita bicara
penyakit pernafasan.
88. Baik ditanyakan:
apakah dokter Ike pernah minta pasien melakukan prone?
89. “Pernah.
Setahun terakhir ini 1 kali,” ujarnya.
90. Pasien
berumur 55 tahun.
91. Mminta
pasien melakukan prone luar biasa rumitnya.
92. Pasien
merasa tidak nyaman.
93. Perlu
banyak perawat membantu.
94. “Apakah
berhasil baik?,” tanya saya.
95. “Sebenarnya
berhasil. Bahkan sudah bisa extub,” ujarnyi.
96. Extub
adalah tahap selang dilepas dari tenggorokan.
97. “Sudah
pindah ke ruang perawatan biasa. Tapi meninggal di ruang perawatan,” katanya.
98. Tidak
semua pasien bisa diminta guring batiharap.
99. Pasien
gemuk sekali misalnya –tidak mungkin melakukan itu.
100. Juga tekanan
darahnya tidak stabil. Atau jantungnya bermasalah.
101. Walhasil,
yang paling enak yang seger-bagas-waras.
102. Yang
tidak punya tanggungjawab apa pun –seperti menjadi stafsus misalnya.
103. Apalagi
kalau kantongnya ikut seger-bagas-waras.
(Sumber: internet Dahlan lskan)
0 comments:
Post a Comment