MEMBAHAS
MATI TANPA SEDIH
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. Dalam
beberapa pengajian Gus Baha’ yang
saya ikuti, kajian kematian adalah tema yang awalnya mencekam.
2. Tapi
saya coba ikuti terus sebagaimana pesan beliau: harus dilatih terus menerus.
3. Pelajaran
awalnya yang saya dapat adalah dari kejadian sehari-hari.
4. Tempat
Gus Baha’ ini tidak jauh dari kampung halaman saya.
5. Saya
lebih mudah mendapat contohnya.
6. Jika
ada orang meninggal karena minum oplosan, bagaimana menghikmatinya?
7. Jika
terjadi seperti itu, maka cara berpikir kita secara spiritual adalah mungkin
Allah tidak ingin memperpanjang
kekeliruan orang itu.
8. Dengan
begitu, potensi salahnya dan dipungkasi.
9. Kita
tak perlu menjadi hakim kematiannya itu buruk.
10. Kita tidak tahu dan tidak pernah tahu posisi
orang itu di hadapan Allah.
11. Misalnya,
ada orang meninggal karena kecelakaan naik pesawat terbang dan ada orang selamat
karena terlambat naik pesawat terbang itu.
12. Dalam pandangan
manusia, orang terlambat itu beruntung, dan orang yang kecelakaan termasuk
tidak beruntung.
13. Tapi, di
mata Allah belum tentu begitu.
14. Bisa
saja semua beruntung.
15. Yang
terlambat dan selamat diberi waktu menambah kebaikannya dan meninggal dunia
dicukupkan kebaikannya.
16. Gus
Baha’ yang saya ketahui dari ceramah beliau, mengidap sakit.
17. Dia berobat juga.
18. Tapi
punya kesadaran berobatnya itu bagian syariat ikhtiar.
19. Tapi
beliau tetap punya kesadaran hakikat.
20. Jika beliau
mesti meninggal dunia karena penyakitnya, maka mungkin itu cara yang baik.
21. Siapa
tahu kehadirannya di dunia tidak baik lagi, sehingga Allah memutuskan
kematiannya lebih baik.
22. Sebaiknya
kita tidak masalah dengan cara Allah akan memanggilnya.
23. Apakah
dengan kecelakaan, sakit, atau bahkan disantet orang.
24. Tidak
ada urusan ulama kok bisa disantet dan mati.
25. Ya
bisa saja kalau Allah memutuskan seperti itu.
26. Tidak
ada kepastian bahwa ulama tidak bisa mati disantet.
27. Dan itu
tidak masalah.
28. Mungkin
ini pernah saya sampaikan.
29. Gus
Baha’ ditanya orang, “Gus, meninggal hari Jumat itu baik ya…”
30. “Ya
baik dan meninggal di hari lain juga baik.”.
31. Kanjeng
Nabi bersaabda meninggal dunia hari Jumat itu baik.”
32. “Ya,
tapi Kanjeng Nabi meninggalnya tidak hari Jumat.”
33. Hikmahnya
orang yang meninggal selain hari Jumat, tidak perlu disikapi tidak baik.
34. Kanjeng
Nabi bersabda meninggalnya orang saleh itu tenang tanpa rasa sakit.
35. Tapi
meninggalnya Kanjeng Nabi sendiri melalui rasa sakit.
36. Sebab
tanpa itu, umat Kanjeng Nabi tidak mendapat pelajaran tentang sakitnya proses
ketika roh tercerabut dari jasad.
37. Renungan
kematian dari Gus Baha’ ini mungkin kontekstual belakangan ini.
38. Ketika
banyak saudara kita meninggal karena bencana alam.
39. Kita
tidak diperkenankan secara adab menyikapi kematian mereka dengan hal buruk.
40. Sebab
sangat mungkin itu yang dipilih Allah sebagai jalan terbaik menghadap kepada-Nya.
41. Tidak
perlu berlebihan menilai manusia.
42. Tugas
manusia bukan menilai sesama manusia.
43. Manusia
bukan hakim bagi manusia yang lain.
44. Jangan
menghakimi hal sangat sakral dengan azab dan hukuman Allah.
45. Manusia
tak tahu apa-apa tentang salah satu misteri terbesar manusia, yaitu kematian.
46. Dan
tak perlu merasa paling mengerti cara berpikir Tuhan.
47. Memangnya
kita ini siapa.
49. Salah
satu keasyikan ikut pengajian Gus Baha, kita
diajak berpikir menjelajah beragam kitab dan pemikiran banyak orang alim.
50. Cara
bercanda pun menunjukkan kealimannya.
51. “Guyon-e
wong ngalim iku ya nganggo senam otak barang.”
52. Begitu
ungkap beliau di salah satu sesi ngajinya.
53. Dan
yang menarik adalah beberapa filosofi pemikirannya.
54. Misal:
manusia itu wajar tidak tahu.
55. Tidak
perlu memaksa diri untuk merasa tahu, karena lebih berat risikonya.
56. Kita
juga diajak mengikuti peristiwa dan menanggapinya biasa saja, tak perlu
menghakimi berlebihan.
57. Contoh:
gibah itu dosa.
58. Tapi
tanpa gibah, orang yang berbuat jahat, tidak akan kena hukum sosial.
59. Padahal
hukum sosial penting untuk menjaga setiap anggota masyarakat agar tidak
melakukan perbuatan buruk.
60. Minum
di warung kopi, rokokan, ngobrol bersama banyak kawan, itu dekat dengan
perbuatan tak baik.
61. Menyia-nyiakan
waktu.
62. Minimal
tak berfaedah.
63. Tapi
kalau disikapi sebagai cara hidup supaya tidak melakukan perbuatan buruk, maka
kongkow macam itu jadi model yang baik.
64. Karena
orang-orang seperti ini, banyak kecelakaan di pinggir jalan korbannya cepat
diselamatkan.
65. “Lha
nek kabeh wong neng njero omah, terus tiba-tiba ana wong tabrakan. Ngenteni
wong-wong mau metu, selak mati sing tabrakan.”
66. Jika semua
orang iktikaf di masjid, maka jika terjadi kecelakaan di jalan siapa yang paling
cepat menolongnya?
67. Ya,
orang-orang yang duduk-duduk di tepi jalan yang tidak jelas itu.
(Sumber: internet)
0 comments:
Post a Comment