Thursday, May 14, 2020

4442. MEMBAHAS MATI TANPA SEDIH


MEMBAHAS MATI TANPA SEDIH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1.    Dalam beberapa pengajian Gus Baha’ yang saya ikuti, kajian kematian adalah tema yang awalnya mencekam.
2.    Tapi saya coba ikuti terus sebagaimana pesan beliau: harus dilatih terus menerus.
3.    Pelajaran awalnya yang saya dapat adalah dari kejadian sehari-hari.
4.    Tempat Gus Baha’ ini tidak jauh dari kampung halaman saya.
5.    Saya lebih mudah mendapat contohnya.
6.    Jika ada orang meninggal karena minum oplosan, bagaimana menghikmatinya?
7.    Jika terjadi seperti itu, maka cara berpikir kita secara spiritual adalah mungkin Allah  tidak ingin memperpanjang kekeliruan orang itu.
8.    Dengan begitu, potensi salahnya dan dipungkasi.
9.    Kita tak perlu menjadi hakim kematiannya itu buruk.
10.  Kita tidak tahu dan tidak pernah tahu posisi orang itu di hadapan Allah.
11. Misalnya, ada orang meninggal karena kecelakaan naik pesawat terbang dan ada orang selamat karena terlambat naik pesawat terbang itu.
12. Dalam pandangan manusia, orang terlambat itu beruntung, dan orang yang kecelakaan termasuk tidak beruntung.
13. Tapi, di mata Allah belum tentu begitu.
14. Bisa saja semua beruntung.
15. Yang terlambat dan selamat diberi waktu menambah kebaikannya dan meninggal dunia dicukupkan kebaikannya.
16. Gus Baha’ yang saya ketahui dari ceramah beliau, mengidap sakit.
17.  Dia berobat juga.
18. Tapi punya kesadaran berobatnya itu bagian syariat ikhtiar.
19. Tapi beliau tetap punya kesadaran hakikat.
20. Jika beliau mesti meninggal dunia karena penyakitnya, maka mungkin itu cara yang baik.
21. Siapa tahu kehadirannya di dunia tidak baik lagi, sehingga Allah memutuskan kematiannya lebih baik.
22. Sebaiknya kita tidak masalah dengan cara Allah akan memanggilnya.
23. Apakah dengan kecelakaan, sakit, atau bahkan disantet orang.
24. Tidak ada urusan ulama kok bisa disantet dan mati.
25. Ya bisa saja kalau Allah memutuskan seperti itu.
26. Tidak ada kepastian bahwa ulama tidak bisa mati disantet.
27. Dan itu tidak masalah.
28. Mungkin ini pernah saya sampaikan.
29. Gus Baha’ ditanya orang, “Gus, meninggal hari Jumat itu baik ya…”
30. “Ya baik dan meninggal di hari lain juga baik.”.
31. Kanjeng Nabi bersaabda meninggal dunia hari Jumat itu baik.”
32. “Ya, tapi Kanjeng Nabi meninggalnya tidak hari Jumat.”
33. Hikmahnya orang yang meninggal selain hari Jumat, tidak perlu disikapi tidak baik.
34. Kanjeng Nabi bersabda meninggalnya orang saleh itu tenang tanpa rasa sakit.
35. Tapi meninggalnya Kanjeng Nabi sendiri melalui rasa sakit.
36. Sebab tanpa itu, umat Kanjeng Nabi tidak mendapat pelajaran tentang sakitnya proses ketika roh tercerabut dari jasad.
37. Renungan kematian dari Gus Baha’ ini mungkin kontekstual belakangan ini.
38. Ketika banyak saudara kita meninggal karena bencana alam.
39. Kita tidak diperkenankan secara adab menyikapi kematian mereka dengan hal buruk.
40. Sebab sangat mungkin itu yang dipilih Allah sebagai jalan terbaik menghadap kepada-Nya.
41. Tidak perlu berlebihan menilai manusia.
42. Tugas manusia bukan menilai sesama manusia.
43. Manusia bukan hakim bagi manusia yang lain.
44. Jangan menghakimi hal sangat sakral dengan azab dan hukuman Allah.
45. Manusia tak tahu apa-apa tentang salah satu misteri terbesar manusia, yaitu kematian.
46. Dan tak perlu merasa paling mengerti cara berpikir Tuhan.
47. Memangnya kita ini siapa.
49. Salah satu keasyikan ikut pengajian Gus Baha, kita diajak berpikir menjelajah beragam kitab dan pemikiran banyak orang alim.
50. Cara bercanda pun menunjukkan kealimannya.
51. “Guyon-e wong ngalim iku ya nganggo senam otak barang.”
52. Begitu ungkap beliau di salah satu sesi ngajinya.
53. Dan yang menarik adalah beberapa filosofi pemikirannya.
54. Misal: manusia itu wajar tidak tahu.
55. Tidak perlu memaksa diri untuk merasa tahu, karena lebih berat risikonya.
56. Kita juga diajak mengikuti peristiwa dan menanggapinya biasa saja, tak perlu menghakimi berlebihan.
57. Contoh: gibah itu dosa.
58. Tapi tanpa gibah, orang yang berbuat jahat, tidak akan kena hukum sosial.
59. Padahal hukum sosial penting untuk menjaga setiap anggota masyarakat agar tidak melakukan perbuatan buruk.
60. Minum di warung kopi, rokokan, ngobrol bersama banyak kawan, itu dekat dengan perbuatan tak baik.
61. Menyia-nyiakan waktu.
62. Minimal tak berfaedah.
63. Tapi kalau disikapi sebagai cara hidup supaya tidak melakukan perbuatan buruk, maka kongkow macam itu jadi model yang baik.
64. Karena orang-orang seperti ini, banyak kecelakaan di pinggir jalan korbannya cepat diselamatkan.
65. “Lha nek kabeh wong neng njero omah, terus tiba-tiba ana wong tabrakan. Ngenteni wong-wong mau metu, selak mati sing tabrakan.”
66. Jika semua orang iktikaf di masjid, maka jika terjadi kecelakaan di jalan siapa yang paling cepat menolongnya?
67. Ya, orang-orang yang duduk-duduk di tepi jalan yang tidak jelas itu.

(Sumber: internet)


Related Posts:

0 comments:

Post a Comment