RUMAH
SAKIT LAWAN CORONA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. RS
saat Covid-19, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga.
2. Oleh
dr Sholihul Absor MKes.
3. Ketua
Majelis Pembna Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa
Timur.
4. PWMU.CO – Sudah jatuh tertimpa
tangga.
5. Inilah
gambaran bagi rumah sakit di Indonesia saat ini.
6. Sebelum
merebak wabah Covid-19, rumah sakit (RS) dihadapkan dengan kondisi yang serba
sulit.
7. Tantangan
dari segala arah memaksa RS berada dalam posisi bertahan, tidak bertumbuh.
8. Kini,
ketika wabah Covid-19 merebak, RS kembali dihadapkan pada masalah dan
kesulitan, seolah melengkapi penderitaan sebelumnya.
9. Pasien
turun drastis baik rawat inap maupun rawat jalan.
10. Tentu
ini mengganggu cashflow.
11. Kalaupun
ada pasien datang, harus siap dengan resiko terpapar virus yang mematikan.
12. Jika
dirujuk, tidak ada RS yang mau menerima karena ruangan penuh termasuk rumah
sakit pemerintah.
13. Lengkap
sudah derita. Inilah yang menyebabkan RS tidak optimal menghadapi pandemi.
14. Maka
jangan heran bila RS kelabakan menghadapi pandemi.
15. Ketidaksiapan
ini bisa dilihat dari angka kematian yang mencerminkan kualitas pelayanan
medis.
16. Angka
kematian akibat Covid-19 di Indonesia termasuk tinggi.
17. Dan
bisa jadi sesungguhnya lebih tinggi karena banyak yang menyangsikan akurasi
data kematian.
18. Bahkan
petinggi Australia sampai mengingatkan warganya agar jangan sampai sakit di
negara kita, karena menurutnya fasilitas perawatan kesehatan di Indonesia
buruk.
19. Ada 3
hal penyebab rumah sakit terpuruk.
1) Industri’
rumah sakit disamakan dengan industri pada umumnya.
2) Rumah sakit
profit disamakan perlakuannya dengan RS nirlaba (tidak mencari keuntungan).
3) Hampir
semua kebutuhan rumah sakit impor.
20. Industri’
rumah sakit disamakan dengan industri pada umumnya.
1) Inilah
kesalahan paling mendasar yang menyebabkan rumah sakit terdorong menjadi animal economic yang selalu
bicara untung rugi.
2) Padahal
‘fitrah’ RS adalah ‘mahluk sosial’, yang menolong orang yang sedang menderita.
3) Maka
jangan heran jika ketersediaan ruang isolasi yang memenuhi syarat sangat
sedikit, karena investasi di sini tidak menguntungkan.
4) Dorongan
itu bisa dilihat dari regulasi yang mengatur operasional rumah sakit.
5) Izin
mendirikan maupun operasional RS tidak beda dengan industri lainnya.
6) Jangankan
keringanan dan kemudahan, kenyataannya malah lebih rumit.
7) Sudah
rumit, berubah-ubah pula regulasinya sehingga menyulitkan perencanaan pengembangan.
8) Hampir
semua kementerian dan dinas ikut terlibat dalam perizinan RS.
9) Tidak
salah apabila disebut sebagai industri yang paling ribet regulasinya.
10) Dampak
ini semua, banyak RS yang dijual sebelum pandemi.
11) Kalau
sekarang pasti lebih banyak.
21. Rumah sakit profit disamakan nirlaba.
1) RS
profit disamakan perlakuannya dengan RS nirlaba alias tidak berorientasi
mencari keuntungan.
2) Membiarkan
kedua jenis RS ini berkompetisi, bukan hanya tidak fair, tapi sangat membahayakan.
3) Tidak
fair karena kegiatan sosial kemasyarakatan adalah bagian tak terpisahkan dari
operasional RS nirlaba, dan tentu hal ini menambah pengeluaran.
4) Sementara
RS profit tidak melakukannya.
5) Dan
ini sangat membahayakan, karena apabila RS nirlaba tidak eksis, lalu siapakah
yang akan peduli dengan kegiatan kemasyarakatan dan bantuan kemanusiaan?
22. Banyak
hal negeri ini membutuhkan uluran tangan dari peran swasta.
23. Karena
tidak mungkin RS pemerintah sendiri yang akan menyelesaikannya.
24. Ambil
contoh; program penurunan kasus TBC, penurunan angka kematian bayi dan ibu
melahirkan, atau perawatan gratis bagi pasien tidak mampu yang tidak memiliki
akses BPJS.
25. Contoh
lainnya pengiriman tenaga medis ke daerah bencana, memberikan sumbangan kepada
kegiatan sosial kemasyarakatan, ikut serta dalam kegiatan promosi kesehatan
kepada masyarakat sekitar, atau menjadi wahana pendidikan bagi tenaga medis.
26. Dan
masih banyak lagi peran RS nirlaba, termasuk memberi pelayanan saat terjadi
wabah seperti Covid-19 sekarang ini.
27. Jadi
perlindungan terhadap rumah sakit nirlaba adalah suatu keniscayaan, agar
tercipta ketahanan pelayanan kesehatan.
28. Alat Kesehatan serba Impor.
1) Lemahnya
dukungan kepada industri penunjang kebutuhan RS.
2) Hampir
semua bahan baku kebutuhan RS diimpor.
3) Obat
sebagai komponen utama perawatan kesehatan sebagian besar diimpor dari China,
sebagian kecil dari India.
29. Tentu
ini hal yang aneh, mengingat Indonesia punya BUMN yang bergerak di industri
farmasi.
30. Alat
kesehatan yang dipakai RS hampir semua produk impor.
31. Mulai
yang canggih seperti MRI, CT Scan, X ray, USG, pasien monitor, ventilator,
hingga yang remeh-temeh pun diimpor.
32. Ada
tensimeter, termometer, test gula darah, asam urat, kolesterol, termasuk masker
medis yang sempat langka di awal pandemi, bahkan masker N95 hingga sekarang
masih sulit dicari.
33. Konsekuensinya,
barang ini menjadi rentan dimainkan spekulan.
34. Dan
akhirnya RS yang menanggung bebannya.
35. Bayangkan
saja masker medis yang saat normal harganya Rp 25 ribu per box, kemarin bisa mencapai Rp 275
ribu, 1000 persen lebih kenaikannya.
36. Maka
tidak heran pada awal pandemi banyak tenaga medis berguguran karena terbatasnya
alat pelindung diri.
37. Ini
semua harusnya bisa diatasi karena sesungguhnya kita memiliki kemampuan membuat
sendiri.
38. Lihat
saja, di tengah keterbatasan ternyata kita mampu membuat ventilator.
39. Pula
para ahli kita mampu membuat alat uji cepat (rapid test) antibodi yang sangat berguna untuk screening pasien
Covid-19.
40. Maka
yang diperlukan adalah keberpihakan pemerintah untuk mendukung industri dalam
negeri khususnya bidang kesehatan.
41. Pandemi
yang berlangsung lama, menimpa semua negara, dan memberikan dampak ke seluruh
lini kehidupan, termasuk meluluhlantakkan perekonomian.
42. Harusnya
menyadarkan pengampu negeri ini bahwa kesehatan bukanlah kebutuhan
komplementer.
43. Atau
bahkan hanya jadi pemanis bibir saat kampanye mengejar jabatan dan kedudukan.
44. Justru
kesehatan warga negara merupakan unsur penting kesejahteraan dan kehormatan
suatu bangsa.
45. Semoga
ke depan, perhatian dan keberpihakan pemerintah khususnya di bidang
perumahsakitan menjadi lebih intent lagi.
46. Memang
kesehatan bukanlah segalanya, namun tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak ada
artinya.
(Sumber: internet M. Nurfatoni.
0 comments:
Post a Comment