MEMAHAMI STANDAR PERILAKU MANUSIA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Standar perilaku manusia menurut Al-Quran? Profesor Quraish Shihab
menjelaskannya
Kata “standar” (menurut KBBI V) bisa diartikan “ukuran tertentu yang
dipakai sebagai patokan”, “ukuran atau tingkat biaya hidup”, “sesuatu yang
dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran sebagai ukuran
nilai atau harga”, “baku”, panji-panji, “bendera (sebagai lambing”, “alat
penopang yang berkaki (untuk menaruh bendera, menyangga sepeda, penopang alat
potret, dan sebagainya).
Para ulama berpendapat bahwa standar atau tolok ukur perilaku yang baik
dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan Allah, karena sesuatu yang
dinilai baik oleh Allah, pasti dalam esensinya baik.
Al-Quran surah Thaha, surah ke-20 ayat 8 menyatakan bahwa Allah
mempunyai segala sifat yang baik.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
“Dia Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia
mempunyai “asmaulhusna” yaitu nama-nama yang baik”.
Nabi memerintahkan umatnya agar berusaha sekuat kemampuan dan kapasitasnya
sebagai makhluk untuk meneladani Allah dalam semua
sifat-sifat-Nya, dan berakhlaklah dengan akhlak Allah, karena Aisyah, istri Nabi, menjelaskan bahwa akhlak
Nabi adalah Al-Quran.
Para ulama menjelaskan bahwa sifat Allah yang terkenal adalah 99 nama “asmaulhusna”,
sebagian ulama berpendapat terdapat lebih dari 99 nama “asmaul husna”.
Pengertian untuk meneladani dan menirukan sifat Allah dalam “asmaulhusna”
adalah yang sesuai dengan sifat manusia, misalnya sifat “Al-Kibriya” yaitu “sifat
Keangkuhan Allah”, artinya sifat Allah dalam konteks
ancaman terhadap para
pembangkang, terhadap orang yang merasa dirinya superior.
Ketika
Nabi melihat seseorang yang berjalan
dengan congkak dan angkuh di medan perang, Nabi bersabda,”Itu adalah cara
berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam medang perang seperti sekarang ini”.
Nabi bersabda, “Bersikap angkuh terhadap orang yang angkuh adalah sedekah".
Al-Quran surah Luqman, surah ke-31 ayat 18.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ
فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri”
Al-Quran
surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 273.
لِلْفُقَرَاءِ
الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ
لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ
اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di
jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu
menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal
mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara
mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah),
maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”.
Para ulama menjelaskan bahwa apabila seorang Muslim ingin meneladani
Allah Yang Maha Kaya, maka dia harus menyadari bahwa
istilah yang
digunakan Al-Quran untuk menunjukkan sifat itu adalah “Al-Ghani”,
yang artinya “tidak membutuhkan”, dan
bukan kaya materi, sehingga esensi sifat “kekayaan” adalah kemampuan berdiri
sendiri dan tidak menghajatkan pihak lain,
sehingga tidak akan menjadi orang yang meminta-minta.
Al-Quran surah Fathir, surah ke-35 ayat 15 menyatakan bahwa manusia
membutuhkan Allah, tetapi Allah tidak memerlukan manusia.
۞ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ
وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak
kepada Allah; dan Allah Dia Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha
Terpuji”.
Para ulama menjelaskan bahwa manusia harus meneladani sifat-sifat Allah dalam
“asmaulhusna”, seperti Maha Mengetahui, Maha Pemaaf, Maha Bijaksana, Maha
Agung, Maha Pengasih, dan lain-lain.
Semua sifat Allah harus menjadi tolok ukur dan
pedoman kebaikan dalam kehidupan sehari-hari, dan bukan menjadikan ukuran kelezatan
dan kenikmatan sesaat sebagai pedoman dalam kebaikan.
Karena kelezatan dan kenikmatan dapat berlainan antara seseorang dengan
yang lain, dalam berbagai generasi yang berbeda sesuai dengan kondisi
dan situasi pada zamannya bisa berlainan.
Daftar Pustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan
Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran.
Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver
3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment