Sunday, October 29, 2017

426. FUNGSI

FUNGSI MASJID PADA ZAMAN NABI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Fungsi masjid pada zaman  Nabi Muhammad?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
     
Kata “fungsi” menurut KBBI V bisa diartikan “jabatan (pekerjaan) yang dilakukan”, “faal (kerja bagian tubuh)”, “besaran yang berhubungan, jika besaran yang satu berubah, maka besaran yang lain juga berubah”, “kegunaan suatu hal”, dan “peran sebuah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas (seperti nomina berfungsi sebagai subjek)”.
     Kata “masjid” menurut KBBI V adalah “rumah atau bangunan tempat beribadah orang Islam”.
      Kata “masjid” terulang sebanyak 28 kali dalam Al-Quran, dan dari segi bahasa, kata “masjid” terambil dari akar kata “sajada-sujud” yang artinya “patuh”, “taat”,  serta  “tunduk dengan penuh hormat dan takzim”.
     Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang dinamakan “sujud” oleh syariat Islam adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna di atas, sehingga bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan ibadah salat disebut masjid, yang artinya “tempat bersujud.”
      Dalam pengertian sehari-hari, “masjid” adalah bangunan yang dipakai untuk tempat salat umat Islam, tetapi karena kata “masjid” akar katanya mengandung makna “tunduk dan patuh”, maka hakikat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah.
     Ketika Nabi berhijrah dari Mekah ke Madinah, langkah pertama yang beliau  lakukan adalah membangun masjid kecil yang berlantai tanah, dan beratap pelepah kurma.
     Kemudian Nabi membangun masjid yang besar, dan membangun dunia ini, sehingga kota tempat beliau membangun itu benar-benar menjadi “Madinah”, yang arti harfiahnya adalah “tempat peradaban”', lalu dari tempat tersebut lahir benih peradaban baru umat manusia.
    Masjid pertama yang dibangun oleh Nabi dan para sahabat adalah Masjid Quba',  kemudian membangun Masjid Nabawi di Madinah, dan para ulama berbeda pendapat ulama tentang masjid yang dijuluki Allah sebagai masjid yang dibangun atas dasar takwa, yaitu Masjid Quba atau Masjid Nabawi.
     Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 108.

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
  
   “Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya atas dasar takwa kepada Allah dan keridaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
     Yang jelas bahwa Masjid Quba dan Masjid Nabawi, keduanya dibangun atas  dasar takwa, dan setiap masjid seharusnya memiliki landasan dan fungsi seperti itu, sehingga Nabi memerintahkan untuk meruntuhkan bangunan kaum munafik yang    mereka sebut masjid, tetapi tidak digunakan sebagai masjid.
      Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 107. 

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
   
    “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, “Kami tidak menghendaki selain kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)”.
     Fungsi Masjid Nabawi di Madinah pada zaman Nabi beraneka ragam, yaitu tempat ibadah (salat, zikir), tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi, sosial, dan budaya), tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan alatnya, tempat pengobatan para korban perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, tempat aula dan menerima tamu, tempat menawan tahanan, dan pusat penerangan atau pembelaan agama.
    Masjid pada zaman Nabi mampu berperan sangat luas, karena keadaan masyarakat yang masih sangat berpegang teguh kepada nilai, norma, dan jiwa agama, serta kemampuan pengurus masjid untuk menghubungkan kondisi sosial dan  kebutuhan masyarakat dengan kegiatan masjid.
      Pada zaman Nabi, manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, karena  pemimpin pemerintahan yang menjadi imam dan khatib, serta ruangan masjid dipakai tempat kegiatan pemerintahan dan musyawarah.  
     Keadaan  sekarang telah  berubah, karena muncul lembaga baru yang  mengambil  sebagian peranan masjid di masa lampau, yaitu organisasi keagamaan swasta dan  lembaga pemerintah yang mengurusi masyarakat.
      Pengurus masjid pada zaman sekarang dituntut lebih kreatif dalam membina umat, dengan melengkapi sarana dan prasarana masjid yang bagus, menyenangkan, menyehatkan, dan menarik semua umat dalam semua tingkatan umur, sosial, dan pedidikan.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

0 comments:

Post a Comment