Monday, October 30, 2017

432.SIAPA

BERMUSYAWARAH DENGAN SIAPA?
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
 

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Orang yang diajak musyawarah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “musyawarah” menurut KBBI V bisa diartikan “pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah”, “perundingan”, dan “perembukan”.
      Kata “musyawarah” terambil dari akar kata “sy-w-r-“ yang pada mulanya  artinya “mengeluarkan madu dari sarang lebah”, kemudian maknanya berkembang, sehingga mencakup “segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain” termasuk “pendapat”.
    “Musyawarah” dapat  juga  berarti  “mengatakan  atau mengajukan   sesuatu”, dan kata “musyawarah” pada dasarnya hanya digunakan untuk “hal-hal yang baik”, sejalan  dengan makna dasarnya.  
      Al-Quran surah Ali 'Imran, surah ke-3 ayat 159.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
   
  “Maka disebabkan rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
      Al-Quran surah Asy-Syura, surah ke-42 ayat 38.  

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
     
      “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.
           Dalam Al-Quran surah Ali 'Imran, surah ke-3 ayat 159 Nabi diperintahkan bermusyawarah dengan “mereka”, lalu “Mereka itu siapa?” Jawabnya adalah, “Umat yang dipimpin oleh Nabi Muhammad atau anggota masyarakat”.
     Sedangkan dalam Al-Quran surah Asy-Syura, surah ke-42 ayat 38 masalahnya diputuskan dengan musyawarahkan antara mereka, dan hal ini berarti yang dimusyawarahkan adalah masalah yang berkaitan dengan  masyarakat. 
      Nabi dan para sahabat dalam praktik bermusyawarah bisa memperluas jangkauannya, sehingga dapat mencakup semua masalah dalam anggota masyarakat. 
     Ayat Al-Quran tentang musyawarah yang dikutip di atas tidak menetapkan sifat-sifat orang yang diajak bermusyawarah, dan tidak ditentukan jumlahnya secara terperinci.
     Para ulama berpendapat berdasarkan hadis Nabi diperoleh informasi tentang sifat  umum yang hendaknya dimiliki oleh orang yang diajak bermusyawarah. 
     Nabi bersabda kepada Ali bin Abi Thalib,”Wahai Ali, jangan bermusyawarah dengan orang penakut, karena dia akan mempersempit jalan keluar, dan jangan bermusyawarah dengan orang yang kikir, karena dia akan menghambat dari tujuanmu, serta jangan bermusyawarah dengan orang yang berambisi, karena dia akan memperindah keburukan sesuatu. Ketahuilah wahai Ali, bahwa sifat takut, kikir, dan ambisi, adalah bawaan yang sama, kesemuanya bermuara pada prasangka buruk terhadap Allah”. 
       Para ulama berpesan, “Bermusyawarahlah dalam masalahmu dengan orang yang memiliki lima hal, yaitu akal, lapang dada, pengalaman, perhatian, dan takwa”.
      Nabi dalam bermusyawarah untuk mengatasi masalah masyarakat, menggunakan beragam cara. Kadang kala Nabi memilih orang tertentu yang dianggap cakap untuk bidang yang dimusyawarahkan, terkadang melibatkan para pemuka masyarakat, serta menanyakan kepada semua orang yang terlibat dalam masalah yang dihadapi. 

      Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 59. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

       “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antaramu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
      Para ulama berpendapat bahwa dalam bermusyawarah tidak perlu melibatkan semua anggota masyarakat, tetapi cukup diwakili beberapa orang yang mempunyai keahlian tertentu, dan orang yang berpengaruh, serta para pemimpin sesuai dengan masalah yang dihadapi.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

0 comments:

Post a Comment