Sunday, October 29, 2017

428. RUNDING

MEMAHAMI MAKNA MUSYAWARAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Musyawarah menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
       Kata “musyawarah” menurut KBBI V bisa diartikan “pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah”, “perundingan”, dan “perembukan”.
      Kata “musyawarah” terambil dari akar kata “sy-w-r-“ yang pada mulanya  artinya “mengeluarkan madu dari sarang lebah”, kemudian maknanya berkembang, sehingga mencakup “segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain” termasuk “pendapat”.
    “Musyawarah” dapat  juga  berarti  “mengatakan  atau mengajukan   sesuatu”, dan kata “musyawarah” pada dasarnya hanya digunakan untuk “hal-hal yang baik”, sejalan  dengan makna dasarnya.  
    Madu rasanya manis, dan bisa digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit,  serta sumber kesehatan dan kekuatan, sehingga “madu” dicari di mana pun dan oleh siapa pun.
     Madu dihasilkan oleh lebah, sehingga “bermusyawarah” bagaikan lebah, yaitu makhluk yang sangat berdisiplin, kerjasamanya mengagumkan, makanannya sari kembang, dan menghasilkan madu.
      Di mana pun hinggap, lebah tidak pernah merusak, dan tidak mengganggu kalau tidak diganggu, bahkan sengatan lebah dapat menjadi obat.
     Seperti itulah makna “permusyawaratan”, dan demikian pula sifat orang yang  bermusyawarah, sehingga Nabi menyamakan seorang mukmin bagaikan lebah. 
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 233.

۞ وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
 
  “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
      Ayat  Al-Quran ini yang akar katanya menunjukkan “musyawarah”, yaitu apabila  keduanya (suami istri) ingin menyapih anak mereka (sebelum dua tahun) atas dasar kerelaan dan permusyawarahan antar mereka, maka tidak ada dosa atas keduanya. 
     Ayat ini membicarakan cara yang seharusnya dilakukan dalam hubungan suami dan istri, pada saat  mengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak mereka, seperti menyapih anak, dengan memberikan petunjuk agar masalahnya dimusyawarahkan. 
      Al-Quran surah Ali 'Imran, surah ke-3 ayat 159 memerintahkan bermusyawarah.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
   
  “Maka disebabkan rahmat dari Allah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.
    
     Ayat ini dalam segi redaksional ditujukan kepada Nabi Muhammad agar memusyawarahkan masalah tertentu dengan para sahabat dan masyarakat.
      Al-Quran surah Asy-Syura, surah ke-42 ayat 38 memerintahkan bermusyawarah.

وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
    
      “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”.
      Ayat Al-Quran ini turun sebagai pujian kepada kelompok Ansar Madinah yang   bersedia membela Nabi dan menyepakati hal itu melalui musyawarah yang dilaksanakan di rumah Abu Ayyub Al-Anshari.
      Para ulama menjelaskan bahwa ayat Al-Quran ini berlaku umum, artinya mencakup setiap kelompok manusia agar melakukan musyawarah untuk menyelesaikan masalah mereka.  
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

0 comments:

Post a Comment