Sunday, October 15, 2017

365. ROMAWI

NABI MUHAMMAD MENGIRIM SURAT KEPADA KAISAR ROMAWI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

     Pada tahun ke-6 Hijriah, Nabi berusia 59 tahun, beliau mengirimkan surat kepada para raja, yaitu Raja Najasyi di Habasyah, Raja Muqauqis di Mesir, Raja  Kisra di Persia, dan Raja Qaishar di Romawi, tujuannya Nabi mengajak mereka memeluk agama Islam.
      Dikisahkan Nabi sudah mempunyai stempel, menggunakan cincin yang terbuat dari perak dengan tulisan berbahasa Arab yang dibaca dari kiri ke kanan, dan disusun dari bawah ke atas dengan stempel bertulisan, ”Muhammad Rasul Allah” yang disusun dalam tiga baris, yaitu pada baris terbawah bertulisan “ Muhammad”, pada baris yang di tengah bertulisan, “Rasul”, dan pada baris paling atas bertulisan, “Allah“.
      Nabi juga mengirimkan surat kepada para pemimpin yang lain, yaitu Al-Mundzir bin Sawa, Pemimpin Bahrain; Haudzah bin Ali Hanafy, Pemimpin Yamamah; Al-Haris bin Abu Syamr, Pemimpin Damaskus; dan Jaifar, Raja Oman, tujuannya mengajak mereka memeluk agama Islam.
      Berikut ini isi surat Nabi Muhammad kepada Raja Heraklius di Romawi, yaitu wilayah yang amat jauh dari Arab Saudi, yang jaraknya lebih dari 2000 km di Barat Laut Arab Saudi.
      “Bismillahir-rahmanir-rahim, Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad bin Abdullah, kepada Heraklius pemimpin Romawi”. “Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, masuklah Islam! niscaya Allah akan melimpahkan pahala kepada Tuan Raja dua kali lipat, tetapi apabila Tuan Raja berpaling, maka Tuan Raja akan menanggung  dosa rakyat Asiriyin”.
      Nabi Muhammad menambahkan kutipan Al-Quran surah Ali Imran, surat ke-3 ayat 64.

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

      “Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
      Surat Nabi diantarkan oleh Dihyah bin Khalifah yang menunggang kuda dari Madinah ke Romawi, pada waktu hampir bersamaan rombongan kafilah pedagang dari Quraisy Mekah berada di Syam, yang dipimpin oleh Abu Sufyan.
    Abu Sufyan menceritakan kisahnya ketika bertemu Raja Heraklius, karena ada surat dari Madinah, maka Abu Sufyan dan rombongan dipanggil untuk menghadap Raja Heraklius di Palestina tujuannya dimintai pendapatnya.
      Abu Sufyan diundang mengikuti rapat dalam pertemuan pejabat Romawi, dan Raja Heraklius menggunakan penerjemaah bahasa, lalu bertanya, “Siapakah di antara kalian, saudara dekat dengan orang yang mengaku nabi?” Abu Sufyan menjawab, “Saya, Tuan Raja”. Mendekatlah kemari,” perintah Raja Heraklius. 
      Raja Heraklius bertanya, “Bagaimana garis keturunan orang yang mengaku nabi di Madinah di tengah masyarakat kalian?” “Dia orang terpandang di antara kami,” jawab Abu Sufyan. Kemudian Raja Heraklius melanjutkan, “ Apakah pernah ada orang yang berkata seperti itu sebelumnya?” “Tidak ada,” jawab Abu Sufyan.
      Raja Heraklius bertanya lagi, “Apakah bapak-bapaknya dahulu, ada yang menjadi raja?” Tidak ada,”Jawab Abu Sufyan. “Apakah para pengikutnya, orang-orang  yang terhormat atau orang-orang yang lemah?” lanjut Raja, maka Abu Sufyan menjawab, “Para pengikutnya, kebanyakan orang-orang yang lemah dan miskin.”
      Raja Heraklius bertanya, ”Apakah jumlah pengikutnya, makin hari makin berkurang atau makin bertambah?” “Pengikutnya makin bertambah,” jawab Abu Sufyan. Raja bertanya, “Apakah pengikutnya, ada yang keluar karena membencinya, setelah dia masuk agama itu?”  “Pengikutnya tidak ada yang membencinya,” jawab Abu Sufyan.
     Raja bertanya, “Apakah dia seorang pembohong?”  Abu Sufyan menjawab, “Dia tidak pernah berbohong” Raja bertanya lagi, “Apakah dia pernah berkhianat?” “Dia tidak pernah berkhianat,” jawab Abu Sufyan. Raja Heraklius bertanya lagi,”Apakah kalian pernah memeranginya.”  “Ya, kami pernah berperang dengannya” jawab Abu Sufyan.
      Raja bertanya, “Bagamana cara kalian memeranginya?” Abu Sufyan menjawab, “Peperangan kami dengan dia bergantian, artinya kadang kala dia yang menang, tetapi kadang kala kami yang menang.”
     Raja melanjutkan,“Apa yang dia perintahkan kepada kalian?” Abu Sufyan menjawab, “Dia berkata, sembahlah Allah semata, dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya. Dia menyuruh kami salat, sedekah, menjaga keselamatan diri, dan menjalin hubungan persaudaraan.“ 
    Raja Heraklius berkata, “Jika yang kamu katakanan itu benar, maka dia akan menguasai tempat kakiku berpijak saat ini, karena jauh sebelumnya, aku sudah menduga dia akan muncul, tetapi aku  tidak menyangka nabi yang baru itu berasal dari kaum kalian. Seandainya, aku bebas bertemu dengannya, maka aku memilih bertemu dengannya, dan seumpama aku berada di dekatnya, maka aku akan membasuh kedua kakinya.”
      Raja Herkalius meminta surat dari Nabi, lalu Raja membacanya, kemudian setelah itu, terdengar suara gaduh, maka rombongan Abu Sufyan dibawa keluar dari ruang pertemuan para pejabat Romawi.
     Abu Sufyan berkata, “Sejak saya bertemu dengan Raja Romawi itu, maka aku yakin Nabi Muhammad akan menang”.  Beberapa waktu kemudian, Abu Sufyan memeluk agama Islam.
Daftar Pustaka
1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment