RENOVASI KAKBAH ZAMAN JAHILIAH
(NABI MENCEGAH PERTUMPAHAN DARAH)
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Kakbah adalah susunan batu yang ditumpuk, yang temboknya, lebih tinggi dibandingkan tubuh manusia, yang dibangun sejak zaman Nabi Ismail, dan Kakbah tidak beratap, sehingga pencuri sering mengambil barang berharga di dalamnya, Nabi Muhammad berumur 35 tahun, ketika kaum Quraisy merenovasi Kakbah.
Mekah pernah dilanda banjir, air meluap menutupi tembok Kakbah, sehingga bangunan Kakbah semakin rapuh, dindingnya banyak yang retak, bangunan Kakbah rentan runtuh, dan sewaktu-waktu bisa ambruk.
Kaum Quraisy bingung dan bimbang untuk mengambil keputusan, mereka takut memperbaiki Kakbah, karena mereka khawatir “kuwalat”, tetapi membiarkan Kakbah ambruk, juga merasa bersalah.
Kaum Quraisy masih ingat peristiwa pasukan gajah Abrahah, ketika Nabi lahir, pasukan gajah yang kuat dihancurkan oleh ribuan burung Ababil, kejadian itu membuat Kakbah semakin “berwibawa” dan menakutkan.
Beberapa peristiwa menambah ketakutan, misalnya perahu orang Romawi terdampar di pantai Jeddah, dan badan perahu pecah berkeping-keping, lalu orang-orang Quraisy mengambil pecahan kayunya digunakan sebagai atap Kakbah.
Sewaktu atap Kakbah siap dipasang, mendadak muncul ular yang sangat besar dari sumur dekat Kakbah, yang membuat orang-orang Quraisy ketakutan, tiba-tiba muncul burung yag besar, langsung menyambar dan membawa ular itu pergi menjauh.
Ketika seseorang mengambil batu dari Kakbah, mendadak batunya melompat kembali ke tempatnya semula, sungguh kejadian yang menakutkan.
Akhirnya, kaum Quraisy sepakat merenovasi Kakbah dengan menggunakan dana yang “bersih”, dan memakai bahan bangunan dari sumber yang “halal”, menolak sumbangan uang dari pelacur, menolak uang hasil riba, tidak menerima harta rampasan, dan hanya menerima sumbangan yang “baik” saja.
Kaum Quraisy masih takut merobohkan bebatuan Kakbah, lalu Walid bin Maghfirah mengawali merobohkan bangunan Kakbah, dan ditunggu beberapa waktu, ternyata tidak terjadi apa-apa, barulah mereka berani merobohkan bangunan Kakbah, dan kaum Quraisy siap membangunnya kembali.
Para pemimpin Quraisy membagi pekerjaan, setiap sudut Kakbah dikerjakan suku tertentu, dan setiap kabilah mengumpulkan batu yang “terpilih”, yang bertindak sebagai “arsitek” adalah seorang Romawi bernama Pachomius, yang dipanggil dengan nama “Baqum”.
Pembangunan tembok Kakbah selesai, yang tersisa bagian Hajar Aswad, yaitu tinggal meletakkan “Batu Hitam” ke tempatnya, tetapi terjadi perselisihan, karena setiap kabilah merasa berhak mengembalikan Hajar Aswad, dan setiap suku meneriakkan slogan “Hajar Aswad, harga mati”.
Setiap suku saling berebut untuk meletakkan Batu Hitam, dan pertentangan berlangsung selama empat hari, tetapi belum ada kesepakatan, dan hampir terjadi pertumpahan darah, karena masing-masing kukuh dan merasa paling berhak meletakkan Hajas Aswad ke tempatnya.
Abu Umayah bin Maghfirah, yang sudah lanjut usia mengusulkan penyelesaian, dia menawarkan jalan keluar, yaitu menyerahkan keputusan kepada orang yang pertama kali masuk ke kompleks Masjidil-Haram, dan semua kabilah setuju.
Ternyata, orang yang masuk pertama kali adalah Nabi Muhammad, maka semua orang berteriak, “Kami senang, inilah orang yang dapat dipercaya.” Kaum Quraisy menjuluki Nabi Muhammad “Al-Amin” yaitu “Orang yang dapat dipercaya”, meskipun saat itu Nabi Muhammad belum diangkat menjadi rasul.
Para pemimpin Quraisy menjelaskan masalahnya, kemudian Nabi membeberkan selembar kain, dan meletakkan Hajar Aswad di tengah kain, lalu para kepala suku memegang ujung kain, dan kain yang berisi Hajar Aswad diangkat bersama menuju tempatnya, lalu Nabi menaruhnya di tempat semula.
Semua kepala suku dan kaum Quraisy merasa senang, puas, dan gembira, karena masalahnya selesai dengan baik, tidak terjadi peperangan antarsuku, Nabi berhasil mencegah pertumpahan darah.
Masyarakat Quraisy kehabisan biaya untuk renovasi Kakbah, karena sumbangan dana yang “baik” sudah habis, padahal pembangunan Kakbah belum selesai, tinggal di sisi utara, yaitu bagian “Hijir Ismail”, kemudian pintu jalan masuk ke Hijir Ismail dibuat lebih tinggi, agar berbeda dengan ketinggian permukaan tanah.
Renovasi bangunan Kakbah selesai, berbentuk “segi empat”, dengan tinggi bangunan sekitar 15 meter, dan posisi Hajar Aswad sekitar 1,5 meter di atas pelataran, dengan pintu Kakbah setinggi 2 meter dari permukaan tanah.
Di bagian atas Kakbah dipasang atap yang disangga dengan enam sendi, maka renovasi Kakbah selesai, dan Nabi berhasil mencegah pertumpahan darah.
Daftar Pustaka
1. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment