Tuesday, October 17, 2017

372. SALMAN

SALMAN AL-FARISI,
MENCARI NABI DARI PERSIA HINGGA MADINAH
oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Salman Al-Farisi lahir tahun 568 Masehi di Persia, Iran, dan meninggal tahun 657 Masehi di Irak, selama di Madinah dipanggil dengan nama Abu Abdullah.
      Salman Al-Farisi bercerita tentang riwayat perjalanan hidupnya, dia lahir di Desa Jayyu, Asfahah di Persia, Iran, dan anak kesayangan seorang pemimpin desa, yang beragama Majusi, yaitu agama yang menyembah api.
      Ketika Salman Al-Farisi masih remaja, bertugas menjaga api, agar api menyala terus, dan saat Salman dalam perjalanan menuju ladang, terdengar suara kebaktian di sebuah gereja, maka Salman tertarik belajar agama Kristen.
      Kemudian orang Kristen yang berasal dari negeri Syam, datang mengunjungi rumah orang tua Salman, lalu ayah Salman melarangnya bergaul dengan mereka, dan Salman Al-Farisi dikurung di rumah.
     Salman Al-Farisi “minggat” dari rumah, mengikuti rombongan pedagang Syam, kembali ke negeri mereka, dan Salman Al-Farisi menempati “kompleks” gereja di Syam, sebagai pelayan jemaat gereja, bersama seorang uskup. Ternyata,  uskup yang diikuti adalah orang jahat, yang menyalahgunakan jabatannya, yaitu memerintahkan orang bersedekah, tetapi hasilnya untuk kekayaan pribadi uskup sendiri.
    Ketika uskup meninggal, dan masyarakat akan melakukan “prosesi pemakaman”, maka Salman Al-Farisi membuka rahasia bahwa uskup  orang jahat, lalu ditunjukkan tempat penyimpanan perhiasan yang tersembunyyi, dan ditemukan 7 kotak emas dan perak, lalu masyarakat marah, mayat uskup dilempari batu, kemudian mereka menunjuk uskup baru.
    Uskup baru orang yang baik, tekun beribadah, dan berbudi pekerti luhur, sebelum  uskup wafat telah memberikan rekomendasi, agar Salman Al-Farisi menjumpai seorang uskup di Al-Maushil, kemudian Salman Al-Farisi mendatanginya dan menjelaskan masalahnya.
     Uskup di Al-Maushil orang yang baik, sikap dan perilkunya terpuji, sebelum uskup meninggal memberikan rekomendasi, agar Salman Al-Farisi mendatangi seorang uskup di Nashibin, kemudian Salman mendatanginya. Sebelum uskup wafat telah memberikan saran agar  Salman Al-Farisi menemui seorang uskup di Ammuriyah, Romawi.
     Salman Al-Farisi datang ke Romawi, menjumpai uskup yang ditunjuk, dan Salman Al-Farisi memiliki sejumlah sapi dan kambing. Sebelum uskup meninggal dunia  sudah berwasiat akan muncul “Nabi Baru” yang membawa ajaran agama Ibrahim di negeri Arab.
    Uskup memberikan ciri-ciri “topografi”, yaitu keadaan muka bumi pada suatu kawasan atau daerah lokasi tempat hijrah nabi baru yang berada di wilayah Arab, yaitu diapit gunung berbatu hitam, banyak ditumbuhi pohon kurma, dan uskup berpesan, “Jika kamu sanggup, pergilah ke sana.”
     Uskup menyampaikan beberapa “tanda” kenabian, yaitu  ciri-ciri dan tanda “yang tampak dari luar”, yang bisa disaksikan dengan indra manusia.
     Yang pertama, nabi baru tidak mau menerima sedekah, yang kedua, nabi baru mau menerima hadiah, dan yang ketiga,  terdapat “stempel kenabian” berupa “benjolan kecil” di punggung belakang di antara kedua bahunya.
     Beberapa waktu kemudian, rombongan pedagang dari Arab datang, maka Salman Al-Farisi menjumpai mereka untuk menyampaikan maksudnya, yaitu ingin ikut  bersama mereka menuju ke negeri Arab, dengan imbalan beberapa ekor sapi dan kambing.
     Ternyata rombongan pedagang Arab berbuat jahat, Salman Al-Farisi diperlakukan sebagai budak, dan diperdagangkan di pasar “perbudakan”, lalu Salman Al-Farisi dibeli orang dan dibawa pulang ke Madinah, yang wilayahnya banyak tumbuh pohon kurma, tetapi, Salman Al-Farisi belum yakin itu adalah wilayah tempat nabi baru.
     Salman Al-Farisi dibeli kaum Yahudi Bani Quraizah, dan dibawa ke daerah Bani Quraizah di Madinah, lalu Salman mulai yakin itu daerah yang dituju, seperti yang disampaikan oleh seorang uskup di Ammuriyah.
        Ketika itu, Nabi Muhammad masih berada di Mekah, dan Salman Al-Farisi bekerja sebagai budak yang bekerja untuk majikannya, kemudian Nabi hijrah dari Mekah ke Madinah dan Nabi istirahat di Quba.
      Salman Al-Farisi berada di atas sebuah pohon kurma, ketika seseorang berteriak kepada temannya, “Orang-orang sedang berkumpul di Quba, menyambut kedatangan orang dari Mekah, dan mereka mengatakan orang tersebut adalah nabi.” Salman Al-Farisi hampir terjatuh, mendengar teriakan orang tersebut. 
     Pada sore hari Salman Al-Farisi mendatangi Nabi di Quba dengan membawa beberapa  makanan, lalu Salman Al-Farisi berkata, “Aku mendengar kabar, bahwa engkau orang yang baik, dan memiliki sahabat yang membutuhkan bantuan, maka aku membawa sedekah untuk kalian.” Nabi menerimanya, dan diberikan kepada para sahabat, lalu para sahabat memakannya, tetapi Nabi tidak ikut makan.
      Salman Al-Farisi bergumam, “Ini adalah bukti pertama,bahwa Nabi tidak mau makan harta sedekah.” Salman Al-Farisi izin pulang, kembali ke rumah majikan.
       Nabi Muhammad sudah pindah ke Madinah, Salman Al-Farisi mendatangi Nabi lagi dengan membawa beberapa makanan, dan Salman Al-Farisi berkata, “Saya melihat engkau tidak makan harta sedekah, maka saya datang membawa hadiah untukmu, terimalah hadiah khusus dariku untukmu.” Nabi menerimanya.
      Nabi ikut memakan hadiah itu bersama para sahabat, dan Salman Al-Farisi bergumam,”Ini adalah bukti kedua bahwa Nabi mau makan harta hadiah.” 
      Nabi Muhammad mengantar jenazah sahabatnya di pemakamam Baqi, Madinah. Nabi duduk bersama para sahabat, dan Salman Al-Farisi memilih duduk di belakang Nabi, karena ingin melihat punggung Nabi, dan Nabi menyadarinya, maka Nabi melepaskan baju dari punggungnya, sehingga Salman Al-Farisi bisa melihat “stempel” tanda kenabian, yang berada di antara punggung Nabi, seperti yang disampaikan oeh uskup di Ammuriyah.
     Salman Al-Farisi menangis, lalu mendekat ke arah Nabi, merangkul, dan menciumnya, dan Nabi bersabda, “Berbaliklah, menghadap kepadaku, dan ceritakan semuanya.” Kemudian Salman Al-Farisi bercerita tentang riwayat hidupnya, dan kisah perjalanannya “mencari” Nabi, yang berangkat dari Persia, Iran hingga di Madinah, Arab Saudi,  Nabi dan para sahabat mendengarkan dengan saksama.
      Salman Al-Farisi kembali bekerja, sebagai seorang budak, dan Salman Al-Farisi tidak ikut dalam Perang Badar, dan Perang Uhud, karena masih “berstatus” seorang budak.
      Nabi bersabda,”Wahai Salman, tulislah perjanjian dengan majikanmu, agar kamu bisa bebas.” Kemudian Salman Al-Farisi menulis perjanjian dengan majikannya, agar  terlepas dari “status” sebagai, dengan menanam 300 pohon kurma, dan membayar 40 ons emas.
     Nabi bersabda, “Wahai para sahabat, bantulah saudaramu Salman Al-Farisi, untuk membebaskan dirinya.” Semua para sahabat berebut membantu, dan Nabi ikut menanam pohon kurma dengan tangan beliau sendiri, serta Nabi membawa emas sebesar telur ayam, seberat 40 ons untuk diberikan kepada Salman sebagai ongkos membayar kebebasan dirinya.
    Setelah itu, Salman Al-Farisi menjadi orang merdeka, dan mengikuti Perang Khandaq atau Perang Parit, Salman Al-Farisi mengusulkan ide yang cemerlang, yaitu membuat parit mengelilingi Madinah, untuk menghambat pergerakan pasukan kafir.
     Pasukan kafir yang berjumlah lebih banyak frustasi, karena hanya berputar-putar saja dengan amarah yang menggelegak, tetapi tidak bisa masuk menyerang, dan pasukan Islam hanya bertahan, pengepungan berlangsung lebih dari sebulan, tetapi tidak menghasilkan apa-apa.
      Kemudian muncul angin topan, sehingga pasukan kafir kocar-kacir, lalu mereka kembali ke tempat asal masing-masing, umat Islam selamat, dan sejak saat itu, Salman Al-Farisi  selalu terlibat dalam peperangan membela Islam.
Daftar Pustaka
1. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman. Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
2. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Masjid Nabawi. Madinah 2004.
3. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah Mekah. Mekah 2004
4. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria. Himpunan Fadhilah Amal. Penerbit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
5. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment