MEMAHAMI MAKNA AGAMA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Makna agama menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
Kata “agama” menurut KBBI V adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia dan lingkungannya.
Para ulama berpendapat bahwa tidak mudah mendefinisikan agama, apalagi di dunia ini kita menemukan kenyataan bahwa agama sangat beragam, dan pandangan seseorang terhadap agama, ditentukan oleh pemahamannya terhadap ajaran agama itu sendiri.
Ketika pemimpin gereja di Eropa menghukum dan menindas para ilmuwan akibat penemuan para ilmuwan yang dianggap bertentangan dengan kitab suci, maka para ilmuwan akhirnya menjauh dari agama, dan meninggalkannya.
“Apakah manusia dapat melepaskan diri dari agama, dan adakah alternatif lain yang dapat menggantikan agama?"
Para ulama menjelaskan bahwa menurut ajaran Islam, beragama adalah fitrah, yaitu sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak lahir.
Al-Quran surah Ar-Rum, surah ke-30 ayat 30.
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Hal ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, karena manusia adalah makhluk yang membutuhkan agama, tetapi manusia dapat menunda dan menangguhkannya sampai dengan menjelang kematiannya.
Pada akhirnya, sebelum manusia meninggal dunia, sebelum roh manusia rmeninggalkan jasadnya, maka manusia akan merasakan kebutuhan beragama.
Para ulama menjelaskan bahwa kebutuhan manusia bertingkat-tingkat, misalnya kebutuhan udara untuk bernapas adalah kebutuhan yang harus segera dipenuhi, dan kebutuhan manusia terhadap air bisa ditangguhkan lebih lama dibandingkan dengan kebutuhan udara.
Kemudian kebutuhan manusia untuk mengonsumsi makanan lebih lebih singkat dibandingkan dengan kebutuhan manusia untuk menyalurkan naluri seksualnya, dan kebutuhan manusia terhadap agama dapat ditangguhkan sampai manusia akan meninggal dunia.
Ketika terjadi konfrontasi antara para ilmuwan di Eropa dengan Gereja, maka para ilmuwan meninggalkan agama, kemudian para ilmuwan sadar akan kebutuhan kepada pegangan yang pasti, maka mereka menjadikan “hati nurani” sebagai alternatif pengganti agama.
Kemudian para ilmuwan menyadari bahwa alternatif ini sangat labil, karena yang dinamakan “hati nurani” dibentuk oleh lingkungan dan latar belakang pendidikan, sehingga “hati nurani” si A dapat berbeda dengan “hati nurani” si B, sehingga tolok ukur yang pasti menjadi sangat rancu.
Setelah itu lahir “filsafat eksistensialisme”, yang mempersilakan manusia melakukan apa saja yang dianggapnya “baik” dan “menyenangkan” tanpa mempedulikan nilai-nilai.
Tetapi, semuanya tidak membuat agama tergusur, karena fitrah beragama berada dalam diri manusia, meskipun keberadaannya sering kali tidak diakui oleh manusia itu sendiri.
Para ulama berkata,”Selama manusia masih mempunyai perasaan cemas dan mengharap, maka selama itu pula manusia akan beragama atau berhubungan dengan Tuhan, karena perasaan takut adalah salah satu dorongan terbesar untuk beragama.”
Para ulama berpendapat bahwa “ilmu” akan mempercepat sampai ke tujuan, tetapi “agama” menentukan arah yang dituju, “ilmu” akan menyesuaikan manusia dengan lingkungannya, tetapi “agama” akan menyesuaikan dengan jati dirinya, “ilmu” adalah hiasan lahir, tetapi “agama” adalah hiasan batin.
“Ilmu” akan memberikan kekuatan dan menerangi jalan, tetapi “agama” akan memberikan harapan dan dorongan bagi jiwa, “ilmu” akan menjawab pertanyaan yang dimulai dengan “bagaimana?”, tetapi “agama” akan menjawab yang dimulai dengan “mengapa?”, serta “ilmu” tidak jarang mengeruhkan pikiran pemiliknya, tetapi “agama” selalu menenangkan jiwa pemeluknya yang tulus.
Manusia terdiri atas akal, jiwa, dan jasmani, serta akal atau rasio ada wilayahnya, dan tidak semua persoalan bisa diselesaikan dan dihadapi dengan akal, misalnya karya seni tidak dapat dinilai semata-mata oleh akal, karena yang lebih berperan adalah kalbu.
Akal dan rasio bagaikan kemampuan berenang, yang akan berguna saat berenang di sungai atau di laut yang airnya tenang, tetapi bila ombak dan gelombang telah membahana, maka orang yang pandai berenang dan yang tidak bisa berenang sama-sama membutuhkan pelampung.
Dalam hubungannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka agama sangat berperan, terutama apabila manusia tetap ingin menjadi manusia.
Misalnya, kemajuan dalam bidang bio-teknologi, sekarang ilmu manusia sudah sampai kepada batas yang menjadikannya berhasil melakukan rekayasa genetika.
Apakah keberhasilan ini akan dilanjutkan sehingga menghasilkan makhluk-makhluk hidup yang dapat menjadi tuan bagi penciptanya sendiri? Apakah ini baik atau buruk?
Yang dapat menjawabnya adalah nilai-nilai agama, dan bukan seni, bukan pula filsafat, maka alternatifnya adalah kembali beragama, orang yang mengabaikan agama akan terpaksa menciptakan “agama baru” untuk memuaskan jiwanya.
Para ulama menjelaskan bahwa agama diwahyukan Tuhan, benihnya muncul dari pengenalan dan pengalaman manusia pertama di pentas bumi, yag memerlukan tiga hal, yaitu keindahan, kebenaran, dan kebaikan, serta gabungan ketiganya dinamakan suci.
Manusia ingin mengetahui siapa atau apa Yang Maha Suci, dan ketika itulah dia menemukan Tuhan, dan sejak itu pula manusia berusaha berhubungan dengan Tuhan dan berusaha untuk meneladani sifat-sifat Tuhan.
Usaha manusia itulah yang dinamakan beragama, dengan kata lain, beragama adalah terpatrinya rasa kesucian dalam jiwa beseorang, karena itu seorang yang beragama akan selalu berusaha untuk mencari dan mendapatkan yang benar, yang baik, lagi yang indah.
Mencari yang “benar” akan menghasilkan “ilmu”, dan mencari yang “baik” akan menghasilkan “akhlak”, serta mencari yang “indah” akan menghasilkan “seni”.
Oleh karena itu, maka agama bukan saja merupakan kebutuhan manusia, tetapi juga selalu relevan dengan kehidupannya, karena semua manusia pasti mendambakan kebenaran, keindahan dan kebaikan.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment